Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Guru Madrasah Gelar Aksi Demo di Istana Besok 30 Oktober, Ini Respons Kemenag
Advertisement . Scroll to see content

Jemaah Aolia di Gunungkidul Puasa Ramadan 7 Maret 2024, Kemenag: Saling Menghormati

Jumat, 08 Maret 2024 - 13:46:00 WIB
Jemaah Aolia di Gunungkidul Puasa Ramadan 7 Maret 2024, Kemenag: Saling Menghormati
Jemaah Aolia Gunungkidul Yogyakarta (foto: MPI)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kementerian Agama (Kemenag) mengajak umat Islam menghormati perbedaan awal bulan puasa Ramadan 1445 H. Hal ini sebagai respons atas jemaah Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta yang sudah puasa Ramadan, Kamis (7/3/2024).

"Gunungkidul, 7 Maret sudah tarawih, berarti mau lebaran lebih awal. Ini adalah sebuah keyakinan yang harus saling menghormati," kata Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kemenag, Ismail Fahmi di kantor BRIN, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024). 

Walaupun ada perbedaan, Kemenag terus mencari solusi agar meniminalkan konflik jika terjadi perbedaan. Mulai dari berdialog dengan ormas hingga menggunakan aturan MABIMS yang diharapkan dapat menggabungkan metode hisab dan rukyat. 

"Upaya penyatuan? Kita berharap, tapi hasilnya berserah diri kepada Allah dari hari ke hati, selalu melakukan dialog baik ke ormasnya, sudah kita lakukan, memang istilahnya adanya keberagaman sebuah keniscayaan," ucapnya.

Namun jika ada perbedaan, maka hal tersebut katanya merupakan sebuah keniscayaan. Seharusnya umat Islam wajib menghormati satu sama lain.

"Kemenag untuk bisa selalu mengupayakan bahwa kalau kita bersama, kalau tidak, bisa menjaga kedamaian. Sudah saling menghargai dan menghormati, jangan ribut-ribut sehingga malah justru berantem," ujar dia.

Sementara itu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi BRIN, Prof Thomas Djamaludin mengatakan, hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) digunakan pemerintah untuk mencari titik temu dalam perbedaan. 

"Setidaknya dengan metode mainstream, hisab rukyat terus menerus diupayakan agar ada titik penuh, kriteria MABIMS sebenarnya titik temu antara metode rukyat dan hisab. Tata rukyat dipakai dicari kriteria untuk bisa dijadikan kriteria hisab, itu titik temu yang sudah kita peroleh," katanya. 

Namun jika ada beberapa ormas yang tidak ingin mengikuti ketetapan tersebut, maka tetap harus dihargai.

"Ada kemudian kelompok yang tidak mau ikut pada titik temu itu kita hargai juga. Kalau ada perbedaan itu," kata Thomas.

Editor: Reza Fajri

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut