Freeport Indonesia Targetkan Tambang Grasberg Beroperasi Penuh Tahun Depan usai Longsor
JAKARTA, iNews.id - Direktur Utama PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menyebut, tambang emas Grasberg Cave (GBC) baru beroperasi 100 persen pada kuartal II 2026, setelah insiden longsor yang terjadi pada 8 September 2025 lalu.
Tony menuturkan, longsor berdampak pada penurunan produksi emas secara signifikan. Bahkan, pada RKAB tahun 2025, target penjualan emas sudah dipastikan tidak tercapai, atau hanya 33.000 ton alias 50 persen dari target 67.000 ton.
"Longsor ini menyebabkan kami berhenti produksi di tambang bawah tanah, kami fokus pada pencarian ke-7 orang karyawan kami yang terperangkap, yang menyebabkan kami berhenti produksi itu hampir 50 hari. Pada 28 Oktober, baru kemudian atas diskusi dengan Kementerian ESDM, untuk mengoperasikan kembali tambang bawah tanah," ujar Tony dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Senin (24/11/2025).
Tony menambahkan, hingga akhir tahun ini diproyeksikan produksi emas dari tambang Grasberg masih berada di angka 80 persen dari kapasitas produksi. Masih diperlukan upaya pembersihan dan pemulihan infrastruktur terdampak longsoran.
Progres pembersihan dan pemulihan infrastruktur tersebut akan berlangsung hingga kuartal II 2026 mendatang, sebelum tambang akhirnya Grasberg kembali beroperasi 100 persen.
"Selanjutnya rencana kerja untuk pengoperasian Grasberg ini di bulan November dan Desember melakukan pembersihan, kemudian persiapan infrastruktur, karena pada saat longsoran terjadi banyak infrastruktur yang juga rusak, dan memerlukan waktu sebelum kami memulai operasional," kata Tony.
Meski demikian, Tony memastikan kinerja keuangan perseroan masih tetap terjaga ditopang dari kenaikan harga komoditas secara global. Meskipun produksi emas menurun hampir setengahnya, namun harga emas diproyeksikan 80 persen lebih tinggi dari target RKAB.
"Emas juga, di RKAB proyeksi harga emas 1.900 dolar AS/oz, tapi kita cek harganya masih di 3.000 dolar AS/oz. Jadi pendapatan masih tetap tinggi, padahal produksi berkurang sekitar separuhnya," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama