Dukung Putusan MK soal Gratiskan SD-SMP Swasta, DPR Singgung Revisi Kebijakan BOS
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani, menyambut baik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah untuk menggratiskan pendidikan di tingkat SD-SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta. Ia menilai hal itu sebagai langkah setiap warga negara mampu mendapatkan pendidikan yang layak.
"Tentu kami mendukung atas semangat konstitusional untuk menjamin hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak dan merata," kata Lalu saat dihubungi, Rabu (28/5/2025).
Meski begitu, pihaknya berkomitmen untuk mengawal implementasi putusan MK ini agar sejalan dengan amanat UUD 1945, khususnya pasal 31 yang menyebut, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sebab, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) harus diperhatikan kesiapannya.
"Namun kita juga perlu menyoroti pentingnya kesiapan anggaran negara dan tata kelola pendidikan nasional. Pemerintah, melalui APBN dan APBD, harus mampu menanggung pembiayaan operasional pendidikan SD-SMP baik negeri maupun swasta secara adil dan proporsional," tuturnya.
Menurutnya, harus ada mekanisme transparan untuk memastikan sekolah swasta mendapatkan subsidi yang memadai, tanpa mengorbankan kualitas dan kemandirian pengelolaan sekolah. Untuk itu, ia menilai, revisi kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) sangat diperlukan.
"Revisi kebijakan dan regulasi teknis terkait BOS sangat diperlukan, agar dana ini juga mencakup sekolah swasta secara menyeluruh," ungkap Lalu.
Ia meminta seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan, termasuk organisasi penyelenggara pendidikan swasta bisa duduk bersama guna merumuskan peta jalan implementasi putusan MK ini.
"Harapannya, pendidikan gratis tidak hanya menjadi kebijakan populis, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat SDM Indonesia ke depan," kata Lalu.
Sebagai informasi, MK mengabulkan gugatan uji materi UU Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MK memerintahkan pemerintah pusat dan daerah menggratiskan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta, secara bertahap.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) serta tiga orang ibu rumah tangga, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 mengatakan, pendidikan dasar tanpa memungut biaya merupakan bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial dan budaya (ekosob).
“Perwujudan pendidikan dasar yang tidak memungut biaya berkenaan dengan pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap, secara selektif, dan afirmatif tanpa memunculkan perlakuan diskriminatif,” kata Enny di Gedung MK, Selasa (27/5/2025).
Melalui putusan ini, MK menyatakan frasa 'wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya' dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif sehingga bertentangan dengan konstitusi.
MK dalam amar putusannya mengubah norma frasa tersebut menjadi, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Menurut Mahkamah, konstitusi telah dengan jelas mengamanatkan kewajiban negara dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan pengutamaan pada tingkat pendidikan dasar. Dalam kaitan ini, pembiayaan dan penyelenggaraan pendidikan dasar oleh pemerintah merupakan suatu keniscayaan.
Editor: Puti Aini Yasmin