Asal Usul Hari Natal hingga Makna Perayaannya
 
                 
                JAKARTA, iNews.id - Asal usul hari Natal menarik untuk dibahas. Natal yang dirayakan pada 25 Desember menjadi hari raya keagamaan yang sakral bagi umat Kristiani.
Selama dua ribu tahun, orang-orang telah merayakannya dengan tradisi dan praktik yang bersifat religius dan sekuler.
 
                                Umat Kristiani merayakan Hari Natal sebagai peringatan kelahiran Yesus dari Nazaret, seorang pemimpin spiritual yang ajarannya menjadi dasar agama mereka.
Kebiasaan yang populer termasuk bertukar hadiah, menghias pohon Natal, menghadiri gereja, berbagi makanan dengan keluarga dan teman, dan tentu saja menunggu kedatangan sosok mitos, Sinterklas.
 
                                        Tanggal 25 Desember-Hari Natal-telah menjadi hari libur nasional di Amerika Serikat sejak tahun 1870.
Lantas, bagaimana awal mula perayaan tersebut digelar di dunia? Simak ulasannya berikut ini.
 
                                        Dilansir dari laman Britannica, Jumat (22/12/2023), istilah ‘Natal’ atau misa pada hari Kristus berasal dari zaman yang cukup baru. Sebelumnya, perayaan serupa disebut sebagai ‘Yule’ yang mengacu pada hari raya titik balik matahari musim dingin.
Menurut situs History, Yule dirayakan oleh bangsa Norse di Skandinavia di setiap tanggal 21 desember. Pada tanggal tersebut, terdapat fenomena titik balik matahari musim dingin hingga Januari.
 
                                        Untuk merayakan kembalinya matahari, para ayah dan anak laki-laki akan membawa pulang batang kayu besar, yang kemudian dibakar. Orang-orang akan berpesta sampai kayu tersebut habis terbakar hingga 12 hari.
Sebagian besar ternak juga disembelih sehingga mereka tidak perlu diberi makan selama musim dingin. Bagi banyak orang, ini adalah satu-satunya waktu dalam setahun ketika mereka memiliki persediaan daging segar.
 
                                        Selain itu, sebagian besar anggur dan bir yang dibuat sepanjang tahun akhirnya difermentasi dan siap untuk diminum. Sementara di Roma, di mana musim dingin tidak sekeras di ujung utara, Saturnalia menjadi hari libur untuk menghormati Saturnus, yang merupakan Dewa Pertanian.
Dimulai pada minggu menjelang titik balik matahari musim dingin dan berlanjut selama sebulan penuh, Saturnalia adalah waktu yang hedonis, saat makanan dan minuman berlimpah. Selama sebulan, orang-orang yang diperbudak diberi kebebasan sementara dan diperlakukan setara.
Bisnis dan sekolah ditutup agar semua orang dapat berpartisipasi dalam perayaan liburan. Pada sekitar waktu titik balik matahari musim dingin ini, orang Romawi juga merayakan Juvenalia, sebuah pesta untuk menghormati anak-anak Roma.
Selain itu, masyarakat Roma kelas atas sering merayakan ulang tahun Mithra, Dewa Matahari yang tidak dapat ditaklukkan, pada tanggal 25 Desember. Dewa Mithra dipercaya lahir dari sebuah batu dan ulang tahunnya menjadi hari yang paling sakral dalam setahun.
Lalu masuklah pada tahun awal Kekristenan, di mana Paskah adalah hari libur utama dan tidak ada perayaan hari lahir Yesus. Namun pada abad keempat, para pejabat gereja justru memutuskan untuk menetapkan kelahiran Yesus sebagai hari raya, seperti dikutip dari situs History.
Dipilihnya tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus sebenarnya tidak merujuk pada Alkitab. Pasalnya, tidak ada penyebutan tanggal kelahiran Yesus secara spesifik di Alkitab meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa kelahirannya mungkin terjadi pada musim semi.
Meskipun demikian, Paus Julius I mampu meresmikan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus pada tahun 221, yang kemudian diterima secara universal. Alasan dipilihnya tanggal tersebut adalah karena pihak gereja telah mengadopsi dan menyerap tradisi festival Saturnalia pagan.
Editor: Simon Iqbal Fahlevi