Demokrasi Tanpa Korupsi
JAKARTA, iNews.id - Unggulnya dua tersangka kasus korupsi dalam gelaran Pilkada 2018 seolah menjadi tamparan keras sekaligus mengundang banyak pertanyaan.
Hal ini diduga karena aturan hukum yang lemah di mana calon kepala daerah berstatus tersangka tetap diperbolehkan mengikuti kontestasi Pilkada 2018. Parahnya, akibat politik uang dan kondisi masyarakat yang apatis terhadap rekam jejak calon justru membuka peluang kemenangan bagi para tersangka korupsi.
Sebagai langkah antisipasi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun segera menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018. Isinya dengan tegas melarang bagi mantan narapidana korupsi, narkoba dan pelaku kejahatan seksual anak untuk mencalonkan diri di pemilihan legislatif 2019.
Sebagai penyelenggara pemilu, KPU tentunya bertanggung jawab menyaring figur-figur terbaik sebagai kandidat yang nantinya akan dipilih oleh rakyat. Sayangnya, di tengah langkah tegas KPU tersebut, sejumlah pihak justru berupaya menghalangi. Lagi-lagi hal ini muncul akibat lemahnya aturan perundang-undangan.
Meski PKPU tersebut akhirnya disahkan oleh Kemenkumham, masih terdapat celah bagi mantan narapidana yang ingin mencalonkan diri dalam pileg 2019, untuk melakukan judicial review.
Hukum yang lemah justru akan menguatkan langkah para koruptor. Pesta demokrasi seharusnya menjadi satu-satunya sarana bagi rakyat untuk memilih sendiri calon pemimpinnya.
Karena itu, sudah seharusnya, rakyat diberikan kandidat-kandidat terbaik, dan bukannya orang-orang yang sedang maupun pernah bermasalah dengan hukum. Lantas, sejauh mana komitmen politik pemerintah dalam mengawal pemilu 2019?
Saksikan Delik episode ‘Demokrasi Tanpa Korupsi (Mimpi)’ Minggu tengah malam nanti hanya di RCTI.
Editor: Ranto Rajagukguk