Biografi Raden Saleh Syarif Bustaman, Seniman Besar Sang Pelukis Raja
JAKARTA, iNews.id - Biografi Raden Saleh Syarif Bustaman menarik untuk disimak. Dia merupakan salah satu seniman besar yang memelopori seni lukis modern di Indonesia.
Teknik melukisnya tidak perlu diragukan lagi. Dia dikenal memiliki lukisan khas bergaya campuran antara budaya Eropa dan Jawa.
Biografi Raden Saleh Syarif Bustaman menjelaskan, dia biasa dikenal dengan Raden Saleh. Lahir pada 1 Maret 1811 di Semarang, Jawa Tengah. Masa muda dan pendidikan awalnya memainkan peran besar dalam membentuk bakat seninya.
Raden Saleh Dibesarkan dalam keluarga bangsawan Jawa, ayahnya bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja dan ibunya yang bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen. Kedua orang tuanya keturunan Arab dan Jawa, sehingga Raden Saleh memiliki akses ke budaya Jawa yang kaya.
Dia juga memiliki paman seorang birokrat zaman Belanda yang bernama Raden Adipati, Bupati Semarang. Kebetulan, pamannya juga dekat dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Thomas Stamford Raffles.
Dari situlah Raden Saleh mulai berinteraksi dengan orang-orang Belanda ingga bisa menjadi seorang pelukis ternama.
Raden Saleh menjadi seniman besar sejak bersekolah di sekolah rakyat yang disebut juga sekolah Volks. Seorang pelukis Belgia bernama Antonie A.J. Payen menyadari bakat menggambar Raden Saleh kala berusia antara 12 dan 15 tahun.
Pelukis Antonie A.J. Payen berasal dari Belgia dan datang ke Indonesia untuk membantu Profesor Reinwardt. Kebun Raya Bogor yang saat itu masih bernama Buitenzorg dirintis oleh Profesor Reinwardt.
Saat Belanda memerintah Indonesia sebagai negara jajahan, Profesor Reinwardt juga bertanggung jawab di bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan pulau-pulau sekitarnya.
Payen dan rombongan melakukan perjalanan mengelilingi Pulau Jawa. Pertemuan dia dan Raden Saleh pertama kali terjadi di di rumah Warga Priangan, Jonkheer Robert L.S. Van der Capellen, Cianjur.
Karena kepiawaian Raden Saleh sebagai seniman, Payen jatuh cinta padanya dan kemudian berinisiatif membantunya. Dengan bantuan Payen, Raden Saleh belajar dan paham untuk menggunakan cat minyak, terpentin, minyak rami, palet, pisau lukis, serta metode melukis Barat lainnya.
Pada 1829, Raden Saleh berangkat ke Belanda dengan kapal Pieter en Karel bersama pejabat Hindia Belanda yang membidangi urusan uang. Dia belajar melukis potret dan lanskap di Belanda.
Biografi Raden Saleh Syarif Bustaman mengungkap, dia melakukan perjalanan ini tidak hanya untuk belajar melukis. Sebagai bagian dari pekerjaannya, Raden Saleh diminta untuk mengajar inspektur keuangan Belanda de Linge tentang adat, budaya, serta bahasa Melayu dan Jawa.
Raden Saleh kemudian bertemu dengan keluarga Jean Chretien Baud yang pernah menjadi gubernur Hindia Belanda. Selama tinggal di Belanda, mereka membantu Raden Saleh tumbuh dewasa dan mengenalkannya pada sekelompok seniman penting.
Pengembangan gaya seni Raden Saleh berlanjut, dan ia kemudian mendapat pengakuan sebagai "Raja Pelukis." Karya seninya dipamerkan di Amsterdam dan Den Haag, Belanda.
Dia kemudian bertemu Henri Martin, seorang pelatih singa Prancis. Pertemuan itu kemudian menginspirasi Raden Saleh untuk menghasilkan karya orientalis terkenal seperti "Wounded Lion."
Sejarah seni Indonesia diberkati dengan perjalanan luar biasa Raden Saleh yang membawanya ke tingkat internasional. Lukisan-lukisannya yang megah dan kisah perjuangannya tetap menjadi inspirasi bagi generasi seniman selanjutnya.
Raden Saleh tidak hanya menggambarkan perubahan seni rupa Indonesia, tetapi juga menyumbangkan kekayaan seni dunia dengan karyanya yang luar biasa.
Pada 1839, Raden Saleh dikirim oleh pemerintah Belanda untuk menjelajahi Eropa. Dia singgah di beberapa kota, mulai dari Dusseldorf, Frankfurt, dan Berlin di Jerman, hingga akhirnya ia jatuh hati pada kota Dresden. Dia memilih untuk tinggal di sana selama lima tahun.
Berada di Dresden membuatnya merasa seperti orang yang berharga. Sebagai seorang seniman dan pribadi yang memiliki identitas yang kuat, seperti orang Asia, orang Jawa, dan orang Islam, memberinya kebebasan untuk menunjukkan siapa dirinya.
Raden Saleh menjadi sangat dekat dengan Mayor Friedrich Anton Serres dan istrinya Friederikadi Maxen, ketika berada di Dresden. Antoon Serres dan keluarganya membangun Blaue Hausel sebagai musala untuk mengenangnya.
Hal tersebut sebagai tanda persahabatan mereka. Tulisan di dalamnya adalah karya Raden Saleh dalam bahasa Jawa dan Jerman. Dikatakan "Hormati Tuhan, Cintai Manusia".
Raden Saleh kemudian berangkat ke Perancis pada 1845 dan tinggal di sana selama lima tahun. Di sana, dia dengan cepat memperoleh pemahaman dan pengetahuan artistik. Gayanya dipengaruhi oleh seni romantis Eugene Delacroix yang banyak menekankan drama dalam lukisannya.
Selain Prancis, dia juga menghabiskan waktu di Aljazair bersama seorang pelukis terkenal bernama Horace Vernet. Dari perkenalan itu dia mendapatkan inspirasi untuk lukisannya dari adegan perkelahian hewan buas.
Ketika Raden Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1851, cara berpikir dan berperilakunya telah berubah. Melalui kiprahnya di Eropa, dia menjadi salah satu seniman penting dalam sejarah Indonesia.
Biografi Raden Saleh Syarif Bustaman kemudian menceritakan pada tahun 1815, dia kembali ke Hindia Belanda dan diberi tugas mengurus “Koleksi Benda Seni”. Dia menikah dengan Winkleman, wanita asal Eropa pada tahun 1853 atau 1854, namun pernikahan tersebut tidak bertahan lama dan Raden Saleh menyuruhnya pergi.
Kemudian pada 1868, dia menikah dengan Raden Ayu Danoediredjo, seorang wanita Jawa Keraton Yogyakarta yang berasal dari keluarga kaya.
Raden Saleh dan istrinya pergi ke Eropa lagi pada 1875, bahkan mereka pergi ke Italia sebelum kembali ke Jawa pada 1878. Raden Saleh meninggal pada 23 April 1880, dua tahun setelah kembali ke Jawa.
Raden Saleh meninggal akibat adanya sumbatan di dekat jantungnya, sehingga menghalangi aliran darah dan menyebabkan kematiannya.
Raden Saleh seorang pelukis ternama dari Hindia Belanda pada abad ke-19, meninggalkan warisan seni yang tak terlupakan. Beberapa karyanya yang terkenal seperti "Penangkapan Pangeran Diponegoro" pada 1857, menjadi simbol semangat proto-nasionalisme.
Melalui lukisan ini, Raden Saleh menunjukkan keberpihakannya kepada pihak yang kalah dalam konflik tersebut, yakni Diponegoro. Dari hal tersebutlah akhirnya menciptakan identitas bagi seni lukis Indonesia.
Periode ini juga merupakan peiorde besar bagi seni rupa di nusantara, sebab Adolf, Locatelli, Dezentje, Jan Frank, R. Bonnet, Walter Spies, dan Le Mayeur termasuk di antara pelukis barat yang datang ke Hindia Belanda saat itu. Sebaliknya, karya mereka kebanyakan memandang Hindia Belanda sebagai suatu tempat dan bukan sebagai gerakan nasionalis.
Itulah biografi Raden Saleh Syarif Bustaman. Semoga bisa menambah wawasan.
Editor: Rizky Agustian