Dedi Mulyadi Diadukan ke Komnas HAM Buntut Kirim Siswa Nakal Jabar ke Barak Militer
JAKARTA, iNews.id - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi diadukan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Kamis (9/5/2025). Pengaduan dilakukan buntut kebijakan Dedi mengirim siswa nakal di Jabar ke barak militer.
"Saya beserta kuasa hukum saya dari LBH Pendidikan Indonesia mengadukan Gubernur Jawa Barat Pak Dedi Mulyadi terkait dengan kebijakan beliau yang memasukkan siswa dengan permasalahan perilaku ya, kalau bahasa beliau yang nakal akan dimasukkan ke barak dan dididik oleh militer. Nah saya, selalu orang tua murid di Jawa Barat tidak setuju dengan kebijakan ini," kata Adhel Setiawan, orang tua murid asal Babelan, Kabupaten Bekasi, Jabar kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).
Adhel ingin kebijakan Dedi dihentikan. Pasalnya, kebijakan ini sarat akan dugaan pelanggaran HAM.
Dia menilai Dedi Mulyadi tidak mengerti falsafah pendidikan. Menurut dia, pendidikan seharusnya bertujuan memanusiakan manusia.
"Artinya, anak didik itu bukan tanah liat atau benda yang harus dibentuk. Tapi anak didik itu adalah subjek atau manusia yang harus dibimbing atau ditumbuhkan potensi tumbuh kembang serta bakatnya, bukan dibentuk," tutur dia.
Dedi mengatakan permasalahan kenakalan remaja dikarenakan mereka tidak didengar ihwal apa yang diinginkan. Sehingga, hal itu menjadi tugas guru, orang tua beserta pemerintah yang memegang kebijakan tentang pendidikan.
"Bukan ujug-ujug dibawa ke militer lalu dibina, dididik ala-ala militer. Nah ada enggak jaminan selama dibina di barak ini mereka tidak diintimidasi, tidak dibentak, tidak dimarahi," tuturnya.
"Buktinya kemarin saya baca di berita-berita itu mereka bangun jam 4 pagi, tidur jam 10 malam, dipakein baju militer, diajarin baris-berbaris, rambut dibotakin dan lain sebagainya. Nah ini terbuka peluang yang sangat besar untuk terjadinya pelanggaran HAM," katanya.
Dia mempertanyakan kebijakan itu akankah dapat menjamin menyelesaikan masalah kenakalan. Apalagi, kurikulum untuk pendidikan di militer tidak diuji apakah terbukti ampuh atau tidak.
"Yang ketiga, enggak ada satu pun payung hukum yang membolehkan militer untuk ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja. Itu enggak ada satu pun pasalnya atau payung hukumnya," ujar dia.
Oleh karena itu, dia menduga Dedi Mulyadi melakukan penyalahgunaan wewenang, paling tidak melampaui kewenangannya sebagai gubernur.
"Karena mengeluarkan kebijakan yang tidak berdasar hukum dan cenderung melanggar hak asasi manusia. Nah untuk itulah kami mengadukan beliau ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia supaya kebijakan ini dihentikan," tutur dia.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengungkapkan sejumlah kriteria siswa yang bermasalah dan perlu dibina di barak TNI-Polri. Kebijakan ini akan diterapkan secara bertahap mulai awal Mei 2025.
"Tukang tawuran, tukang mabok, tukang main Mobile Legends yang kalau malam kemudian tidurnya tidak mau, sore," kata Dedi usai menghadiri rapat di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Dia menuturkan, para siswa yang suka melawan orang tua, berbuat onar hingga membolos sekolah juga akan dibina. Dedi mengatakan, para siswa nantinya tetap belajar di barak selayaknya sekolah. Bedanya, mereka belajar di area kompleks TNI atau Polri.
"Nanti ada ruang kelasnya. Nanti ada guru yang dari sekolah di mana dia asal untuk berkunjung. Enggak ada problem apa pun. Saya dulu pernah membuat ruang itu dengan membuang ruang sepak bola," tuturnya.
Sementara itu, Menteri HAM Natalius Pigai mendukung program Dedi Mulyadi tersebut. Menurut Natalius, pada dasarnya program mengirim anak ke barak militer sesuai dengan asa cita Presiden Prabowo Subianto dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
"Oleh karena itulah beberapa kebijakan presiden, makan bergizi gratis, pendidikan, kesehatan dan peningkatan kompetensi skill dan sumber daya manusia dan membumikan kebijakan populis dari Sabang sampai Merauke secara masif itu adalah menyiapkan SDM yang unggul dalam masa yang akan datang," ujar Natalius di Gedung Kementerian HAM, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Editor: Rizky Agustian