9 Contoh Cerita Fiksi Berbagai Tema Menarik, Lengkap dengan Ciri dan Unsurnya
JAKARTA, iNews.id - Contoh cerita fiksi selalu di pelajari dalam pelajaran bahasa Indonesia. Cerita fiksi tak hanya dibaca di sekolah, namun juga di kehidupan sehari-hari seperti novel, buku cerita, dan komik. Ini penjelasannya.
Mengutip dari buku ‘Arif Cerdas untuk Sekolah Dasar Kelas 4’ karya, cerita fiksi adalah cerita yang tidak nyata dan bersifat khayalan atau imajinatif sesuai dengan imajinasi sang pengarang. Pada kenyataannya cerita fiksi tak hanya berasal dari khayalan penciptanya, namun juga bisa dari kisah nyata yang diubah oleh pencipta sesuai imajinasinya.
Ciri-ciri cerita fiksi:
- Cerita berasal dari khayalan atau imajinasi penulisnya
- Tujuannya hanya untuk hiburan
- Memiliki alur dalam cerita
- Bahasa yang digunakan tidak kaku dan mudah dipahami
Unsur-unsur dalam cerita fiksi:
- Tema, yakni dasar dari suatu cerita
- Tokoh, pelaku yang terlibat di dalam ceritanya
- Alur, yaitu jalan atau urutan waktu dalam suatu cerita
- Konflik, yaitu kejadian penting yang ada dalam cerita
- Klimaks, yakni puncak dari konflik atau puncak dari cerita
- Latar, yaitu setting tempat, waktu, maupun suasana yang ada dalam cerita
- Amanat, yaitu nasihat yang dapat diambil dari cerita
- Sudut pandang, yakni cara penulis memandang dan menulis ceritanya
- Penokohan, yaitu cara penulis melukiskan watak tokohnya
- Kesatuan
- Logika
- Penafsiran
- Gaya
Jenis Cerita Fiksi
- Cerita rakyat
Contoh cerita fiksi rakyat adalah cerita yang muncul dan berkembang di suatu masyarakat bersifat turun-temurun dan biasanya merupakan karya khayalan sang penulis. Adapun sifatnya ceritanya biasanya merupakan contoh untuk kebajikan.
- Cerita Pendek (Cerpen)
Cerpen adalah suatu cerita yang pendek biasanya habis dalam sekali baca. Kisah yang diceritakan di dalamnya banyak bermacam-macam baik itu kisah manusia, kisah tentang hewan, dan lain-lain.
- Novel
Jenis cerita fiksi yang terakhir adalah novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang dibukukan. Novel memiliki beberapa genre di dalamnya, genre tersebut antara lain romantis, komedi, maupun horor.
Raja Parakeet
Di sebuah hutan lebat di kawasan Aceh, hiduplah seekor burung parkit yang merupakan raja bagi burung burung lain penghuni hutan itu. Raja burung itu bergelar Raja Parakeet. Raja Parakeet merupakan raja yang bijaksana dan sangat dicintai rakyatnya. Mereka hidup damai dan tenteram.
Pada suatu ketika, ketenangan di dalam hutan terganggu oleh kedatangan Pemburu. Singkat cerita, Pemburu tersebut berhasil menaruh perekat di sekitar tempat burung tersebut hingga akhirnya para burung terjebak oleh perekat tersebut.
Mereka berusaha melepaskan sayap dan badan dari perekat tersebut. Namun, upaya tersebut gagal. Hampir semuanya panik, kecuali sang raja. Ia berkata,
"Kalian tenanglah. Nanti saat si Pemburu datang, kalian harus berpura-pura mati. Si Pemburu menginginkan menangkap kita hidup-hidup. Jika si Pemburu melihat kita mati, ia tidak akan senang dan akan melepaskan kita. Nah, pada hitungan sepuluh setelah burung terakhir dilepaskan, saat itulah kita terbang bersama-sama sekencang-kencangnya!"
Tak lama, si Pemburu datang. Burung-burung pun segera berpura pura mati sehingga Pemburu pun merasa kecewa. Akhirnya, Pemburu melepaskan hampir semua burung tangkapannya. Sayang, saat giliran Raja Parakeet dilepaskan, si Pemburu jatuh terpeleset.
Suara jatuh si Pemburu membuat para burung lain kaget dan terbang. Pemburu sangat kesal karena merasa telah tertipu, lalu la memegang erat Raja Parakeet. Raja Parakeet meminta pada pemburu itu untuk tidak dibunuh. Sebagai imbalannya ia akan selalu menghibur si Pemburu. Hampir setiap hari ia bernyanyi untuk Pemburu. Suaranya sangat indah dan merdu.
Keindahan suara Raja Parakeet terdengar sampai kerajaan. Sang Raja pun tertarik ingin memiliki Raja Parakeet. Raja mengutus pengawalnya pergi ke rumah si Pemburu untuk membeli Raja Parakeet dengan harga yang sangat mahal. Tawaran menggiurkan itu langsung diterima oleh Pemburu.
Raja Parakeet pun kemudian dibawa ke kerajaan. Ia diberi makanan dan minuman yang enak, serta tinggal di sangkar yang terbuat dari emas. Namun, tak satu pun kebaikan Raja itu yang membuatnya bahagia. Raja Parakeet sangat ingin kembali ke hutan, hidup bersama rakyat dan keluarga yang dicintainya.
"Aku rindu sekali keluarga dan rakyatku".
Suatu hari, Raja Parakeet terlihat sangat sedih karena kerinduannya yang tak tertahankan. Ia pun mencari akal agar bisa kembali ke hutan. Keesokan harinya, Raja Parakeet menemukan cara dengan berpura-pura mati.
Sang Raja sangat sedih saat melihat burung kesayangannya mati. la memerintahkan penguburannya dengan upacara pemakaman secara besar besaran selayaknya anggota kerajaan yang meninggal dunia. Raja Parakeet pun dikeluarkan dari sangkarnya, diarak di dalam sebuah tandu kebesaran.
Saat tandu sedang berjalan, Raja Parakeet mengintip keadaan di luar. Melihat keadaan aman, Raja Parakeet pun segera menyelinap keluar dan terbang tinggi. Ia terbang menuju hutan kediamannya dan hidup bahagia bersama rakyatnya.
Ayam dan Ikan Tongkol
Dahulu kala di Kepulauan Riau, ikan tongkol dan ayam bersahabat erat. Mereka saling membantu satu sama lain. Sampai suatu hari, Raja Ayam memberitahukan kepada Raja Tongkol bahwa ada keluarga nelayan yang akan menikahkan anaknya dan mengadakan pesta besar-besaran.
"Jangan lupa sahabatku Raja Tongkol, kau harus datang bersama rakyatmu ke pesta besok malam. Kalian pasti akan sangat menikmatinya," ujar Raja Ayam kepada Raja Tongkol.
"Baiklah, aku dan rakyatku akan dengan senang hati melihat pesta itu. Tetapi, aku butuh bantuanmu, Raja Ayam sahabatku," jawab Raja Tongkol.
"Bantuan apa itu? Dengan senang hati aku akan membantumu."
"Kami akan datang nanti malam saat air laut pasang. Namun, Kami pun harus kembali sebelum terbit matahari, sebelum air laut surut. Jadi, kalian jangan lupa berkokok untuk memberi tanda waktu bagi kami," Raja Tongkol menjelaskan permintaannya.
“Tentu saja kami akan melakukannya." Raja Ayam menyanggupi.
Keesokan harinya, pesta itu pun mulai digelar. Bulan purnama bersinar sangat terang. Air laut pun naik. Saat itulah rombongan rakyat tongkol datang. Mereka bersembunyi di karang-karang, tak jauh dari panggung utama.
