Cucu Pendiri NU: Reuni 212 Cerminan Gairah Persatuan Umat Islam
JAKARTA, iNews.id – Pengasuh Pondok Pesantren al-Farros di Jombang Jawa Timur, KH Irfan Yusuf atau akrab disapa Gus Irfan, menilai jalannya Reuni Akbar 212, Minggu (2/12/2018) kemarin, sebagai cerminan dari semangat persatuan umat Islam di Indonesia. Menurut dia, tidak tepat bila acara tersebut dicap politis dan dimodali oleh pihak-pihak tertentu.
“Semua kan bisa dibilang politis kalau kita melihat dari kacamata politik. Kalau kita lihat dari kacamata dakwah dan persatuan, ya ini persatuan,” kata Gus Irfan saat dihubungi, Senin (3/12/2018).
Dia pun lantas menyinggung acara peresmian pasar atau jalan tol yang kerap dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini. Dia menuturkan, berbagai acara peresmian oleh presiden itu bisa juga disebut politis bila dilihat dari sudut pandang politik.
“Sama saja dengan presiden meresmikan pasar misalnya, itu kita lihat peresmian pasarnya atau politiknya? Semuanya tergantung kita melihatnya dari kacamata yang mana,” ungkap Gus Irfan.

Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari itu pun mengaku ikut ambil bagian dalam Reuni Akbar 212 yang digelar di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, kemarin. Dia berangkat dari Surabaya menuju Jakarta pada Sabtu (1/12/2018) malam, menggunakan pesawat terakhir pada hari itu.
Di dalam pesawat yang dia tumpangi, ada rombongan peserta Reuni Akbar 212 dari berbagai wilayah di Jawa Timur, seperti Madura dan Malang. “Hampir 80 persen penumpang pesawat malam itu memang yang akan berangkat ke Monas. Jadi, mereka berangkat murni dari uang pribadi. Tidak ada hubungannya dengan pemodal. Ini mencerminkan semangat persatuan umat Islam,” ujarnya.
Gus Irfan menegaskan, dia tak melihat unsur politis di Reuni Akbar 212. Dia justru melihat kuatnya semangat persatuan yang digelorakan umat Islam melalui acara ini. “Girahnya luar biasa. Saya itu orang ndablek (bandel). Hampir tak pernah menangis dalam hidup kecuali saat Ibu meninggal. Kemarin itu, melihat begitu banyak orang, apalagi saat baca selawat, begitu banyak orang baca selawat, tak terasa air mata menetes,” tuturnya.

Editor: Ahmad Islamy Jamil