Jejak Pertama Pendaki Gunung Semeru Ternyata Seorang Raja, Ini Kisahnya!
MALANG, iNews.id – Jejak pertama pendaki Gunung Semeru ternyata bukan dilakukan oleh petualang modern, melainkan oleh seorang raja. Dia merupakan Raja Kediri Kameswara, yang memimpin dari tahun 1182 hingga 1194 M.
Gunung Semeru sudah lama dianggap sakral oleh kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa, Semeru menjadi poros spiritual dan kosmologis dalam pembangunan kerajaan kuno.
Catatan sejarah menyebut Raja Kameswara melakukan pendakian spiritual (tirthayatra) ke Gunung Semeru. Fakta ini tercantum dalam Prasasti Ranu Kumbolo yang menyebut “Ling Dewa Mpu Kameswara Tirthayatra” sebagaimana dikutip dari buku "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur" dari Mansur Hidayat.
Dari prasasti tersebut, para ahli menyimpulkan Kameswara orang pertama yang secara resmi mendaki Gunung Semeru dalam konteks ritual suci. Pendakian itu menjadi bagian dari ziarah spiritual raja kepada alam dan para leluhur.
Perjalanan Kameswara menjadi bukti bahwa Lamajang (sekarang Lumajang) telah menjadi daerah tujuan spiritual sejak era Kediri. Ini diperkuat dengan penemuan Prasasti Tesirejo di Desa Kertosari, Kecamatan Pasrujambe.
Prasasti tersebut bertanggal 1113 Saka atau 1191 M dan berasal dari masa Raja Kertajaya. Kalimat di dalamnya “Kaya Bhumi Sasiku” berarti "laksana bumi dan bulan", menjadi kronogram yang menandakan kedekatan Kediri dengan wilayah Lamajang.
Menurut tradisi lokal, Desa Kertosari dulunya tempat peristirahatan utama sebelum pendakian ke Gunung Semeru. Tempat ini perlahan tumbuh menjadi permukiman maju karena aktivitas spiritual yang berlangsung rutin.
Seperti umumnya strategi kerajaan dalam membangun daerah, lokasi spiritual dilengkapi fasilitas dan permukiman. Hal ini membuat Kertosari disebut sebagai salah satu kota tertua dan awal dari sejarah Lamajang.
Jejak pertama pendaki Gunung Semeru ternyata berasal dari seorang raja besar: Kameswara dari Kerajaan Kediri. Pendakiannya bukan sekadar fisik, tapi merupakan bagian dari ritual spiritual dan warisan budaya Nusantara yang terus hidup hingga kini.
Editor: Donald Karouw