Semua larut dalam acara yang indah ini diiringi dengan suara rebana yang bertalu-talu. Rakyat tongkol pun sangat menikmati. Malam semakin larut, rakyat tongkol pun enggan beranjak dari pesta. Masalahnya, warga pantai dan para tongkol yang tertidur. Raja Ayam dan rakyatnya pun ikut pulas tertidur.
Celaka! Air laut sudah mulai surut, tapi tidak satu pun ayam yang berkokok! Saat matahari sudah terbit, satu per satu ikan mulai bangun. Betapa kagetnya mereka melihat pantai mulai mengering.
"Oh, tidak! Air laut sudah surut! Kemana ayam jantan yang bertugas berkokok membantu rakyat tongkol?" para tongkol pun mulai panik. Mereka terjebak di karang-karang yang sudah kering. Sebagian tongkol melompat-lompat, berusaha kembali ke pantai yang berair. Namun, hanya sedikit yang berhasil, salah satunya Raja Tongkol.
Ketika hangatnya sinar matahari mulai menusuk kulit, Raja Ayam baru terbangun, diikuti oleh ayam-ayam yang lain. "Ya ampun! Ternyata hari sudah pagi. Bagaimana dengan nasib rakyat tongkol?" pikir Raja Ayam kebingungan dan panik.
Tak lama kemudian, warga yang tinggal di pinggiran pantai pun mulai terbangun. Mereka sangat terkejut, melihat banyak sekali ikan tongkol menggelepar-gelepar di karang-karang sepanjang pantai. Mereka lalu beramai ramai menangkap ikan-ikan itu dan menampungnya di ember untuk dibawa pulang.
Melihat rakyatnya ditangkap oleh orang-orang, Raja Tongkol sangat marah. Ia pun mengucapkan sumpah untuk Raja Ayam dan rakyatnya.
"Persahabatan kita sudah selesai, Raja Ayam! Mulai sekarang, kami rakyat tongkol akan memakan semua rakyat ayam, terutama kalian, ayam jantan! Raja Tongkol berseru. Sejak saat itu, ikan tongkol dan ayam menjadi musuh abadi. Mulai saat itu, para nelayan di sekitar pantai wilayah Riau kerap menggunakan umpan bulu ayam untuk memancing ikan tongkol.
Asal Mula Danau Toba
Pada zaman dahulu, di sebuah desa di Sumatera Utara. Hiduplah seorang petani bernama Toba. Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap ladang dan mencari ikan. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari, Toba pergi ke sungai di dekat rumahnya, ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal sebuah kail, umpan, dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai. Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan kailnya.
Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, Toba berdoa, "Ya Allah, semoga aku dapat ikan banyak hari ini". Beberapa saat kemudian, kail yang telah dilemparkannya terlihat bergoyang-goyang. la segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang karena ternyata ikan yang didapatkannya kali ini sangat besar.
Setelah beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, Toba sangat terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara! “Tolong aku jangan dimakan Pak, biarkan aku hidup", ucap ikan itu. Tanpa banyak tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam sungai kembali.
Selang beberapa menit, Toba terkejut. karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik."Jangan takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu," kata si ikan.
"Siapakah kamu ini? Bukankah kamu seekor ikan?” tanya Toba.
"Aku adalah seorang putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan", jawab Wanita itu.
"Terima kasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu. Sebagai imbalannya, aku bersedia kau jadikan istri,” kata wanita itu.
Tanpa pikir lama, petani itupun mengangguk. "Baiklah, saya setuju,” ucapnya.
Namun, wanita ini mensyaratkan satu permintaan terakhirnya. "Kamu berjanji tidak boleh menceritakan asal-usul saya yang berasal dari seekor ikan,” kata calon istrinya itu.
"Jika janji itu dilanggar, niscaya akan terjadi petaka yang sangat dahsyat,” ucapnya dengan tatapan serius.
Setelah beberapa bulan menikah, kebahagiaan Toba bertambah karena sang istri telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Samosir. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran orang-orang.
