Jokowi Mengaku Pernah Cek Rumah Pensiun di Colomadu, tapi Belum Tahu Mau Dipakai Apa
SOLO, iNews.id – Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) membeberkan perkembangan rumah pensiun yang diberikan negara di Jalan Adi Sucipto, Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Mengenai fungsi rumah, Jokowi belum memutuskan karena masih menunggu selesai dikerjakan dan diserahkan negara.
“Masih dalam pengerjaan dan itu masih menjadi kewenangan dari Sekretariat Negara. Nanti setelah diserahkan kepada saya, baru minta komentarnya ke saya boleh,” ujar Jokowi di kediamannya di Kota Solo, Jumat (6/6/2025).
Jokowi mengaku pernah menengok rumah pensiun yang sedang dibangun tersebut. Dia belum lama ini mampir untuk melihat. Namun tidak tahu progres pembangunannya sudah sejauh apa.
“Belum lama ini ke sana. Nggak tahu, tanyakan ke Sekretariat Negara,” katanya.
Mengenai desain, Sekretariat Negara yang membuat namun sebelumnya bertanya kepadanya. Jokowi masih enggan membeberkan penggunaan rumah tersebut dengan alasan belum diserahkan Sekretariat Negara.
“Ada serah terima dulu baru nanti ada perencanaan apakah mau dipakai atau tidak, atau dipakai untuk apa setelah nanti diserahkan,” ucapnya.
Diketahui, rumah pensiun Jokowi berlokasi di Desa Blulukan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Rumah ini memiliki luas lahan sebesar 12.000 meter persegi atau 1,2 hektare. Luas ini bertambah dari sebelumnya 9.000 meter persegi setelah dilakukan perluasan dengan menambahkan satu patok lahan tambahan.
Pembangunan rumah ini merupakan hadiah dari negara kepada Jokowi setelah masa jabatannya sebagai Presiden berakhir, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2022 tentang Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman bagi Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden RI.
Meskipun peraturan tersebut menetapkan luas maksimal rumah pensiun sebesar 1.500 meter persegi di Jakarta, untuk lokasi di luar Jakarta, seperti di Colomadu, luas lahan dapat disesuaikan dengan nilai tanah yang setara.
Editor: Donald Karouw