DPR Optimistis RUU Pertanahan Segera Disahkan
JAKARTA, iNews.id – Komisi II DPR optimistis dapat menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang telah berlangsung selama tujuh tahun atau sejak 2012 silam. Meski masih terdapat pro dan kontra, RUU ini diyakini bisa segera disahkan DPR pada periode sekarang yang akan berakhir masa kerjanya pada September 2019.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan DPR Herman Khaeron mengatakan, sebagian besar anggota Komisi II telah memiliki semangat yang sama untuk menyelesaikan RUU ini. Apalagi, dari 15 bab yang ada, lima bab awal yang menjadi substansi sudah selesai dibahas.
”Itu sudah kami selesaikan. Sepuluh yang lain adalah bab pendukung. Isinya tentang Reforma Agraria, PPSL (Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap), tentang sanksi administratif, sanksi hukum, pembentukan PPMS di bidang pertanahan. Dan saya kira pasal-pasal peralihan itu adalah sebagai pendukung,” ujar Herman Khaeron dalam Diskusi Forum Legislasi bertema ”Tarik Ulur UU Pertanahan” di Media Center MPR/DPR, Senayan, Selasa (23/7/2019).
Herman mengatakan, RUU merupakan inisiatif DPR yang sudah masuk pada prioritas dan program legislasi nasional (prolegnas) periode 2009-2014. Selanjutnya pada periode 2015-2019 kembali masuk menjadi prioritas.
Menurutnya, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang menjadi acuan dalam urusan pertanahan sesungguhnya sudah tidak cukup mampu memberikan rasa keadilan di bidang pertanahan bagi masyarakat.
Pelaksana Tugas Biro Hukum dan Humas ATR-BPN Andi Tenrisau mengatakan, banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan dalam hal pertanahan. Salah satunya, UU yang mengamanatkan bahwa pengaturan hak milik harus dengan undang-undang. ”Sampai sekarang itu belum, itu kami sangat tunggu,” katanya.
Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR Inosentius Samsul menambahkan, gagasan dasar RUU ini tidak untuk mengantikan UU No 5/1960. Dalam RUU ini, ada sejumlah pembaharuan di antaranya soal mekanisme penyelesaian sengketa, adanya lembaga penjamin sertifikat, dan juga adanya bank tanah.
”Inilah yang saya kira pembaruan-pembaruan untuk menjawab beberapa persoalan yang selama ini muncul konkret. Kalau bicara tentang lembaga penyelesaian sengketa itu berarti salah satu jawaban terhadap permasalahan mengenai konflik-konflik yang selama ini terjadi di masyarakat konflik pertanahan,” katanya.
Editor: Zen Teguh