Ahli Geologi Jelaskan Penyebab Terjadinya Gempa dan Tsunami di Sulteng
JAKARTA, iNews.id - Dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya gempa berkekuatan 7,4 skala Richter (SR) disertai tsunami di Palu, Sulawesi tengah (Sulteng) beberapa waktu lalu. Gempa bumi yang terjadi di Palu disebabkan oleh patahan lempeng bumi yang bergerak dan saling mendesak.
Ahli Geologi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Reza Syahputra menjelaskan, ada patahan utama yang cukup besar, yakni sesar Palu Koro yang memotong wilayah leher Sulteng. Sejumlah gempa yang terjadi tidak bersumber dari sesar utama, melainkan dari patahan-patahan kecil di sekitar sesar Palu Koro.
"Titik gempa nyatanya tidak pas di patahan Palu Koro tetapi di daerah sekitarnya, ada pergeseran atau pergerakan di area patahan-patahan yang lebih kecil dari Palu Koro, yang kemungkinan menyebabkan terjadinya gempa,” jelas Reza dikutip dari laman UI, Minggu (7/10/2018).
Sementara tsunami dengan ketinggian hingga 1,5 meter yang menerjang Palu dan Donggala, ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, karena adanya likuifaksi atau longsoran material pasir maupun tanah di dasar laut teluk Palu Koro yang belum terkompaksi dengan baik.
“Hal ini dipicu dengan pergerakan patahan-patahan di sekitar Palu Koro. Jadi diduga menjadi faktor utama terjadinya tsunami. Gempa ini tidak secara langsung memicu tsunami. Tetapi, getaran gempa yang kuat akibat pergeseran patahan-patahan itu tadi diduga menjadi faktor terjadinya tsunami,” ucapnya.
Dia menambahkan, kemungkinan kedua murni karena patahan saja. Patahan tersebut memicu bergeraknya atau naiknya patahan di tempat lain.
“Karena gerakan vertikal tersebut, air laut terguncang dan menimbulkan gelombang yang sampai ke darat,” ucapnya.
Sedangkan, gempa yang terjadi di Sulteng merupakan gempa akibat pergerakan sesar mendatar. Pergerakan batuan yang terjadi secara horizontal. Namun dari penelitian beberapa tahun terakhir diketahui ada satu kejadian yang membuat daratan di Sulteng itu terangkat beberapa sentimeter setiap tahunnya, dan laju pengangkatan daratan itu lebih besar dari pada tempat-tempat lainnya.
Sehingga ketika terjadi pergeseran patahan di satu wilayah akan memicu pengangkatan ke atas patahan di wilayah lainnya. “Mungkin saja patahan yang tadinya itu hanya bergerak secara horizontal, namun ada unsur pergerakan secara vertikalnya juga,” ujarnya.
Editor: Kurnia Illahi