Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Nusron Ungkap Penyebab Sengketa Lahan Milik JK di Makassar 
Advertisement . Scroll to see content

Jika Dimungkinkan, Saya Pasti Berpasangan Lagi dengan Pak Jokowi

Minggu, 22 Juli 2018 - 08:00:00 WIB
Jika Dimungkinkan, Saya Pasti Berpasangan Lagi dengan Pak Jokowi
Host iTalk Ariyo Ardi mewancarai Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, belum lama ini. (Foto: iNews).
Advertisement . Scroll to see content

KEJUTAN tercipta jelang pendaftaran capres-cawapres periode 2019-2024. Tokoh senior Partai Golkar sekaligus Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan sinyal bakal kembali meramaikan pesta demokrasi terbesar lima tahunan tersebut.

Sempat berencana mundur dari kontestasi politik 2019, JK justru menyatakan kesiapannya bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali meminang sebagai cawapres. Menurut JK, bila bangsa dan negara menghendaki, dirinya kapan pun siap untuk berkontribusi bagi negeri.

Apa sesungguhnya yang mendasari langkah JK? Bagaimana dengan batasan-batasan yang tertuang dalam peraturan perudang-undangan? Kepada program berita iTalk di stasiun televisi iNews, JK menjelaskan panjang lebar mengenai sikap politiknya itu. Berikut petikan wawancaranya:    

Dengan pemberitaan yang begitu pesat belakangan ini, benarkah Bapak bersedia kembali dicalonkan menjadi cawapres jika dimungkinkan oleh undang-undang?
Ya, tentu pertama, aturan undang-undang. Tentu saya harus taat pada itu. Kedua, kepentingan yang lebih tinggi dibanding kepentingan pribadi. Kalau memang banyak yang menganggap bahwa kepentingan berada di pemerintahan penting tentu itu saya harus meninggikan kepentingan itu dari kepentingan pribadi.

Artinya, Bapak bersedia jika negara memanggil?
Iya, kalau dikehendaki tentu saya tidak bisa mengelak.

Melihat persentase sejumlah survei mengenai cawapres Jokowi, Pak JK termasuk orang yang masih memiliki nilai popularitas dan elektabilits tertinggi. Komentar Bapak?
Ya tentu yang pertama saya berterima kasih kepada seluruh masyarakat yang ikut dalam survei itu. Berarti apa yang kami lakukan dengan Pak Jokowi itu bermanfaat. Karena, hanya dengan cara itu maka elektabilitas akan banyak, baik, tinggi. Apabila kita berhasil memenuhi janji-janji politik atau melaksanakan pembangunan yang dikehendaki oleh masyarakat atau diiinginkan oleh masyarakat, tentu elektabilitas pasti tinggi.

Sebelumnya Bapak mengatakan tidak akan maju lagi di 2019, tetapi sekarang Bapak berikhtiar maju jika dimungkinkan oleh undang-undang. Apa yang membuat berubah pikiran?
Ya, seperti tadi itu. Karena banyak masyarakat, beberapa masyarakat yang menginginkan itu yang termasuk mengajukan ke MK. Ya karena itu, maka saya merasa juga ada kepentingan yang lebih tinggi, bagaimana menjaga stabilitas pemerintahan, ya saya kan ikut kepentingan yang lebih tinggi itu.

Atau mungkin karena nama-nama cawapres yang belakangan ini muncul tidak ada yang levelnya sekaliber Pak JK?
Hahaha, itu tergantung kepada pilihan yang dilakukan oleh Pak Jokwi. Karena, evaluasi itu tentu yang mengevaluasi ya nomor 1. Ke siapa yang baik mendampingi beliau tentu evaluasi lagi begitu.

Jika secara undang-undang nanti Bapak dimungkinkan, sudah pasti Bapak berpasangan dengan Pak Jokowi?
Ya tentu. Tidak mungkin saya berpasangan dengan yang lain ya. Kalau yang lain tentu saya harus berbeda dengan Pak Jokowi. Sedangkan saya selama ini sama-sama.


Kenapa tidak maju sebagai capres di 2019, kan sudah pernah menjadi calon presiden?
Ada juga yang memberi gagasan seperti itu. Partai Demokrat memberikan gagasan seperti itu, tapi saya pikir tidak mudah juga dalam kondisi seperti ini untuk saya berhadapan dengan Pak Jokowi.

Apa yang membuat Bapak memilih untuk tidak berhadapan langsung dengan Pak Jokowi?
Ya apapun yang dilaksanakan oleh Pak Jokowi termasuk tanggung jawab saya, karena kebersamaan itu.

Dwitunggal?
Ya, apapun yang diputuskan itu selalu kita rapatkan, selalu kita bicarakan. Jadi, tidak mungkin saya mengkritik.

Pak JK dianggap pasangan serasi Pak Jokowi karena latar belakang yang berbeda bisa saling menutupi. Apakah ini juga tercermin dalam interaksi sehari-hari sebagai pembantu presiden?
Ya, tapi juga ada kesamaannya. Memang kami berbeda katakanlah beberapa hal, sama-sama pengusaha, tapi saling mengisi. Pak Jokowi pengetahuannya ini, saya pengetahuannya ini mungkin berbeda. Asal usul juga berbeda, latar belakang berbeda, sehingga tentu itu yang menyebabkan (serasi). Karena yang nomor 1 dan nomor 2 itu sebenarnya harus berbeda. Karena dengan berbeda maka konstituen lebih luas. Dalam suatu pasangan itu gunanya ialah memperbanyak pemilih untuk konstituen. Nah, kalau sama itu-itu saja. Karena beda jadi lebih luas.

