Dewan Pers Bentuk Satgas Usut Kasus Kekerasan Jurnalis di Papua
JAKARTA, iNews.id - Dewan Pers Bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengusut kasus kekerasan yang dialami jurnalis di Papua. Satgas juga akan menginvestigasi beredarnya video provokasi yang diduga dibuat oknum jurnalis.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya mengatakan, Dewan Pers menerima laporan tentang beredarnya video propaganda yang meresahkan warga Papua dan berkedok karya jurnalistik. Video itu diduga kuat dibuat dua oknum wartawan televisi.
Agung mengatakan, Dewan Pers belum dapat memastikan apakah laporan tersebut benar adanya. Dia menyebut Satgas akan bekerja selama tiga bulan dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap permasalahan ini.
"Ada narasi yang terbangun, teman-teman wartawan, oknumnya, melakukan tindakan provokasi hingga membuat situasi di Papua gaduh, gitu kan,” kata Agung saat memberikan keterangan pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Turut hadir dalam konferensi pers ini Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana dan Ketua AJI Abdul Manan.
Agung mengatakan, saat ini sebagian masyarakat Papua sudah tak mempercayai wartawan maupun media massa lantaran adanya pekerjaan oknum jurnalis yang merugikan semua pihak. Kondisi ini pun merugikan jurnalis secara keseluruhan.
Situasi Kota Jayapura, Papua, pascakerusuhan beberapa hari lalu. (Foto: AFP).
Untuk, dua jurnalis televisi lokal dan nasional mengambil gambar pada 23 Agustus 2019 berupa wawancara peserta aksi atas nama Lenonarde Ijie pada saat aksi menyalakan lilin di Kota Sorong. Aksi itu merespons aksi rasisme di Kota Malang dan Surabaya.
Hasil wawancara yang dilakukan dua orang jurnalis televisi terhadap peserta aksi tersebut kemudian diedit. Hasil editing itu kemudian beredar di media sosial dan grup-gurp WhatsApp dan memicu keresahan warga kerena isinya dinilai berisi ujaran kebencian dan propaganda.
Beredarnya video hasil editan itu membuat jurnalis dari berbagai platform terhambat melakukan tugas-tugas jurnalistik karena khawatir ada penolakan dari masyarakat. Selain itu, muncul laporan adanya kekerasan yang terjdi pada jurnalis belakangan ini.
”Yang akan kami lakukan adalah turun ke lapangan untuk mendalami dugaan kekerasan yang didapati teman-teman wartawan. Membuat kronologi, menemui pihak-pihak terkait, termasuk saksi mata. Bukti-bukti juga,” ucapnya.
Agung menegaskan, jika benar video yang tersebar itu merupakan karya jurnalistik, maka yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi dengan Undang-Undang (UU) Pers. Sebaliknya jika hal itu muncul di media sosial maka akan terjerat sanksi UU ITE.
"Kami mesti memastikan dahulu, apakah itu dilakukan dalam posisi wartawan dalam kerjanya atau bukan. Jangan salah. Ada kalanya betul profesinya wartawan, tapi dia tidak melakukan bekerja jurnalistik, tapi melakukan pelanggaran," katanya.
Editor: Zen Teguh