Samosir selalu merasa lapar dan tidak pernah merasa kenyang. Hingga suatu hari, dia mendapat tugas dari ibunya untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Namun, tugas tersebut tidak dipenuhinya.
Semua makanan yang seharusnya untuk ayahnya dilahap habis. Setelah itu, dia tertidur pulas di sebuah gubuk. Karena sudah tidak tahan menahan lapar, Pak Toba yang berada di sawah langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan pulang, petani ini melihat anaknya sedang tertidur di gubug. Pak Toba langsung membangunkan anaknya.
"Hey Samosir, bangun!” teriaknya.
Setelah anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. "Mana makanan buat Ayah?" tanya Pak Toba.
"Sudah habis kumakan," jawab Samosir.
Mendengar hal tersebut, Pak Toba langsung memarahi anaknya. "Anak tidak tahu diuntung! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!" umpat Pak Toba tanpa sadar telah melanggar janji dari istrinya.
Setelah petani mengucapkan kata tersebut, seketika itu juga anak dan istrinya hilang. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras disertai dengan turunnya hujan dan petir. Air meluap sangat tinggi dan luas hingga membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba.
Cerita dari Nanggroe Aceh Darussalam
Asal Usul Tari Guel
Suatu hari kakak beradik putra Sultan Johor, Malaysia yaitu Muria dan Sangede sedang menggembala itik di tepi laut sambil bermain layang-layang. Tiba-tiba datang badai dahsyat sehingga benang layang-layang mereka pun putus. Mereka berusaha mengejar layang-layang tersebut sehingga lupa terhadap itik-itiknya.
Setiba di rumah, ayah mereka menyuruh untuk mencari itik dan tidak boleh kembali tanpa berhasil menemukannya. Berbulan-bulan mereka berjalan mencari itik hingga sampai di Kampung Serule. Mereka dibawa oleh orang kampung menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka malah diangkat anak oleh baginda raja.
Karena kesaktian kedua anak tersebut, rakyat Serule hidup makmur, aman, dan sentosa. Hal ini membuat Raja Linge iri dan gusar, sehingga mengancam akan membunuh kedua anak tersebut. Malang bagi Muria, ia berhasil dibunuh.
Suatu hari, para raja berkumpul di istana Sultan Aceh untuk mempersembahkan upeti kepadanya. Saat itu sangede ikut datang juga dan sambil menunggu ayah angkatnya, ia menggambar seekor gajah yang berwarna putih. Lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang kemudian meminta dicarikan gajah seperti pada gambar. Saat itu juga Sultan memerintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada Sultan.
Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule pergi ke Samar Kilang seperti perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, mereka menemukan gajah putih sedang berkubang di pinggiran sungai. Sangede dan Raja Serule mengenakan tali di tubuh gajah dan saat akan menghelanya, gajah putih itu lari sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya mereka berinisiatif untuk bernyanyi-nyanyi sambil menari untuk menarik perhatian gajah putih.
Di luar dugaan, gajah putih itu tertarik dan mau mengikuti gerakan-gerakan mereka. Mereka terus menari sambil berjalan agar gajah itu mau mengikuti langkah mereka. Gajah itu pun mengikuti Sangede dan raja Serule yang terus menari hingga akhirnya berhasil tiba di istana. Tarian itu disebut tarian Guel hingga sekarang.
Si Malin Kundang
Di pesisir pantai wilayah Sumatera hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Malin Kundang bersama ayah ibunya. Suatu hari ayahnya pergi mengadu nasib ke negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Hampir setahun ayahnya tidak pernah kembali dan dikabarkan telah meninggal.
Sejak saat itu, ibunya yang mencari nafkah untuk mereka berdua. Malin anak yang cerdas walau kadang nakal. la suka mengejar ayam hingga suatu kali terjatuh dan meninggalkan bekas luka di lengannya.
