Andi Narogong Wajib Bayar Uang Pengganti USD2,5 Juta dan Rp1,1 Miliar
JAKARTA, iNews.id – Selain menjatuhkan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga menghukum Andi Agustinus alias Andi Narogong dengan pidana tambahan. Andi dihukum membayar uang pengganti terkait perkara korupsi e-KTP senilai USD2,5 juta dan Rp1,186 miliar.
"Apabila uang pengganti tidak bisa dipenuhi dalam waktu satu bulan setelah putusan hukuman berkekuatan tetap, harta Andi Narogong disita. Apabila harta benda tidak mencukupi, terdakwa dipidana penjara 2 tahun," ujar ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar-Butar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Seperti diketahui Andi Narogong divonis hukuman penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Hakim menyebut Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera ini terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat korupsi proyek e-KTP.
Majelis hakim menyebutkan, uang USD 2,5 juta dan Rp1,186 miliar diterima Andi Narogong atas kontribusinya mengatur dan memenangkan konsorsium PNRI dalam proyek yang merugikan negara Rp2,3 triliun tersebut. Namun kewajiban membayar uang pengganti ini dikurangi USD350.000 yang telah dikembalikan terdakwa.
Menurut hakim anggota Emilia Djaja Subagja, karena arahan Andi, item barang pada proyek e-KTP diarahkan ke produk tertentu sehingga tidak ada kompetensi yang sehat dalam proses pengadaan dan pelaksanaan. Tindakan ini tidak etis, melawan hukum pekerjaan barang dan jasa, serta menimbulkan persaingan tidak sehat. Penyimpangan pengadaan e-KTP ini membuat mutu barang berkurang dan harganya tidak wajar.
"Persekongkolan antara rekan dan penyedia barang merupakan perbuatan melawan hukum. Dampak hal tersebut masih banyak dirasakan masyarakat hingga sekarang dan sulit memperoleh e-KTP," kata Emilia.
Dalam proyek e-KTP ini, Andi dinyatakan terbukti melakukan pengondisian secara matang mulai dari proses pembahasan anggaran hingga pelaksanaan kegiatan dan melibatkan pejabat pihak terkait yang bertujuan mencari keuntungan yang tidak sah.
Atas tindakannya itu negara mengalami kerugian yang besar. ”Tindak pidana korupsi ini berlangsung secara struktur sistematis dan masif,” kata dia.
Editor: Zen Teguh