Benarkah Jokowi Panik dan Ofensif? Ini Penjelasan Lengkap Erick Thohir
JAKARTA, iNews.id - Tim Kampanye Nasional (TKN) Capres Cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menepis dinilai sedang panik karena elektabilitas pasangan calon (paslon) 01 semakin mengecil. Penilaian tersebut tidak sesuai fakta sebenarnya berdasarkan hasil riset lembaga survei resmi yang diakui Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Erick Thohir mengatakan, hasil riset lembaga survei menyebutkan selisih suara kedua paslon minimal 20 persen. Hanya ada dua lembaga survei yang menyatakan selisihnya sudah berkurang, yaitu lembaga Media Survei Nasional (Median) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis).
"Kita harus lihat track record. Kita harus berkaca pada lembaga survei yang asosiasinya masuk ke KPU. Jadi lembaga survei yang diakui KPU itu memberi data kedua paslon itu bedanya masih 20 persen," ujar Erick, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Dia mengingakan, pada 2014 Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) memutuskan untuk mengeluarkan Jaringan Suara Indonesia (JSI) serta Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) dari keanggotaan Persepi. Penyebabnya, kedua lembaga itu tidak bisa mempertanggungjawabkan publikasi hasil hitung cepat Pilpres 2014 Prabowo-Hatta unggul dengan selisih 1%-2% suara.
Meskipun merujuk pada hasil survei Median dan Puskaptis, jika dihitung rata-rata selisih elektabilitas kedua paslon, masih di angka 15-18 persen. Semuanya dengan kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Maka, aneh bila disebut Jokowi-Ma'ruf panik. "Intinya, kalau dikatakan Jokowi panik karena survei, jawabannya tidak," ucapnya.
Sementara soal terminologi ofensif, Erick mengaku pernah bicara Tim Jokowi-Ma'ruf sudah saatnya ofensif. Pernyataan itu disampaikan saat rapat koordinasi tim hukum TKN, yang dihadiri Yusril Ihza Mahendra.
Konteks ofensif dimaksud, Jokowi-Ma'ruf sering dilaporkan ke Bawaslu tanpa data akurat oleh pihak lawan. "Jadi saya katakan, sudah selayaknya tim hukum kita ofensif melaporkan dengan fakta dan data," katanya.
Namun, kubu paslon 02 langsung memelintir ketika tim hukum Jokowi-Ma'ruf membuat laporan berdasarkan data dan fakta yang ditindaklanjuti secara serius oleh polisi dengan menyebut ada kriminalisasi. "Mereka tak bisa membedakan kriminalisasi dengan penegakan atas fakta hukum. Ini perlu saya tegaskan supaya fair dulu ya," ucapnya.
Jokowi sendiri, dalam beberapa hari terakhir, sebenarnya hanya menyampaikan isi hati mengenai isu yang selama ini sebenarnya terbalik-balik. Jokowi selaku capres petahana dituduh melakukan kriminalisasi, malah yang terjadi sebenarnya Jokowi dizalimi.
Misalnya, dicap sebagai antek asing, Partai Komunis Indonesia (PKI), antek aseng dan lain-lain. Semua penzaliman itu sudah dimulai sejak 2014 dengan terbitnya Obor Rakyat.
"Jadi kalau sekarang beliau menjawab, itu lumrah. Sebab kalau tak menjawab, nanti fitnah itu dianggap benar. Anehnya, ketika beliau menjawab, dikatakan beliau panik dan ketakutan. Justru beliau sedang menyampaikan data dan fakta, yang selama ini diputarbalikkan," katanya.
Dia menambahkan, yang dilakukan Jokowi sekarang bukan menyerang, namun menyampaikan data dan fakta. Semuanya dilakukan dengan hitungan cermat.
Fakta menunjukkan usai debat perdana Pilpres 2019 tidak memengaruhi pemilih militan yang sudah ada. Data pemilih Jokowi dari empat bulan lalu hingga usai debat pertama berada di angka 54 persen.
Pemilih Prabowo-Sandi di angka 31 persen. Sebanyak 82 persen pemilih menyatakan takkan mengubah lagi pilihannya.
Di sisi lain ada pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voter). Mengacu data Lingkaran Survei Indonesia (LSI) angkanya di 18 persen. Mereka inilah yang coba ditarik suaranya.
Bagi Jokowi-Ma'ruf, caranya dengan menyampaikan fakta dan data sebenarnya atas hal-hal yang selama ini diputarbalikkan. "Ya soal isu dan fitnah PKI lah, antek asing dan antek aseng lah," katanya.
Maka itu, TKN tidak akan berhenti menyampaikan fakta tersebut. "Kenapa pakai data? Contohnya begini. Paslon 02 menjanjikan gaji pegawai akan dinaikkan. Tapi di lain pihak, dia tak konsisten karena menurunkan pajak negara. Darimana untuk membiayainya?" ucapnya.
Editor: Kurnia Illahi