Saat dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang sudah tua tetapi tetap bekerja. Ia pun menyampaikan niatnya untuk mencari nafkah di negeri seberang. Walaupun awalnya ibunya tidak setuju, tapi akhirnya ia tetap mengizinkannya untuk pergi.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang diserang oleh bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya selamat dan tidak dibunuh karena Malin bisa bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Selanjut nya, Malin menetap di desa itu dan bekerja dengan gigih dan ulet.
Malin pun menjadi kaya raya dan ia pun telah mempersunting seorang gadis. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibunya. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur anaknya telah berhasil.
Suatu hari Malin dan istrinya melakukan pelayaran ke kampungnya dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya. Saat Malin turun dari kapal, ibunya berdiri cukup dekat dan meyakini bahwa itu anaknya karena ia melihat bekas luka di lengannya.
Ia pun segera memeluk Malin, tetapi dengan kasarnya Malin melepaskan pelukan. Bahkan, mendorongnya, menghinanya, serta tidak mengakui bahwa wanita itu ibunya. Ibu Malin sangat sedih dan marah.
Karena itu ia segera menengadahkan tangan, "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu.”
Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat. Tubuh Malin Kundang pun perlahan kaku dan menjadi sebuah batu karang.
Hang Tuah Ksatria Melayu
Pada masa lalu, dikenal seorang ksatria bernama Hang Tuah. Saat berumur sepuluh tahun, Hang Tuah pergi berlayar ke Laut Cina Selatan disertai empat sahabatnya, yaitu Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu.
Dalam perjalanan, mereka berkali-kali diganggu oleh gerombolan bajak laut, tetapi mereka selalu berhasil mengalahkan gerombolan itu. Kabar tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja Bintan. Ia pun mengangkat mereka sebagai anak angkatnya.
Suatu hari di istana Majapahit terjadi sebuah kegaduhan. Taming Sari, prajurit Majapahit yang sudah tua tapi amat tangguh, tiba-tiba mengamuk. Mengetahui keadaan itu, Hang Tuah kemudian menghadang Taming Sari dan berhasil mengalahkannya. Hang Tuah kemudian diberi gelar Laksamana dan dihadiahi keris Taming Sari.
Hang Tuah menjadi laksamana yang amat setia, amat disayang, serta dipercaya raja. Hal itu menimbulkan rasa iri pada Patih Kerma Wijaya, sehingga ia pun menyebar fitnah. Baginda Raja pun marah dan mengusir Hang Tuah.
Ia pun segera meninggalkan Melaka dan pergi ke Indrapura. Suatu waktu, di Indrapura ia kedatangan tamu dari Melaka yang memintanya kembali ke Melaka, dan mendapat tugas menjadi Laksamana Melaka lagi.
Suatu hari, Hang Tuah melakukan pelayaran ke negeri Cina. Di pelabuhan Cina, rombongannya berselisih paham dengan orang-orang Portugis. Dalam perjalanan pulang kembali ke Melaka, mereka diserang oleh Portugis, tetapi Hang Tuah mampu mengatasi serangan mereka dan selamat.
Sementara itu, Gubernur Portugis di Manila sangat marah mendengar laporan kekalahan dan melakukan penyerangan ke Selat Malaka sebagai balas dendam. Pada saat itu Baginda Raja memerintahkan Tuan Bendahara untuk meminta bantuan Hang Tuah.
Meski sakit, Hang Tuah tetap memimpin pasukan. Namun, sebuah peluru mesiu Portugis menghantam Hang Tuah. Ia terlempar sejauh 7 meter dan terjatuh ke laut. Beruntung, Hang Tuah berhasil diselamatkan.
Akhirnya, peperangan berakhir tanpa pemenang dan yang kalah. Setelah sembuh, Hang Tuah tidak lagi menjabat sebagai Laksamana Melaka karena sudah semakin tua. Ia menjalani hidupnya dengan menyepi di puncak bukit Jugra di Melaka.
Kelingking Sakti
Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa di Kepulauan Riau, hiduplah sepasang suami-istri yang sangat miskin. Mereka mempunyai tiga orang anak laki laki bernama Salimbo, Ngah, dan Kelingking. Saat Kelingking berusia 5 bulan, ibunya meninggal dunia. Sejak saat itu mereka tinggal berempat.
