63 Tahun Pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB, ANRI: Fondasi Kokoh Politik Kebangsaan
JAKARTA, iNews.id – Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyelenggarakan peringatan 63 tahun Pidato Presiden Soekarno di Sidang Umum PBB bertajuk "to Build the World Anew”. Kegiatan digelar di Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI, Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, Sabtu (30/9/2023), secara daring dan luring.
Hadir dalam acara tersebut Pakar Geopolitik Hasto Kristiyanto sebagai pembicara kunci, serta sejumlah narasumber seperti Pakar Kemaritiman dan Pertahanan sekaligus Dewan Pakar Kemaritiman ANRI Connie Rahakundini Bakrie, Ketua Dewan Pakar Memory of the World Indonesia Mukhlis Paeni, Pakar Hubungan Internasional Teuku Rezasyah, dan Pakar Ketahanan Nasional, Mayjen TNI (Purn) Lumban Sianipar.
Plt Kepala ANRI, Imam Gunarto, mengatakan pidato Bung Karno pada momen tersebut sangat monumental di kancah internasional. Pidato itu juga menjadi fondasi politik kebangsaan serta luar negeri Indonesia.
“Berdasarkan arsip resmi PBB dan arsip otentik yang tersimpan di ANRI, 63 tahun lalu, tepat pada hari Jumat, 30 September 1960, menjelang pukul 3 sore, Presiden Soekarno bersama delegasi memasuki ruangan Sidang Umum PBB ke-15, pada plenary meeting ke-880, untuk menyampaikan pidato yang sangat monumental, saat itu detik-detik bersejarah tentang geopolitik Indonesia terpatri dalam monumen pemikiran internasional yang kemudian menjadi fondasi yang kokoh untuk membangun politik luar negeri dan politik kebangsaan Indonesia,” kata Imam Gunarto.
Dia mengatakan, pidato Presiden Soekarno berdurasi 122 menit itu telah menginspirasi seluruh perwakilan pimpinan dunia peserta sidang yang hadir untuk mendirikan gerakan nonblok. Menurutnya, pidato monumental tersebut menjadi arsip bersejarah serta telah diakui sebagai Memory of the World UNESCO pada 24 Mei 2023 dan menjadi warisan yang menginspirasi dunia.
Sementara itu, Hasto Kristiyanto yang menjadi pembicara kunci menyampaikan pidato “to Build the World Anew” merupakan esensi dari harapan dan mimpi bangsa-bangsa dunia yang mengalami penindasan dan penjajahan.
“Dalam cara pandang Soekarno, dunia internasional pada waktu itu selalu diwarnai oleh peperangan, sehingga konsepsi dari pidato 'to Build the World Anew' adalah realitas peradaban umat manusia se-dunia yang diwarnai oleh penindasan dan Indonesia selama 350 tahun mengalami makna kolonialisme dan imperialisme. Apa yang disampaikan oleh Presiden Soekarno ternyata relevan sampai dengan saat ini bahwa di tengah pertarungan geopolitik itu jiwa kemanusiaan tetap berbicara,” ujar Hasto Kristiyanto.
Hasto juga menegaskan kemerdekaan yang dipimpin oleh Soekarno tidak hanya diperuntukkan untuk rakyat Indonesia, akan tetapi harus menjadi bagian dari perjuangan umat manusia untuk bebas dari kolonialisme dan imperialisme serta menjadi bagian penting dari persaudaraan dunia.
Dia menambahkan, konsep utama dari pidato Presiden Soekarno adalah memberikan perubahan progresif untuk lebih mengutamakan kemanusiaan pada PBB yang didirikan dalam nuansa konflik Perang Dunia II dan masih dalam pengaruh persaingan geopolitik negara-negara besar.
Adapun seminar ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi arsip sebagai bahan ingatan serta pengetahuan dan pembelajaran bagi bangsa dan negara, khususnya menyangkut aspek geopolitik yang dapat menggambarkan posisi Indonesia di mata dunia. Pembelajaran terhadap aspek geopolitik dapat diperoleh melalui arsip.
Tidak hanya sebagai ingatan, arsip dapat menjadi media pembelajaran bagi masyarakat dan pemangku kebijakan di Indonesia. Salah satu arsip yang masih sangat relevan dan bernilai sejarah bagi pembelajaran geopolitik yakni Arsip Pidato Presiden Soekarno pada Majelis Umum PBB pada 30 September 1960.
Pidato itu menjadi bagian dari diseminasi perolehan sertifikat Memory of the World dari UNESCO terhadap Pidato Presiden Soekarno di Majelis Umum PBB pada 2023.
Pidato Bung Karno 63 tahun silam akan dijadikan media pembelajaran yang akan berdampak bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan para pemangku kebijakan di Indonesia.
Kegiatan ini terselenggara atas kolaborasi antara ANRI melalui Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan dengan pakar geopolitik Indonesia, Harto Kristiyanto. Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan ANRI mengelola Gedung Pameran Tetap Arsip Kepresidenan Pertama Ir Soekarno.
Sebagai informasi, penyelenggaraan pameran arsip statis sejalan dengan salah satu misi ANRI, yakni memberikan akses arsip kepada publik untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, dan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan rakyat sesuai peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah kearsipan demi kemaslahatan bangsa.
Editor: Rizky Agustian