Contoh Cerita Sejarah Pribadi Masa Kecil
 
                 
                JAKARTA, iNews.id - Contoh cerita sejarah pribadi masa kecil selalu diingat oleh sebagian orang. Sebab masa tersebut dianggap sebagai masa-masa paling bahagia dalam hidup.
Cerita sejarah pribadi masuk kategori cerita sejarah non fiksi. Sebab, teks yang dibuatnya itu berdasarkan pengalaman pribadi dan fakta-fakta yang terjadi pada masa lalu.
 
                                Seperti cerita lainnya, cerita sejarah disusun oleh beberapa struktur, diantaranya latar waktu, latar tempat, dan unsur-unsur lainnya dikutip dari berbagai sumber, Selasa (17/10/2023).
1. Judul: Menjadi Juara Lomba Mewarnai
 
                                        Cerita sejarah pribadi masa kecil yang kedua adalah tentang menjadi juara lomba mewarnai. Ini adalah salah satu prestasi yang paling saya banggakan saat masih kecil.
Saya sangat suka mewarnai gambar, baik di buku maupun di kertas kosong. Saya selalu berusaha mewarnai dengan rapi, indah, dan kreatif.
 
                                        Saya juga sering belajar dari buku-buku atau video tentang teknik mewarnai yang baik dan benar. Suatu hari, guru saya mengumumkan bahwa akan ada lomba mewarnai antar sekolah.
Saya langsung tertarik untuk ikut, karena saya ingin menunjukkan kemampuan saya. Saya pun mendaftarkan diri dan mulai berlatih dengan giat.
Saat hari H tiba, saya mewarnai gambar dengan sebaik-baiknya. Saya merasa puas dengan hasilnya.
Ternyata, juri juga mengapresiasi karya saya. Saya berhasil menjadi juara pertama lomba mewarnai. Saya sangat senang dan bersyukur atas pencapaian ini.
2. Judul: Bermain Layang-layang dengan Ayah
Cerita sejarah pribadi masa kecil yang pertama adalah tentang bermain layang-layang dengan ayah. Ini adalah salah satu kenangan yang paling saya sukai saat masih kecil.
Saya selalu menantikan akhir pekan, karena itu artinya saya bisa bermain layang-layang dengan ayah di lapangan dekat rumah.
Ayah adalah orang yang mengajari saya cara membuat, menerbangkan, dan menarik layang-layang.
Dia juga selalu sabar dan perhatian saat saya kesulitan atau gagal.
Saya sangat senang saat layang-layang saya bisa terbang tinggi dan bebas di langit biru. Saya juga merasa bangga saat ayah memuji saya atau memberi saya tips.
Bermain layang-layang dengan ayah adalah momen yang sangat menyenangkan dan berharga bagi saya.
3. Judul: Bersyukur Bisa Kuliah
Aku adalah seorang anak yang tumbuh dengan serba kekurangan. Ayahku sudah meninggal sejak usiaku sembilan tahun, sedangkan ibuku bekerja sebagai buruh laundry.
Penghasilan yang pas-pasan membuat hidup kami sangat sederhana. Hingga akhirnya, kakakku memutuskan untuk bekerja sebagai TKW di Taiwan.
Semenjak itu, kehidupan keluarga kami lebih baik dari sebelumnya. Ibu tetap bekerja, tapi penghasilannya ditabung untuk biaya sekolahku.
Kami makan untuk sehari-hari dengan uang yang kakakku kirimkan. Beberapa tahun kemudian, aku duduk di bangku kelas 12.
Pada masa ini, banyak siswa dihadapkan pada kebimbangan dalam memilih jalan hidup. Entah itu bekerja, kuliah, atau bahkan menikah.
Ibuku menyuruh untuk bekerja sebagai TKW seperti kakakku karena gajinya cukup besar jika dirupiahkan. Namun, aku tidak ingin bekerja kasar.
Aku sadar bahwa rantai kemiskinan diawali karena minimnya ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, aku memilih untuk kuliah.
Ibu sempat sedih mendengar keinginanku. Mengingat, kuliah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi jika kuliah di luar kota maka harus mempertimbangkan biaya kos, makan, dan sebagainya.
Namun, aku meyakinkan ibuku bahwa aku tidak akan membutuhkan biaya besar dalam kuliah. Aku akan mencari beasiswa untuk meringankan beban beliau.
Beruntungnya, aku benar-benar mendapatkan beasiswa "Bidik Misi" yang membantuku untuk memenuhi biaya UKT dan biaya hidupku di tanah rantau.
Aku memilih jurusan akuntansi di Universitas Brawijaya. Sesekali, aku juga mengikuti Lomba Karya Ilmiah dan Kontes Debat.
Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk pribadiku menjadi lebih berani dan percayalah diri. Kuliah memang dapat mengubah mindset seseorang seperti halnya yang aku rasakan saat ini.
Singkat cerita, aku lulus kuliah 3,5 tahun dengan predikat "cumlaude" dan akhirnya bekerja di Kementerian Keuangan.
Pengalaman sebagai orang yang serba kekurangan semasa hidup telah mengantarkanku menjadi pribadi yang tahan banting dan tidak mudah menyerah meraih mimpi. Ibu dan kakakku sangat bangga denganku.
4. Judul: Menjadi Orang Sukses Adalah Impianku
Saya bernama Minarti Atikah Dewi, biasa dipanggil Tika, anak keempat dari lima bersaudara. Saya lahir di Malang, 11 Januari 1998, dan kini tinggal dan bekerja di Surabaya.
Masa kecil saya cukup menyenangkan, saya masuk ke taman kanak-kanak tahun 2003, dan selalu diantar setiap pagi oleh ayah dan siang harinya giliran ibu yang menjemput saya pulang sekolah.
Ayah saya adalah seorang petani yang sehari-hari pergi ke sawah untuk bercocok tanam, sedangkan ibu adalah seorang ibu rumah tangga, tapi juga membuka warung kecil-kecilan di rumah.
Saat libur tiba, saya biasanya akan ikut ayah ke sawah, bukan untuk membantu, tapi hanya bermain-main di sekitar sawah, setelah itu biasanya ayah juga akan mengajak saya untuk mandi dan main air di sungai.
Setelah saya lulus TK, saya melanjutkan pendidikan di sebuah SD Negeri yang letaknya cukup dekat dari rumah. Saat saya masuk SD, saya sudah tidak pernah lagi diantar jemput oleh ayah dan ibu karena saya selalu berangkat dan pulang bersama dengan Sari, tetangga yang juga menjadi sahabat saya hingga saat ini.
Bersama Sari, saya juga duduk satu meja dengannya, mulai kelas 1 hingga kelas 6 SD. Sayangnya, setelah lulus SD, saya dan Sari harus berpisah sekolah.
Saya melanjutkan pendidikan, di SMP Negeri 3 Malang sedangkan Sari melanjutkan pendidikannya ke MTS Muhammadiyah Malang. Di SMP, saya mendapatkan banyak teman baru dan tentunya kenangan-kenangan bersama teman-teman itu tidak mudah untuk terlupakan.
Satu di antara kenangan yang sulit dilupakan itu adalah ketika masa orientasi siswa dan saya cukup sering dikerjai oleh kakak kelas.
Lulus SMP, ayah memutuskan untuk menyekolahkan saya di Surabaya sehingga saya harus lebih mandiri, walau sebenarnya di Surabaya saya masih tinggal dengan saudara, yaitu dengan keluarga kakak pertama saya.
Satu hal yang paling menyenangkan adalah ternyata Sari juga akan bersekolah di Surabaya. Sebab, ayah Sari dipindah tugaskan ke Surabaya sehingga mau tidak mau Sari harus ikut juga.
Nah, di SMA 9 Surabaya inilah saya dan Sari akhirnya melanjutkan pendidikan di sekolah yang sama. Masa-masa SMA juga cukup menyenangkan dan sulit dilupakan.
Masa-masa sekolah mulai dari TK, SD, SMP hingga SMA cukup banyak kenangan yang tercipta. Suka duka bersama teman-teman memang begitu berharga, apalagi hingga saat ini saya juga masih sering berkomunikasi dengan teman-teman sekolah khususnya Sari yang masih menjadi sahabat saya sampai detik ini.
5. Judul: Usaha Takkan Mengkhianati Hasil
Aku memiliki seorang sahabat yang setia denganku sejak aku kecil, namanya Gita sedangkan namaku Gina sehingga teman-teman sering memanggil kami berdua dengan sebutan Gigi.
Sejak kecil kami selalu bersama karena kami juga bertetangga dekat. Aku seperti anak bagi orang tuanya dan dia seperti anak bagi orang tuaku.
Saat kami berdua masuk kuliah di kampus yang sama, tidak ada satu pun dari kami yang bisa mengendarai sepeda motor. Saat itu ayahku bilang kalau salah satu dari aku dan Gita tidak bisa menghendaki sepeda motor dalam dua pekan, maka berangkat dan pulang kuliah harus naik angkot, tidak boleh antar jemput. Begitu pun dengan apa yang dikatakan orang tua Gita.
Padahal, akan sangat ribet jika ke kampus pakai angkot karena jarak rumah ke sekolah cukup nanggung, agak dekat tetapi juga agak jauh.
Maka, setelah diberi ultimatum itu, setelah pulang kuliah, kami mulai latihan naik motor di lapangan belakang rumah diajari oleh kakak Gita yang bernama Kak Gito. Sebelumnya aku sudah bisa menaiki sepeda roda dua jadi saat itu aku sangat yakin dan percaya diri bahwa aku bisa mengendarai sepeda motor dengan mudah. Sementara sahabatku, Gita, tidak bisa sepeda sama sekali.
Namun ternyata untuk melakukannya tidak semudah yang aku pikirkan. Di hari pertama kami belajar sepeda motor, ternyata aku jatuh berkali-kali, apalagi Gita. Untung saja kami pakai motor butut milik ayah Gita yang sangat jarang dipakai. Kami latihan gantian. Ayah dan ibuku hanya melihat kami belajar sepeda motor dari kejauhan.
Keesokan harinya adalah hari libur, jadi aku dan Gita sangat bersemangat untuk latihan sepeda motor dari pagi hari. Di hari kedua latihan sepeda motor, ternyata Ayah turun tangan membantuku ikut naik motor denganku, jadi aku tinggal mengikuti instruksinya saja.
Namun ketika ayah melepasku sendiri, aku terjatuh lagi dan lagi. Gita hanya mentertawakanku, padahal dia juga belum bisa. Meskipun begitu kami tidak menyerah dan terus semangat. Bahkan kami latihan sepeda hampir seharian lupa makan.
Kami berlanjut belajar di hari-hari selanjutnya tanpa didampingi. Tepat di hari ketiga, aku ada peningkatan karena sudah mulai bisa menjaga keseimbangan.
Meski cuaca panas, aku dan Gita tetap bersemangat dan latihan sambil tertawa riang. Aku sangat bahagia dan langsung memberitahu kedua orang tuaku bahwa aku sudah bisa menaiki sepeda motor.
Namun kata ayahku, aku harus bisa menaikinya dengan lancar tidak hanya sebatas itu saja. Pada hari ketiga ini kami mulai merasa lelah karena kami berpikir bahwa mengendarai sepeda motor dengan lancar itu benar-benar sulit.
Di hari selanjutnya, kami latihan sepeda motor bersama di jalanan dekat sawah samping rumahku. Aku sangat bersemangat karena kala itu aku sudah mulai lancar mengendarai motor.
Meski begitu, Gita terus menemaniku di hari-hari selanjutnya. Saat aku sudah lancar, aku pun berteriak kegirangan karena aku yakin bahwa aku bisa pergi ke kampus bersama Gita membawa motor.
“Yeay Gita lihat! Aku sudah lancar bawa motor!” Namun saat aku berteriak ternyata aku kehilangan kendali dan motor ayah Gita masuk ke sawah bersamaku juga, “Bruuuukkkk!”. Gita mentertawaiku karena tubuhku dipenuhi dengan lumpur. Aku pun menarik Gita untuk ikut tercebur ke sawah.
Aku tidak menyangka bahwa di saat aku sudah cukup lancar naik sepeda justru aku jatuh masuk ke sawah. Ayahku menolong kami dan membawa kami ke rumah, kemudian ayah berkata bahwa aku tidak usah belajar sepeda lagi karena aku jatuh ke sawah. Ibuku memarahiku karena aku tidak berhati-hati saat latihan, dan melarangku juga untuk latihan. Gita meyakinkan ayah dan ibuku bahwa aku sudah cukup lancar.
Keesokan harinya, Gita tetap menemaniku latihan dan orang tuaku tetap melarangku. Namun Gita memohon supaya diperbolehkan. Saat itu aku langsung latihan ditemani Gita dan ayahku melihat aku sudah cukup lancar.
Aku melihat ayah dan ibuku memperhatikanku dari teras rumah sambil berkata, “Wah ternyata anak Ayah sudah lancar sepeda toh. Minggu depan sepertinya bisa nyoba bikin SIM biar bisa ke kampus naik motor bareng Gita.” Mendengar kalimat itu kami langsung senang sekali.
Aku dan Gita, sahabatku, ternyata memiliki pengalaman yang sangat seru dan tak terlupakan. Padahal ayahku dan ayah Gita memberiku tantangan selama dua pekan, tetapi aku bisa cukup lancar mengendarai motor tidak lebih dari dua pekan.
Pengalamanku bersama Gita saat belajar motor sangatlah terkenang, apalagi sampai masuk sawah. Tentu tak terlupakan.
Demikian kumpulan contoh cerita sejarah pribadi masa kecil. Semoga menginspirasi ya!
Editor: Johnny Johan Sompotan