Jumlah Tersangka Kasus Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon Bisa Bertambah
CIREBON, iNews.id - Polisi mengungkap kemungkinan adanya tersangka baru kasus longsor tambang Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Penyidikan terus dilakukan untuk memastikan apakah proses pengawasan benar-benar dijalankan atau diabaikan.
Kejadian itu mengakibatkan 21 orang tewas dan belasan luka-luka. Sampai saat ini, tim gabungan masih belum menemukan korban longsor kembali. Pasalnya, gunung kuda masih terjadi longsor susulan.
“Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain. Kami masih mendalami,” kata Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, Selasa (3/6/2025).
Dia mengatakan, penyidikan terus dikembangkan untuk mengungkap tuntas penyebab bencana yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) siang.
“Penyidik masih terus mendalami kasus ini. Nantinya sejumlah pihak yang berkaitan dengan izin dan pengawasan tambang akan kami periksa,” ujarnya.
Sumarni menyebut, penyidik akan memeriksa para korban selamat dan saksi lainnya, termasuk instansi yang memiliki peran dalam proses perizinan dan pengawasan aktivitas tambang.
Pemeriksaan akan melibatkan Perhutani, Dinas ESDM (provinsi dan kabupaten), Dinas Lingkungan Hidup, hingga Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang.
“Kami ingin mengetahui sejauh mana proses pemberian izin dan pengawasan dilakukan sebelum terjadinya peristiwa ini,” ujarnya.
Dalam pengembangan awal, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni AK (59), pemilik tambang asal Desa Bobos, dan AR (35), pengawas tambang dari Desa Girinata. Keduanya tetap menjalankan operasional tambang meskipun telah menerima dua surat larangan resmi dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.
“Surat larangan itu dikeluarkan pada 6 Januari dan 19 Maret 2025. Tapi tetap diabaikan. Justru tersangka AK memerintahkan AR untuk terus menambang tanpa memperhatikan aspek keselamatan kerja,” ungkap Sumarni.
Surat larangan itu ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), yakni Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah.
Dalam peristiwa tersebut, longsor menimbun para pekerja dan mengakibatkan kerugian materi berupa alat berat dan truk pengangkut material. Sebagai barang bukti, polisi telah menyita tujuh unit kendaraan berat, dokumen perizinan tambang, serta surat-surat larangan dari instansi terkait.
AK dan AR dijerat dengan pasal berlapis, antara lain Pasal 98 dan 99 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.
Mereka juga dikenakan Pasal 35 ayat (3) jo Pasal 186 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta pasal-pasal terkait pelanggaran keselamatan kerja dan penyediaan alat pelindung diri (APD).
“Perbuatan para tersangka bukan hanya melanggar hukum, tapi juga telah mengorbankan nyawa orang lain. Kami akan menuntaskan proses hukum ini,” kata Sumarni.
Editor: Kastolani Marzuki