Jaksa KPK Minta Hakim Abaikan Bantahan Menpora terkait Rp11,5 M
JAKARTA, iNews.id - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI). Agenda sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indoensia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny E Awuy.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ending dihukum empat tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara Johny E Awuy dituntut dua tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Di persidangan terungkap fakta Ending Fuad Hamidy disarankan oleh Deputi IV Kemenpora Mulyana dan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Adhi Purnomo untuk berkoordinasi dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrawi terkait jumlah komitmen fee yang harus diberikan oleh KONI Pusat kepada pihak Kemenpora agar bantuan dana hibah dari Kemenpora kepada KONI segera dicairkan," ujar Jaksa Ronald Worotikan memcakan tuntutan Ending dan Johny di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Selain itu JPU meminta agar majelis hakim tidak mempertimbangkan pertimbangan bantahan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dalam sidang yang membantah memerintahkan dan mengetahui penerimaan uang senilai Rp11,5 miliar.
"Saksi Imam Nahrawi membantah memerintahkan dan mengetahui terkait penerimaan uang tersebut. Terkait bantahan yagn diberikan oleh para saksi tersebut kiranya menurut pendapat kami selaku penuntut umum haruslah dikesampingkan," ucapnya.
Dia mengungkapkan, setelah Ending Fuad Hamidy berkoordinasi dengan Miftahul Ulum, disepakati besaran komitmen fee kepada pihak Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total bantuan dana hibah yang diterima KONI.
"Sebagai realisasi fee maka Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy secara bertahap menyerahkan sejumlah uang yang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar diberikan Ending Fuad Hamidy dan Johny E Awuy kepada Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora ataupun melalui Arief Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," ungkapnya.
Tahapan pemberian pertama, pada Maret 2018 Ending Fuad Hamidy menyerahkan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI Pusat lantai 12. Kedua, pada Februari 2018 Ending menyerahkan uang sejumlah Rp500 juta kepada Miftahul Ulum di ruang kerja Ending di lantai 12 KONI Pusat.
Ketiga, Juni 2018 Johny E Awuy menyerahkan uang sejumlah Rp3 miliar kepada suruhan Miftahul Ulum yaitu Arief Susanto selaku staf protokoler Kemenpora di lantai 12 Gedung KONI Pusat.
Keempat, Mei 2018, Ending Fuad Hamidy menyerahkan uang sebesar Rp3 miliar kepada Miftahul Ulum di ruang Ending Fuad Hamidy di lantai 12 Gedung KONI Pusat.
Kelima, sebelum lebaran 2018, Ending memberikan uang sejumlah Rp3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Miftahul Ulum di lapangan tenis Kemenpora dan uang itu ditukarkan Johny atas perintah Ending sekitar beberapa hari sebelum lebaran
"Namun di depan persidangan saksi Miftahul Ulum dan saksi Arief Susanto memberikan bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke Kantor KONI Pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang sejumlah total Rp11,5 miliar sebagaimana keterangan Ending Fuad Hamidy, Eni Purnawati, supir Ending yaitu Atam yang diperkuat oleh pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen fee secara bertahap yang diterima oleh Mihtahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora RI yang seluruhnya sejumlah Rp11,5 miliar haruslah dikesampingkan," katanya.
Editor: Kurnia Illahi