Waktu terus berlalu. Kelingking sudah dewasa. Ia pun berniat merantau, dan menyampaikan niat tersebut pada ayahnya. Meskipun berat hati, sang ayah mengizinkannya. Esoknya, dengan berbekal tujuh buah ketupat, berangkat lah Kelingking merantau.
Selama dalam perjalanan, ia makan buah dan daun daunan yang ditemuinya sehingga bekal ketupatnya masih utuh. Suatu siang, sampailah Kelingking di hutan lebat. Kemudian ia tertidur di bawah pohon rindang.
Dalam tidurnya, ia mendengar suara yang mengatakan, jika ia ingin menikah dengan seorang putri, ia harus untuk mengikatkan ketupatnya dengan akar tuba dan memasukkannya ke dalam sungai yang mengalir di hutan ini. Apabila air sungai itu sudah berbuih, berarti ikan besar di dalamnya sudah mati. Lalu, ambil ikannya.
Saat terbangun, Kelingking pun melaksanakan semua perintah dalam mimpinya. Sampai akhirnya ia mendapatkan ikan yang kemudian ia bakar dan makan sendiri hingga hanya kepala ikan yang tersisa.
Setelah itu kelingking bingung karena tidak ada tanda-tanda kedatangan seorang putri. Akhirnya, dengan kesal, ia menendang kepala ikan itu hingga melambung tinggi dan tidak memperdulikannya lagi.
Ia pun melanjutkan pengembaraannya hingga sampai di sebuah kampung. Ternyata, di kampung itu, seorang raja sedang mengadakan sayembara untuk memindahkan kepala ikan yang mengganggu pemandangan istana. Jika laki-laki, akan dinikahkan dengan putrinya, dan jika perempuan akan diangkat sebagai anaknya.
Melihat kepala ikan itu, Kelingking merasa mengenalnya. Ia pun mendaftar kan diri. Tidak seorang pun yang mampu menggerakkannya hingga tibalah giliran Kelingking. Semua orang mencemooh badannya yang kecil.
Namun, dengan mudahnya ia mengangkat kepala ikan itu dan menguburnya di belakang istana. Ia pun berhak menikah dengan putri raja. Seluruh istana dan penduduk negeri berbahagia atas pernikahan tersebut. Kelingking pun tak lupa menjemput ayah dan kedua abangnya untuk tinggal bersama di istana.
Kisah Putri Ular
Suatu negeri di kawasan Simalungun, dipimpin oleh seorang raja yang baik dan arif. Raja tersebut memiliki seorang putri yang cantik jelita. Berita tentang kecantikan putri raja itu diketahui seluruh pelosok negeri, termasuk seorang raja muda yang memerintah di sebuah kerajaan yang letaknya tidak jauh dari kerajaan ayah sang putri.
Mendengar kabar tersebut, raja muda yang tampan itu berniat untuk melamar sang putri.Keesokan harinya rombongan utusan raja muda datang ke tempat tinggal sang putri. Sesampainya di sana, mereka segera menyampaikan pinangan dari rajanya dan dengan sukacita, pinangan tersebut diterima oleh ayah sang putri. Raja muda sangat gembira mengetahui pinangannya diterima.
Malamnya, sang raja memberitahukan pada putrinya bahwa ada seorang raja muda yang meminangnya. Dengan malu-malu putri mengangguk bersedia. Sang raja mengingatkan putrinya untuk menjaga diri baik-baik, agar tidak terjadi sesuatu yang dapat membatalkan pernikahan.
Suatu hari, sang putri pergi mandi dengan ditemani beberapa orang dayangnya di sebuah kolam yang berada di belakang istana. Setelah beberapa saat berendam, sang putri duduk di atas batu di tepi kolam sambil membayangkan betapa bahagianya saat pernikahan nanti.
Saat sang putri asyik menghayal, tiba-tiba angin bertiup kencang dan sebuah ranting pohon yang ujungnya tajam mendadak jatuh tepat mengenai hidungnya hingga menjadi luka.
Sang putri panik membayangkan pernikahannya dengan raja muda akan gagal. Pikiran itu terus berkecamuk di kepalanya hingga sang putri pun jadi putus asa. Sambil menangis ia berdoa minta dihukum atas perbuatannya tersebut. Tidak lama kemudian, petir menyambar-nyambar dan seketika kaki sang putri mengeluarkan sisik. Sisik tersebut semakin merambat ke atas.
Dayang-dayangnya pun kaget dan segera memanggil kedua orang tua putri. Sesampainya di kolam pemandian, mereka sudah tidak melihat sang putri dan yang tampak hanya seekor ular besar yang bergulung di atas batu.
Ular besar penjelmaan sang putri pun segera pergi meninggalkan mereka dan masuk ke dalam semak belukar. Sang raja dan permaisuri beserta dayang-dayang tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun menyesali nasib malang sang putri.
Asal Usul Danau Maninjau
Di sebuah perkampungan di kaki Gunung Tinjau, ada sepuluh orang bersaudara yang biasa disebut Bujang Sembilan. Si sulung bernama Kukuban dan si bungsu bernama Sani. Mereka mempunyai seorang paman bernama Datuk Limbatang.
Datuk Limbatang mempunyai seorang putra bernama Giran. Suatu hari, Datuk Limbatang berkunjung ke rumah Bujang Sembilan. Saat itu lah Sani dan Giran menyadari bahwa mereka saling menaruh hati.
Ketika musim panen, di kampung tersebut diadakan adu silat. Para pemuda kampung termasuk Kukuban dan Giran ikut mendaftarkan diri. Di acara tersebut Kukuban berhadapan dengan Giran.
Keduanya sama kuat hingga pada suatu kesempatan Giran berhasil menangkis serangan dari Kukuban, hingga Kukuban berguling di tanah dan dinyatakan kalah. Hal itu ternyata membuat Kukuban merasa kesal dan dendam terhadap Giran.
Beberapa hari setelah acara tersebut, Datuk Limbatang datang untuk meminang Sani. Namun, karena dendam, Kukuban menolak pinangan tersebut. Selain itu, Kukuban juga memperlihatkan bekas kakinya yang patah karena Giran.
Datuk Limbatang dengan bijak menjelaskan bahwa hal itu adalah wajar dalam sebuah pertandingan. Namun, Kukuban tetap bersikukuh. Sani dan Giran pun sedih. Mereka sepakat untuk bertemu di ladang untuk mencari jalan keluar.
Saat sedang berbicara, sepotong ranting berduri tersangkut pada sarung Sani dan membuat pahanya terluka. Giran pun segera mengobatinya dengan daun obat yang telah ia ramu. Tiba-tiba puluhan orang muncul dan menuduh mereka telah melakukan perbuatan terlarang, sehingga harus dihukum.
Mereka berusaha membela diri tetapi sia-sia dan langsung diarak menuju puncak Gunung Tinjau. Sebelum dihukum, Giran berdoa jika memang mereka bersalah, ia rela tubuhnya hancur di dalam air kawah gunung.
Namun, jika tidak bersalah, letuskanlah gunung ini dan kutuk Bujang Sembilan menjadi ikan. Setelah itu Giran dan Sani segera melompat ke dalam kawah. Beberapa saat berselang, gunung itu meletus yang sangat keras dan menghancurkan semua yang berada di sekitarnya.
Bujang Sembilan pun menjelma menjadi ikan. Letusan Gunung Tinjau itu menyisakan kawah luas yang berubah menjadi danau, yang akhirnya diberi nama Danau Maninjau.
Sekian artikel mengenai contoh cerita fiksi, pengertian, ciri-ciri, unsur-unsur, dan jenis-jenisnya. Semoga bermanfaat.
Editor: Puti Aini Yasmin