Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Prabowo Bertemu Dasco di Istana, Bahas Pertumbuhan Ekonomi hingga Situasi Politik-Keamanan
Advertisement . Scroll to see content

Hikmahanto: NKRI Belum Aman dari Ancaman Negara Lain

Rabu, 03 Juli 2019 - 12:19:00 WIB
Hikmahanto: NKRI Belum Aman dari Ancaman Negara Lain
Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. (Foto: Koran SINDO/Abdul Rochim)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengingatkan, wilayah NKRI hingga kini belum kunjung aman dari berbagai ancaman luar. Bahkan, dia menyebut ancaman asing kini terjadi di berbagai wilayah NKRI, baik darat, laut, maupun udara.

Dia menuturkan, di darat, Pemerintah Indonesia dan Malaysia masih bersengketa soal batas wilayah Camar Bulan (Kalimantan Barat). Sengketa antara Indonesia dan Malaysia juga terjadi di Nunukan (Kalimantan Utara), karena banyak warga di sana yang memiliki KTP ganda.

Sementara, perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini kerap digunakan anggota kelompok terlarang untuk melakukan penyerangan terhadap aparat. Selain itu, ada juga para pendatang di wilayah perbatasan yang terlibat dalam illegal trafficking maupun penyelundupan.

“Perselisihan itu harus diselesaikan melalui meja diplomasi, dan tidak boleh dibiarkan berlarut yang hanya merugikan kepentingan kedua belah pihak,” kata Hikmahanto di hadapan peserta Round Table Discussion dengan tema “Wilayah Negara dan Pertahanan dan Keamanan Negara Menurut UUD RI Tahun 1945” yang digelar Lembaga Pengkajian MPR di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Selasa (2/7/2019).

Dia menjelaskan, di wilayah laut, Indonesia dan Malaysia juga terlibat dalam overlapping claim karena perbedaan pemakaian peta yang digunakan untuk menentukan batas wilayah. Overlapping claim juga terjadi antara Indonesia dan Vietnam hingga menimbulkan aksi penabrakan kapal patroli Indonesia oleh kapal Angkatan Laut Vietnam.

Sengketa di wilayah perairan juga terjadi antara Indonesia dengan China. Indonesia tidak mengakui adanya sembilan gari putus sedangkan China tidak menerima Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

“Kalau sengketa-sengketa ini sampai menyeret emosi masyarakat, pemerintah kedua negara pasti akan lebih sulit menyelesaikan persoalan tersebut. Karena itu, pemerintah harus bertindak cepat dengan penuh kehatian, agar tidak melibatkan emosi warga yang hanya akan memperkeruh suasana,” ujar Hikmahanto.

Presiden Indonesia Institute for Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, rencana pemerintah Joko Widodo (Jokowi) menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia masih jauh panggang dari api. Karena itu, pada periode kedua kekuasaan Jokowi, pemerintah harus bekerja lebih serius mewujudkan impian itu. Caranya tidak hanya dengan mendorong dan mengedepankan angkatan laut, tapi juga angkatan yang lain.

Sayangnya, kata Connie, hingga kini sistem keamanan yang dipakai Indonesia sudah ketinggalan zaman. Karena sistem pertahanan keamanan yang dianut bukan berbasis pada ancaman, namun memakai basis anggaran. Cara semacam ini menurutnya membuat kemajuan yang dicapai Indonesia sangat lamban.

“Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia salah satu yang harus segera diwujudkan adalah membetuk pasukan khusus dari trimatra, minimal untuk kawasan tertentu dahulu. Kalau ini saja tak kunjung teralisir maka cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia tidak akan pernah tercapai,” ujar Connie.

Karena itu, menurutnya, saat ini Indonesia membutuhkan seorang panglima yang berani dan bersikap tegas. Termasuk berani mempertaruhkan tongkat komandonya demi menegakkan kehormatan bangsa dan negara Indonesia.

Editor: Ahmad Islamy Jamil

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut