Gubernur Koster Larang Pendakian Gunung Bali, Yerry Tawalujan: Bertentangan dengan Prinsip Pariwisata Berkelanjutan
JAKARTA, iNews.id - Ketua Bidang Sosial dan Kesejahteraan Rakyat DPP Partai Perindo Yerry Tawalujan mengatakan kebijakan Gubernur Bali I Wayan Koster yang melarang aktivitas pendakian di semua gunung di Pulau Dewata kurang tepat. Apalagi jika ditinjau dari segi sustainable tourism, pariwisata berkelanjutan dan ecotourism.
Yerry Tawalujan putra asli Minahasa ,yang merupakan bacaleg DPR RI dari Partai Perindo Dapil Sulawesi Utara itu, menjelaskan, merujuk pada teori dari United Nation World Tourism Organization, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan sepenuhnya dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini dan untuk masa depan, sambil memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan komunitas tuan rumah.
"Pariwisata berkelanjutan itu memperhatikan tiga aspek utama, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Apakah ada manfaat ekonomi bagi penduduk sekitar destinasi wisata, apakah kehidupan dan tatanan sosial masyarakat, termasuk ritual keagamaan, terganggu atau tidak, dan apakah lingkungan tetap terpelihara dengan adanya kegiatan pariwisata," kata Yerry, Sabtu (3/6/2023).
Politisi Partai Perindo ,partai yang ditetapkan KPU bernomor urut 16 pada kertas suara Pemilu 2024 itu, melanjutkan, berdasarkan rumusan pariwisata berkelanjutan oleh UNWTO itu, ia berpandangan penduduk sekitar merasakan manfaat ekonomi jika ada kegiatan pendakian. Kemudian, aktivitas pendakian juga tidak menggangu tatanan sosial masyarakat.
"Jawaban ketiga memerlukan penelitian lebih lanjut, tapi hipotesisnya adalah para pendaki gunung yang mayoritas pencinta alam tidak akan merusak alam," ujar Yerry.
Juru bicara nasional Partai Perindo ,partai yang dikenal peduli rakyat kecil, gigih memperjuangkan penciptaan lapangan kerja, dan Indonesia sejahtera itu, menilai, alasan Koster melarang pendakian gunung di Bali, karena ingin menjaga kesucian gunung lantaran banyaknya turis asing yang berbuat onar.
Menurut Yerry, masyarakat Bali tentu lebih memilih menjaga kesucian pura yang merupakan tempat mereka melakukan sembahyang.
"Pura Besakih dan puluhan pura besar lainnya yang jelas sebagai tempat ibadah nan suci dan sakral saja terbuka untuk wisatawan, ini kok mendaki gunung dilarang dengan alasan mengurangi kesakralan, nalarnya tidak benar ini," kata Yerry.
Yerry menambahkan, berdasarkan teori Ecotourism atau ekowisata, justru kegiatan pendakian gunung dan wisata ke alam itu harus lebih banyak dilakukan. Merujuk definisi The International Ecotourism Society (TIES), ekowisata adalah perjalanan yang dilakukan dengan tanggung jawab ke kawasan alam untuk melestarikan lingkungan serta menopang kesejahteraan masyarakat lokal.
"Jadi, kami meminta Gubernur Bali untuk tidak sewenang-wenang membuat kebijakan. Lakukan dulu kajian ilmiah. Atau minimal koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," ucap Yerry.
"Pihak KLHK khususnya Balai Taman Nasional gencar promosikan ekowisata ke taman-taman nasional, termasuk mendaki gunung. Jangan sampai kebijakan daerah bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat," ujarnya.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq