Indonesia Tak Pilih Lockdown, Pengamat: Pelanggar PSBB Tak Bisa Dipidana
JAKARTA, iNews.id - Pelanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dinilai tak seharusnya dipidana. Pasalnya, aturan PSBB yang diterapkan selama pandemi Covid-19 mengacu pada ketentuan setiap daerah, bukan Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, UU 6/2018 bisa diterapkan apabila Indonesia memilih menerapkan karantina wilayah atau lockdown. Padahal, Indonesia memilih PSBB, bukan lockdown.
"Pelanggar PSBB tidak bisa dipidana. Pelanggaran PSBB itu diatur oleh peraturan di daerah masing-masing apakah itu Pergub, Perbup atau Perwalikot atau Perda dan ada ancaman hukumannya. Di DKI kan melanggar Pergub didenda Rp50 juta," kata Fickar ketika dihubungi, Sabtu (12/12/2020).
Menurut Fickar, aturan PSBB tersebut berbeda dengan UU 6/2018. Dalam aturan tersebut, pelanggar UU bisa dijerat hukuman pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta.
"Tindak pidana yang diatur dalam UU Karantina Kesehatan ditujukan pada pelanggaran terhadap penetapan karantina wilayah, sehingga subjek hukum pidananya adalah nakhoda kapal (pasal 90), pilot (pasal 91), sopir angkutan (pasal 92) perusahaan pengangkutan dan orang yang menghalangi karantina wilayah (pasal 93) dihukum 1 tahun dengan denda Rp100 juta. Kesemuanya itu adalah dalam kerangka pelanggaran karantina," tuturnya.
Fickar menegaskan, Indonesia sama sekali tidak menerapkan lockdown dan memilih PSBB Menurutnya, sanksi pelanggar PSBB menjadi hak pemda.
"Indonesia itu tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB. PSBB sanksinya itu diatur daerah," ucapnya.
Editor: Rahmat Fiansyah