Kasus Kuota Haji, KPK Temukan Niat Jahat Pembagian Kuota Tambahan
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. KPK menyebut terdapat niat jahat terkait pembagian kuota haji tambahan menjadi 50:50.
"Setelah kita telusuri, ada niat jahatnya. Jadi, tidak hanya pembagian ini dilakukan begitu saja," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Selasa (9/9/2025).
Asep menjelaskan, kebijakan membagi kuota haji tambahan menjadi 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen haji khusus dilatarbelakangi adanya komunikasi antara para pihak terlebih dahulu. Hal inilah yang dinilai sebagai niat jahat.
"Pembagian menjadi 50 persen, 50 persen atau 10.000-10.000, itu karena memang sejak awal ada komunikasi antara para pihak," sambung Asep.
Komunikasi itu menurutnya dilakukan oleh pihak asosiasi travel penyelenggara haji dengan oknum di Kementerian Agama. Pembagian kuota haji tambahan ini katanya menyimpang dari aturan hukum.
Sebelumnya, KPK meningkatkan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kemenag tahun 2024 ke penyidikan.
Kasus ini bermula pada tahun 2023. Saat itu, Indonesia mendapatkan kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah.
Sesuai amanat Undang-Undang, pembagian kuota itu seharusnya mengikuti proporsi 92 persen untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk jemaah haji khusus. Namun, temuan KPK menunjukkan adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Pembagian kuota justru dilakukan secara tidak proporsional, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
KPK menduga adanya perbuatan melawan hukum dalam proses tersebut. Selain itu, lembaga antikorupsi ini juga tengah mendalami potensi aliran dana yang berkaitan dengan penambahan kuota haji khusus.
Sementara itu, praktisi hukum Mellisa Anggraini menyatakan pembagian 50:50 sudah sesuai dengan Pasal 9 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Di sana ada ruang diskresi untuk menteri agama bisa menentukan kuota, ada juga administrasi negara Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, diskresi itu bisa dibuat gitu kan sepanjang ada dasar-dasar dan alasannya gitu," kata Mellisa saat dihubungi iNews.id, Kamis (14/8/2025).
Dia menjelaskan, Arab Saudi memberikan kuota tambahan tapi tidak menambah space bagi jemaah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Oleh karena itu, dia menilai pembagian antara haji reguler dan haji khusus sebesar 92 persen banding 8 persen tidak memungkinkan.
Editor: Reza Fajri