Gelar GLSP di Sorong, KPI: Jangan Jatuh pada Jebakan Hoaks
JAKARTA, iNews.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menggelar Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) di Sorong, Papua Barat, (17/11/2021). Dalam diskusi yang digelar, KPI Pusat mengajak masyarakat untuk memperkuat literasi media yang kuat dalam menghadapi kepungan informasi dari media konvensional maupun media baru.
Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut. Menurutnya, literasi media yang kuat akan menuntun masyarakat agar tidak tersesat dalam belantara informasi, tidak jatuh dalam jebakan hoaks, ujaran kebencian, ajakan kekerasan atau pun konten porno yang kerap kali hadir sebagai sebuah residu dari melimpahnya informasi.
Kapasitas literasi media yang dimaksud yakni kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi serta mengomunikasikan informasi dalam berbagai bentuk media.
Dalam pemaparannya di hadapan peserta GLSP yang merupakan anggota Bhayangkari Papua Barat, Hardly menjelaskan hingga saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih menonton televisi baik melalui siaran free to air (FTA) atau pun televisi berlangganan (Pay TV). Meski sebagian besar sudah mulai beralih menggunakan internet, televisi masih menjadi media yang menjadi sumber rujukan bagi masyarakat.
Agenda migrasi siaran televisi digital pada 2 November 2022 mendatang akan menghadirkan saluran-saluran televisi yang semakin banyak dari jumlah yang ada sekarang. Di sisi lain, perkembangan internet pun telah menghadirkan disrupsi informasi.
“Setiap orang berkesempatan menjadi produsen informasi yang dapat diakses oleh jutaan penonton," ujar Hardly, Rabu (17/11/2021).
Kondisi inilah yang mengharuskan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas literasi media agar berdaya dan memiliki ketahanan informasi yang baik. Harapannya, dengan kapasitas literasi yang baik, masyarakat mampu menjadikan media sebagai alat mendapatkan informasi yang bermanfaat baik untuk diri sendiri atau pun lingkungan sekitarnya.
Tentang media konvensional atau media lama dan media baru, Hardly memaparkan perbedaan signifikan pada keduanya. Secara prinsip, media konvensional yang diwakili oleh televisi dan radio hadir di masyarakat sebagai sebuah entitas bisnis yang terikat dengan regulasi serta tanggung jawab sosial.
Hal yang berbeda tentunya dengan media baru yang sampai saat ini belum memiliki regulasi konten yang tegas. Di satu sisi, media baru pun dikelola oleh masing-masing individu yang tidak punya kewajiban sosial di masyarakat.
“Jangan heran kalau hoaks, ujaran kebencian atau pornografi memiliki lahan yang subur di media baru, karena belum ada regulasi yang rinci tentang konten di sana”, tutur Hardly.
Dirinya berharap, peserta yang merupakan kaum Ibu dapat memberikan keteladanan pada anak-anak dalam mengonsumsi media. Salah satunya dengan hanya menonton siaran televisi yang baik dan meninggalkan siaran televisi yang memiliki konten negatif.
Selain itu, Hardly juga mengingatkan pada kaum ibu di Papua Barat untuk memahami tentang penggunaan fitur kunci parental pada televisi berlangganan. Dengan fitur ini, orang tua dapat mengatur saluran mana saja yang dapat diakses anak-anak dan yang tidak boleh sama sekali.
Meski demikian, sebaiknya orang tua selalu hadir mendampingi anak-anak dalam menonton televisi atau pun mengakses media lainnya. Dia merasa perlu mengingatkan karena sebagian besar wilayah Papua Barat hanya dilayani oleh lembaga penyiaran berlangganan atau Pay TV.
GLSP di Kota Sorong merupakan penutup rangkaian GLSP yang berlangsung sepanjang tahun 2021. Narasumber lain yang hadir yaitu dr Feilin Tanita selaku Ketua Bhayangkari Cabang Manokwari serta Martha Victoria dari Academy Indosiar.
Kemudian ada Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Irjen Pol Dr Tornagogo Sihombing dan Ketua Bhayangkari Daerah Papua Barat Martha Tornagogo Sihombing yang turut hadir memberikan sambutan serta membuka acara.
Editor: Rizal Bomantama