Jika nantinya maju sebagai cawapres saat MK mengabulkan judicial review, optimistis bisa mengalahkan pasangan lainnya?
Ya, kalau kita maju, harus optimistis apapun kondisinya. Kalau tidak optimistis lebih baik jangan maju kan. Hehehe.

Bagaimana dengan Golkar, apakah bulat mendukung Pak JK maju sebagai cawapres?
Saya belum tau, tapi dalam hal pilpres, partai itu mengusung dan mendukung tentu. Tapi orang memilih pertimbangannya tentu bukan pertimbangan ke partai. Pertimbangannya kepada orang. Figur. Lebih kepada itu, sampai kepada pilkada pertimbangannya ke figur.

Golkar dan Jusuf Kalla, mana yang lebih besar Pak JK?
Hahahaha. Tentu komplementer. Saya mantan ketua umum Golkar, tapi pengalaman juga saya terpilih wapres dua kali itu tanpa partai.

Justru waktu itu Golkar mendukung Pak Wiranto?
Iya, iya. Yang kedua mendung Pak Prabowo. Jadi penting Golkar itu karena saya ketua umum, tapi sejarahnya juga berbeda, pengalaman juga berbeda.

Tanggal 25 Juni Bapak bersilatirahmi Idul Fitri setelah Lebaran ke rumah Pak SBY. Kami ingin mengonfirmasi, apakah benar waktu itu Bapak mendapatkan tawaran menjadi capres dari AHY?
Enggak, kalau di situ enggak. Itu hanya silaturahim. Saya setiap tahun mengunjungi mantan-mantan presiden. Saya kunjungi Ibu Mega, saya kunjungi Pak Habibie. Saya kunjungi Pak SBY, itu rutin saja. Sebagai senior, sebagai jabatan ya, kalau soal umur saya lebih tua. Tapi kami tidak bicara soal tentang pasangan (capres-cawapres). Nanti setelah beberapa hari kemudian ada pembicaraan.

Jadi, memang benar Bapak pernah ditawari Demokrat untuk maju sebagai capres? Berpasangan dengan AHY?
Hhhmm… iya.


Saat itu apa jawaban Pak JK?
Jawaban saya waktu itu, keluarga minta saya istirahat sebenarnya. Anak istri minta mendahulukan keluarga. Kemudian juga pertimbangan-pertimbangan konstituen juga atau pemilih itu tidak mudah saya jalani. Saya pernah 2009 saya pernah mencalonkan wapres dengan Pak Wiranto, tapi kalah.

Ketika itu, apa reaksi Pak SBY?
Ya, menerima. Karena itu kan yang memutuskan saya. Tapi dengan sopan saya mengatakan bahwa mungkin belum waktunya.

Tapi, kalau sekarang MK mengizinkan, apakah itu tidak bertolak belakang? Sebelumnya Bapak memakai alasan keluarga tidak mengizinkan untuk berlaga lagi?
Ya, yang pertama kan ingin pasangan saya jadi wapres. Ini secara perhitungan lebih mungkin.

Atau mungkin Bapak tidak yakin dengan AHY?
Iya termasuk perhitungan-perhitungan itu. Kita sebagai politisi tentu punya kalkulasi-kalkulasi, melihat kondisi yang ada, kita juga melihat survei-survei.

Jika melihat survei-survei dan pengalaman yang sudah puluhan tahun malang-melintang di dunia politik, kalkulasi berpasangan dengan Pak Jokowi akan seperti apa? Tentunya jika diizinkan oleh MK.
Ya tentu kan ada proses. Proses yang pertama di MK. Proses kedua bagaiamana pasangan ini kita atur. Ketiga, proses pemilu. Nah, itu lebih berat, karena berlangsung bersamaan. Berat. Saya sudah 3 kali ikut pemilu. Semuanya membayangkan ada kampanye, berat itu. Walaupun begitu, kita layanilah sebagaimana adanya.

Dari tiga pemilu, mana yang paling berat?
Belum tahu, tergantung siapa lawannya.

Menurut Pak JK siapa pasangan yang paling mungkin bersaing dengan Jokowi-JK?
Kalau dari yang dibicarakan selalu dan juga survei-survei dan juga kemungkinan yang punya partai, ya tentu Pak Prabowo yang menonjol.

Meskipun Gerindra masih mencari koalisi untuk memenuhi ambang batas presiden?
Selama ini kan Gerindra sama PKS sudah jalan sama-sama, kalau dua itu cukup. Lebih dari dua suara.

Lebih dari 22 persen?
Ndak. Hhmm.. iya lebih dari 22 persen.

Kira-kira kalau untuk cawapres siapa yang akan mendampingi Pak Prabowo?
Saya tidak tahu, tergantung Pak Prabowo dan pertimbangan politik jangan lupa. Karena, bukan Pak Prabowo sendiri yang menentukan tentu koalisi-koalisi partai ikut bicara.* (bersambung).

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut