BNPB Petik Pelajaran terkait Penanganan Bantuan Gempa di Palu dan Donggala
JAKARTA, iNews.id – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memetik pelajaran saat penanganan bantuan gempa magnitudo 7,4 di Kota Palu dan Kabupaten Donggala pada Jumat, 28 September 2018. Pelajaran itu terkait dukungan multipihak baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo mengatakan, Pemerintah secara hati-hati menentukan dan mengizinkan bantuan internasional yang masuk di wilayah Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Pertama, kami belajar pengalaman yang kurang baik sebelumnya bahwa penerimaan bantuan internasional secara bebas memicu risiko terhadap penanganan darurat yang berlangsung," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (28/8).
Agus mengistilahkan bantuan yang bebas masuk tersebut sebagai ‘a tsunami of aid.’ Hal tersebut tidak terjadi pada saat penanganan bencana di Sulteng tahun lalu.
"Pemerintah Indonesia dengan dukungan AHA Centre melakukan screening dan pengelolaan bantuan internasional dengan baik, dengan kata lain pelokalan dukungan diterapkan selama penanganan darurat saat itu," tuturnya.
Pemerintah Indonesia, dia menambahkan, telah belajar sistem penerimaan bantuan yang melibatkan pihak internasional yang sudah dibangun mampu untuk merespons krisis. Salah satunya dengan penanganan berjenjang dimulai dari tingkat administrasi paling bawah sebagai penanggung jawab penanganan bencana, yang kemudian didukung sumber daya nasional, organisasi nonpemerintah maupun mitra internasional.
"Kita lihat dengan sistem yang dibangun, bantuan internasional yang masuk ke Indonesia memang sesuai yang dibutuhkan di lapangan," ujar Agus.
Dia memaparkan, hal ini secara langsung berdampak juga pada bantuan yang kemudian disalurkan melalui organisasi nonpemerintah di dalam negeri. Di satu sisi, organisasi internasional mengalihkan dukungan dengan memberikan dana kepada organisasi nonpemerintah di dalam negeri tersebut.
"Ini menunjukkan bahwa mereka dapat memahami dan mematuhi sistem yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia," kata Agus.
Peningkatan Kapasitas
Di sisi lain, dia mengaku, hal tersebut mendorong praktik terkait dukungan bantuan yang bersumber dari tingkat lokal secara berjenjang. Dukungan atau bantuan dari multipihak itu membuktikan adanya peningkatan kapasitas.
"Saat terjadi bencana, pemerintah daerah dan organisasi nonpemerintah di tingkat lokal harus secara cepat dalam penanganan darurat dan melakukan upaya penanganan yang berbeda dengan peran dalam kondisi normal," ujar Agus.
Pada posisi ini, dia menuturkan, peran kepemimpinan di tingkat provinsi Sulawesi Tengah sangat penting. Tentu, ini didukung BNPB, kementerian/lembaga dan juga TNI/Polri. Dukungan lain yang tidak kalah penting yaitu peran lembaga nonpemerintah atau organisasi masyarakat pada tingkatan yang berbeda dalam koordinasi dan pelaksanaan penanganan darurat.
"Meskipun di sisi lain, koordinasi ini masih menjadi tantangan bersama bagaimana mensinergikan berbagai pihak dalam penanganan darurat." kata Agus.
Pada konteks penanganan bencana Sulteng, dia mengatakan, terlihat sebuah kebutuhan mengenai mekanisme atau platform yang dibutuhkan berbagai pihak, khususnya organisasi nonpemerintah, dalam penanganan yang lebih efektif di lapangan. Platfrom ini sangat diperlukan untuk mengkolaborasikan kerja pemerintah dan organisasi di luar pemerintah.
Sedangkan dalam konteks kemitraan atau partnership, sistem penerimaan bantuan yang telah dibangun tadi mendorong dukungan donor maupun lembaga internasional mengarah kepada mitra mereka di tingkat lokal maupun nasional.
"Kami melihat bahwa organisasi masyarkat di tingkat nasional yang besar, seperti Muhammadiyah dan PKPU, didatangi oleh lebih banyak donor dan LSM internasional daripada sebelumnya. Namun, pada umumnya, ada rekanan yang biasa dari donor biasa, LSM internasional biasa, dan LSM nasional biasa," tutur Agus.
Bencana gempa yang memicu tsunami dan likuifaksi pada wilayah Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong di Provinsi Sulteng telah mengakibatkan lebih dari 4.300 jiwa meninggal dunia dan hilang. Sedangkan kerusakan infrasturktur, bencana menyebabkan kerusakan dengan kategori ringan hingga berat pada sektor perumahan, pendidikan, kesehatan, perkantoran dan pertokoan. Total kerusakan dan kerugian bencana tercatat Rp2,89 triliun.
Editor: Djibril Muhammad