Alih Fungsi Hutan Riau, KPK Jadikan PT Palma Satu Tersangka Korporasi
JAKARTA, iNews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Palma Satu sebagai tersangka korporasi dalam kasus suap terkait alih fungsi hutan di Provinsi Riau yang melibatkan mantan Gubernur Annas Maamun. Selain itu, KPK juga menetapkan dua tersangka baru dalam kasus tersebut, yaitu Suheri Terta (manajer hukum PT Duta Palma Group pada 2014) dan Surya Darmadi (pemilik PT Duta Palma).
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif menjelaskan konstruksi kasus rasuah tersebut. Dia menuturkan, pada 9 Agustus 2014, menteri kehutanan ketika itu Zulkifli Hasan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan kepada Annas Maamun (selaku gubernur Riau).
Dalam surat itu dinyatakan, menteri kehutanan melalui pemerintah daerah membuka kesempatan kepada masyarakat yang ingin mengajukan permohonan revisi atas kawasan hutan yang belum diakomodasi. Merespons hal itu, Annas yang kemudian memerintahkan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait di Pemprov Riau untuk menelaah kawasan hutan dalam peta yang menjadi lampiran dalam SK Menhut itu.
Pada 19 Agustus 2014, Suheri mengurus perizinan terkait lahan perkebunan yang dikuasai PT Duta Palma Group. Dia mengirimkan surat kepada Annas yang isinya meminta agar gubernur Riau mengakomodasi lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening, dan PT Seberida Subur di Kabupaten Indragiri Hulu ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau.
Pada September 2014, terjadi pertemuan antara Gulat Medali Emas Manurung (ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau), Suheri Terta, dan Surya Darmadi dengan SKPD terkait Pemprov Riau. “Dalam kesempatan itu, ketiga orang tersebut meminta Pemprov Riau agar mengeluarkan wilayah perkebunan yang dikuasai PT Duta Palma Group dari peta kawasan hutan di Riau,” kata Laode di Gedung KPK Jakarta, Senin (29/4/2019).
Laode mengungkapkan, Suheri diduga menawarkan fee atau jatah sejumlah Rp8 miliar kepada Annas melalui Gulat Medali Emas. Uang suap tersebut untuk memuluskan langkah PT Palma Satu agar area perkebunan perusahaan itu dimasukkan ke dalam revisi SK Menhut.
Selanjutnya, Annas memerintahkan Dinas Kehutanan Provinsi Riau untuk memasukkan lahan perkebunan yang diajukan Suheri dan Surya ke dalam peta lampiran Surat Gubernur Riau yang telah ditandatangani sehari sebelumnya. Setelah perubahan peta tersebut diteken Annas, Suheri diduga menyerahkan uang senilai Rp3 miliar dalam pecahan dolar Singapura kepada Gulat Medali Emas, untuk kemudian diberikan kepada Annas.
Diduga pemberian uang itu berkaitan dengan permintaan Suheri dan Surya sebelumnya, yakni agar Annas memasukkan lokasi perkebunan Duta Palma Group ke dalam peta lampiran Surat Gubernur Riau tanggal 17 September 2014. “Dengan Surat Gubernur Riau itu, perusahaan-perusahaan tadi diduga dapat mengajukan HGU (hak guna usaha) untuk mendapatkan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), sebagai syarat melakukan ekspor kelapa sawit ke luar negeri,” ungkap Laode.
Dia menjelaskan, kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis, 25 September 2014. Kala itu, KPK menyita uang Rp2 miliar dan menetapkan Annas Maamun sebagai tersangka.
Atas perbuatannya, PT Palma Satu dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara, Suheri dan Surya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau Pasal 56 KUHP.
Editor: Ahmad Islamy Jamil