Ekonomi Terpukul! Kerugian Bencana Sumatera Ditaksir Tembus Rp68,67 Triliun
JAKARTA, iNews.id - Bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Pulau Sumatera bulan ini diperkirakan menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp68,67 triliun. Menurut Center of Economic and Law Studies (Celios) total kerugian itu setara dengan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,29 persen.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa dampak bencana ini secara langsung memengaruhi kondisi ekonomi nasional. Sebab, Sumatera Utara merupakan salah satu simpul industri nasional di Pulau Sumatera.
"Secara nasional, terjadi dampak penurunan Produk Domestik Bruto mencapai Rp68,67 triliun atau setara dengan 0,29 persen," tulis Bhima Yudhistira dalam studinya, dikutip Selasa (2/12/2025).
Secara regional, dampak terberat diprediksi terjadi pada Provinsi Aceh, yang ekonominya diperkirakan menyusut sekitar 0,88 persen atau setara Rp2,04 triliun. Dampak kepada provinsi lain juga dirasakan dari melemahnya arus barang konsumsi maupun kebutuhan industri.
Celios menyebutkan bahwa perhitungan kerugian ekonomi tersebut didasarkan pada lima jenis kerugian utama. Perhitungan ini meliputi kerugian rumah (masing-masing Rp30 juta), kerugian jembatan (biaya pembangunan kembali Rp1 miliar per jembatan), dan kerugian perbaikan jalan (Rp100 juta per 1.000 meter).
Selain itu, kerugian juga mencakup perhitungan pendapatan keluarga yang hilang selama 20 hari kerja dan kerugian lahan sawah, dengan asumsi kehilangan mencapai Rp6.500 per kg dan setiap hektar menghasilkan 7 ton.
Studi Celios menyoroti bahwa bencana ekologis ini dipicu oleh alih fungsi lahan yang diakibatkan oleh deforestasi untuk perluasan kebun sawit dan pertambangan. Bhima menilai bahwa kontribusi ekonomi dari sektor tambang dan sawit di Aceh tidak sebanding dengan kerugian besar akibat bencana yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera melakukan moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit. Bhima Yudhistira menyerukan perlunya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi.
"Sudah waktunya beralih ke ekonomi yang lebih berkelanjutan, ekonomi restoratif. Tanpa perubahan struktur ekonomi, bencana ekologis akan berulang dengan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar," kata Bhima.
Editor: Puti Aini Yasmin