Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : DPD Award 2025 Perdana Resmi Digelar, Sultan Najamudin: Saatnya Temukan Pahlawan Lokal di Daerah
Advertisement . Scroll to see content

Biografi Jenderal Ahmad Yani, Perjalanan Pahlawan Revolusi Nasional

Senin, 02 Oktober 2023 - 19:34:00 WIB
Biografi Jenderal Ahmad Yani, Perjalanan Pahlawan Revolusi Nasional
Biografi Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani. (Foto: Instagram Revolusi-1965)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Dalam biografi Jenderal Ahmad Yani, seorang pahlawan nasional yang sangat dihormati di Indonesia. Jenderal Ahmad Yani salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dan memiliki pengaruh yang besar dalam membangun bangsa ini.

Berikut biografi Jenderal Ahmad Yani yang bisa kita jadikan pengetahuan bersama.

Profil Jenderal Ahmad Yani, Keluarga dan Pendidikan

Jenderal Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah dalam sebuah keluarga sederhana. Ayahnya Raden Soetarjo adalah seorang petani, sedangkan ibunya bernama Raden Sukinem yang seorang ibu rumah tangga. Meskipun tumbuh dalam kemiskinan, Ahmad Yani menunjukkan bakat dan ketertarikan yang luar biasa dalam bidang militer sejak usia muda.

Ahmad Yani mengikuti pendidikan dasar setara SD pada tahun 1935 di Hollandsch-Inlandsche School-HIS di Bogor. Ia kemudian melanjutkan pendidikan setingkat SMP pada tahun 1938 di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs-MULO, juga di Bogor. Selanjutnya, Ahmad Yani melanjutkan pendidikan setara SMA di Algemeene Middelbare School-AMS di Jakarta, Karena kebijakan resep militer Belanda pada saat itu, maka pendidikannya tidak sampai selesai.

Ahmad Yani bergabung dengan Dinas Topografi Militer KNIL di Malang pada tahun 1940 dan mengenyam sekolah militer di Bandung sebagai Sersan. Dia terlibat dalam pertempuran pertamanya selama serangan Belanda terhadap Jepang di Ciater, Lembang, di mana Jepang memenangkan pertempuran tersebut. Ahmad Yani kemudian dipenjara dan dibebaskan sebagai warga negara biasa pada tahun 1942.

Ahmad Yani bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) pada tahun 1943 sebagai penerjemah, berbahasa Inggris, Belanda, dan Jepang. Ahmad Yani menunjukkan keterampilan militer selama ujiannya. Ia menerima pelatihan militer di berbagai tempat, termasuk pelatihan Heiho di Magelang dan Pendidikan Militer Shodancho di Bogor.

Ahmad Yani dikirim ke Sekolah Staf Umum dan Komando di Fort Leavenworth, Kansas, pada tahun 1955-1956. Ahmad Yani menjabat Asisten Logistik KSAD saat itu. Ini adalah titik penting dalam karir militernya yang kemudian mendorongnya ke tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi di Angkatan Darat Indonesia.

Selama karir militernya, Jenderal Ahmad Yani menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dari tanggal 23 Juni 1962 hingga 1 Oktober 1965. Jabatan ini adalah salah satu yang paling penting dalam sejarahnya dan ia menjalankannya dengan dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk melindungi dan mengabdi kepada tanah airnya.

Pendidikan dan jabatan-jabatan yang dipegangnya mencerminkan perjalanan hidup dan dedikasi seorang pahlawan nasional yang berperan besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia serta mengukir sejarah perjuangan bangsa.

Kontribusi Jenderal Ahmad Yani

Dalam perjalanan hidupnya, Ahmad Yani menunjukkan kepiawaian sebagai komandan militer Republik Indonesia sejak tahun 1945. Salah satu momen penting adalah ketika ia berhasil menghalau pasukan Inggris yang memasuki Magelang pada tanggal 21 November 1945, dengan bantuan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan laskar pemuda yang dipimpinnya. Meskipun hanya satu kompi tentara Inggris yang berhasil lolos, Ahmad Yani telah menunjukkan keberaniannya.

Pada tahun 1949, Ahmad Yani memainkan peran penting dalam menghadapi tentara Belanda selama Serangan Umum 1 Maret. Ia memimpin Brigade IX yang wilayah operasionalnya terbentang dari Kedu utara hingga Semarang barat. Anak buahnya aktif menunda perjalanan pasukan Belanda ke Yogyakarta, menghancurkan pos-pos Belanda di jalur yang menghubungkan Yogyakarta dengan Jawa Tengah, dan menjadikan sektor utara Magelang sebagai garis pertahanan yang tidak dapat ditembus.

Tahun 1950-an merupakan puncak karir militer Ahmad Yani. Ia memimpin Banteng Raiders, satuan khusus TNI AD yang dipercaya menumpas kekuatan separatis seperti DI/TII dan PRRI/Permesta, serta aktif dalam pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1955-1956, Ahmad Yani juga mengikuti pelatihan militer di Amerika Serikat dan Inggris, menunjukkan komitmennya untuk memajukan karirnya sebagai panglima militer.

Ahmad Yani diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) pada tahun 1962 menggantikan A.H. Nasution yang menjadi salah satu perwira militer terdekat Presiden Soekarno.

Pernikahan dan Akhir Hidup Sang Jenderal

Ahmad Yani adalah seorang perwira militer yang bertemu dengan Bandiah Yayu Rulia di Purworejo saat belajar mengetik sebelum mengikuti Pendidikan Militer Shodancho di Bogor. Mereka menikah pada akhir tahun 1944 dan membesarkan delapan orang anak di Magelang. Ahmad Yani menggantikan Abdul Harris Nasution sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Letnan Jenderal pada tahun 1963.

Namun, situasi politik di Indonesia berubah drastis pada tahun 1965. PKI mulai mendominasi kursi parlemen dan kabinet, sementara Ahmad Yani menganjurkan pandangan dunia Pancasila yang berbeda dari doktrin komunis yang semakin mendominasi pemerintahan. PKI mengembangkan Kekuatan Kelima dan Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme) melalui Presiden Sukarno, yang meningkatkan ketegangan. Meski taat kepada Presiden, Ahmad Yani berupaya menghalangi program persenjataan massa PKI yang sebagian besar adalah buruh dan petani.

Tindakan ini membuat oknum PKI tidak puas dan melaporkannya kepada Presiden. PKI memandang Angkatan Darat sebagai penghalang terbesar bagi realisasi filosofi mereka. Untuk mengatasi hal ini, PKI menculik beberapa pemimpin Angkatan Darat, terutama Ahmad Yani. Pada saat penculikan terjadi, aparat keamanan presiden yang dipimpin Letkol Untung Syamsuri melaksanakan perintah presiden untuk menangkap Ahmad Yani, dan sekitar 200 tentara Tjakrabirawa menangkapnya secara paksa.

Meski berusaha sekuat tenaga, Ahmad Yani akhirnya ditembak mati oleh Sersan Gijadi. Penculikan tersebut terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.00 dan dikenal sebagai peristiwa G30S/PKI dalam sejarah Indonesia.

Demikianlah biografi Jenderal Ahmad Yani sebagai salah satu pahlawan revolusi yang menjadi korban pada peristiwa Lubang Buaya.

Editor: Faieq Hidayat

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut