Kabar Duka, Dalang Legendaris Ki Anom Suroto Meninggal Dunia
SUKOHARJO, iNews.id – Dunia seni pedalangan Tanah Air kehilangan salah satu tokoh besarnya. Ki H. Ageng Anom Suroto Lebdonagoro, maestro wayang kulit asal Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo, meninggal dunia di usia 77 tahun, Kamis (23/10/2025) pukul 07.00 WIB.
Kabar duka tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Desa Makamhaji, Agus Purwanto, melalui pesan singkat. "Ya benar," ujar Kades yang akrab disapa Simbah dikutip dari iNews Sragen.
Anom Suroto, yang dikenal sebagai ikon pewayangan modern, meninggalkan enam orang anak. Salah satunya MPP Bayu Aji, dalang muda yang meneruskan jejak seni sang ayah.
Jenazah Ki Anom direncanakan dimakamkan di Makam Depokan, Juwiring, Klaten dengan keberangkatan dari rumah duka di Makamhaji pada pukul 15.00 WIB.
Nama Anom Suroto telah menjadi legenda jauh sebelum era digital. Kariernya melampaui batas geografis dan budaya, menjadikannya satu-satunya dalang Indonesia yang pernah tampil di lima benua, memperkenalkan wayang kulit ke panggung internasional.
Pada 1991, dia tampil di Amerika Serikat dalam ajang KIAS (Kebudayaan Indonesia di AS). Dia juga pernah mementaskan pertunjukan di Jepang, Spanyol, Jerman Barat, Australia dan terakhir di Rusia pada 2018.
Selain itu, dia dikirim ke India, Nepal, Thailand, Mesir, dan Yunani untuk memperdalam filosofi dewa-dewa dalam pewayangan. Karier profesionalnya dimulai pada 1968 setelah lolos seleksi ketat untuk tampil di Radio Republik Indonesia (RRI).
Sepuluh tahun kemudian, dia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan gelar Mas Ngabehi Lebdocarito. Pengakuan tertinggi datang pada 1995, ketika Presiden ke-2 Indonesia Soeharto menganugerahkan Satya Lencana Kebudayaan RI atas dedikasinya dalam melestarikan dan mengembangkan seni pedalangan.
Popularitasnya pun luar biasa. Dalam Angket Wayang pada Pekan Wayang Indonesia VI tahun 1993, ia dinobatkan sebagai dalang paling disayangi penonton. Dia juga aktif sebagai Ketua III Pengurus Pusat PEPADI periode 1996–2001.
Sebagai bentuk penghargaan budaya, Keraton Surakarta mengangkatnya sebagai Bupati Sepuh pada tahun 1997, dengan gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Lebdonagoro.
Kepergian Ki Anom Suroto menjadi kehilangan besar, bukan hanya bagi dunia pewayangan, tetapi juga bagi kebudayaan Indonesia. Ia meninggalkan warisan sebagai duta seni yang membawa wayang kulit menjelajah lima benua, membuktikan bahwa nilai-nilai budaya Jawa mampu berbicara dalam bahasa universal.
Editor: Kurnia Illahi