Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Komisi IV DPR Respons Cak Imin Minta 3 Kementerian Taubatan Nasuha: Tidak Tepat!
Advertisement . Scroll to see content

Kasus Suami Bunuh Istri, Komisi VIII DPR Dorong Program Penyuluhan Pernikahan Digencarkan

Jumat, 15 September 2023 - 22:36:00 WIB
Kasus Suami Bunuh Istri, Komisi VIII DPR Dorong Program Penyuluhan Pernikahan Digencarkan
Komisi VIII DPR menyoroti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang berakhir dengan suami membunuh istrinya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.(Foto: Ilustrasi/SINDOnews)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Komisi VIII DPR menyoroti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang berakhir dengan suami membunuh istrinya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pemerintah didorong menggencarkan program penyuluhan pernikahan guna meminimalisasi kasus-kasus KDRT.

"Kurangnya bimbingan konseling agama dan rumah tangga saat sebelum pernikahan dan sesudah pernikahan menjadi pemicu pertengkaran,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, Jumat (15/9/2023). 

Seperti diketahui, seorang ibu muda berinisial MSD (24) tewas dibunuh suaminya sendiri bernama Nando (25) di rumah kontrakan mereka di Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. MDS dibunuh Nando usai keduanya cekcok di mana korban sudah mengalami KDRT selama 3 tahun lamanya.

MDS sempat melaporkan kasus KDRT yang dialaminya ke Polres Metro Bekasi namun belum ada tindak lanjut yang signifikan sampai korban meninggal dibunuh sang suami. Selly pun geram dengan tindakan pelaku karena melakukan KDRT berkali-kali kepada korban.

“Maka penting sekali penyuluhan-penyuluhan sebelum menikah agar muda-mudi yang hendak menjalin ikatan pernikahan paham akan tantangan ke depan. Termasuk mengenal lebih baik perilaku dan sifat pasangannya,” tuturnya.

Berdasarkan keterangan polisi, motif pembunuhan MDS karena pelaku sakit hati atas pernyataan istrinya. Sebab ada faktor kesenjangan ekonomi antara pelaku dan korban.

“Apa pun alasannya, tidak ada pembenaran dari tindakan kekerasan di rumah tangga,” tutur Selly.

Anggota komisi di DPR yang membidangi urusan sosial serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini pun menilai perlunya pemerintah turut memberikan pendampingan secara berkala pada pasangan suami istri. Apalagi, bagi pasangan muda yang masih sering dilanda gejolak emosi.

"Dan dalam pemberian pendampingan, harus ada edukasi yang masif dan kerja sama lintas kementerian/lembaga sehingga pendampingan yang diberikan kepada pasangan dan calon pasangan suami istri bisa berjalan optimal,” ujarnya.

Menurut Selly, terciptanya ketahanan keluarga memerlukam kolaborasi berbagai stakeholder. Dia menegaskan penyuluhan dan pendampingan bagi pasutri atau calon pasutri bukan hanya ranah Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), tetapi ada juga di Kementerian Agama (Kemenag),  Kementerian Sosial (Kemensos), BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), bahkan kepolisian dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

“Karena dalam isu KDRT pun ada banyak irisan yang terjadi, sehingga pembinaan keluarga membutuhkan dukungan banyak pihak,” ucap Selly.

Selain pendampingan dari sisi keagamaan, pemerintah dinilai perlu memperhatikan sisi sosial dan empati mengingat perkawinan erat kaitannya dengan urusan rasa. Selly menyebut setiap pasangan calon pengantin harus mendapat sosialisasi yang mendalam mengenai UU Perkawinan.

"Dalam undang-undang jelas disebutkan bahwa setiap pasangan harus saling menghormati dalam suka dan duka, tapi ini kan yang kadang luput dipahami karena gejolak emosi yang tidak stabil. Di situ lah negara hadir untuk memberikan pendamping dan edukasi," ujar mantan Wakil Bupati Cirebon ini.

Selly juga menilai kurangnya penegakan hukum dalam kasus KDRT berdampak pada kasus kekerasan dalam rumah tangga kembali terulang. Dia menyinggung soal seringnya aparat kepolisian menganggap masalah KDRT masih bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. 

Padahal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tegas mengatur hukuman bagi pelaku KDRT. 

Ancaman hukuman tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis kekerasan yang dilakukan, yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Untuk kekerasan fisik ancaman maksimal penjara 15 tahun dan denda Rp45 juta jika KDRT fisik yang dilakukan menyebabkan korban meninggal dunia.

"Saya melihat dari awal korban tidak tahu harus mendapat perlindungan dari siapa, sehingga fungsi negara dengan banyaknya undang-undang yang sudah dibuat tetap mandul dan rakyat tidak tahu saat mengalami KDRT mereka harus berbuat apa dan kepada siapa mereka mengadu," ucap Selly. 

Legislator dari Dapil Jawa Barat VIII tersebut pun menilai KDRT fisik berulang kerap dialami istri karena mereka enggan bercerai dari suaminya karena takut mendapat cap negatif dari lingkungan sekitar. Menurut Selly, permasalahan sosial ini yang kerap kali menyebabkan korban KDRT terus mengalami kekerasan berulang dari pasangannya.

"Mengenai stigma soal perceraian di masyarakat sebetulnya merugikan suami atau istri yang memang dalam rumah tangganya tidak sehat. Mereka takut dianggap negatif oleh lingkungan sekitar," ucapnya.

Di sisi lain, Selly menegaskan pemberantasan praktik KDRT merupakan tugas bersama antara pemerintah, penegak hukum, dan elemen bangsa lainnya, termasuk dari masyarakat itu sendiri. Dengan adanya sinergitas yang baik, para korban KDRT diharapkan akan lebih merasa aman dan berani menyampaikan tindakan kekerasan yang mereka alami. 

"Diperlukan komitmen yang kuat dan berkelanjutan untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka. Itu tanggung jawab kita bersama, yang harus lebih peka terhadap kekerasan khususnya bagi kaum perempuan," ucap Selly.

Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah kasus KDRT di Indonesia mengalami penurunan dalam setahun terakhir. Namun, angkanya masih tergolong tinggi, yaitu sebanyak 15.192 kasus pada tahun 2021, dan 14.989 kasus pada tahun 2022.

Dari jumlah tersebut, mayoritas korban KDRT adalah perempuan yaitu sebanyak 92,5 persen. Sisanya, yaitu 7,5 persen laki-laki. 

Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi kekerasan psikis, yaitu sebanyak 73,2 persen. Diikuti dengan kekerasan fisik 22,6 persen, kekerasan seksual 3,5 persen, dan penelantaran rumah tangga 0,7 persen.

Melihat masih tingginya kasus KDRT, pemerintah dan penegak hukum diingatkan untuk bisa menekan kejadian-kejadian kekerasan dalam rumah rangga. Selly mengatakan ini termasuk dengan penyelidikan yang cepat dan efisien serta pengadilan yang adil untuk memastikan pelaku dihukum setimpal.

"Selain itu pemerintah harus menyediakan pelayanan dan dukungan yang memadai bagi korban KDRT. Ini termasuk pusat-pusat krisis, konseling, perumahan sementara, dan akses kepada layanan medis," ucapnya. 

Tak hanya itu, Selly juga meminta pemerintah untuk terus mendukung program pemberdayaan perempuan yang melibatkan pelatihan keterampilan, akses kepada pekerjaan, dan pendidikan. Ini dapat membantu perempuan keluar dari situasi berbahaya dan menjadi lebih mandiri.

"Karena alasan lain biasanya korban bertahan di tengah pernikahan KDRT adalah karena masalah ekonomi. Biasanya istri khawatir tidak dapat membiayai anak-anaknya jika berpisah dari suaminya sehingga dia bertahan sekali pun terus mengalami kekerasan,” kata Selly.

“Jadi harus ada langkah-langkah konkret mendukung pemberdayaan perempuan, agar korban KDRT percaya diri bisa mandiri secara ekonomi saat memutuskan berpisah dari suami yang kerap menyiksa mereka," tuturnya.

Selly juga menggarisbawahi pentingnya pendampingan serta penyuluhan untuk anak-anak korban KDRT. Dalam kasus suami bunuh istri di Bekasi tersebut, dua anak mereka diketahui berada di tempat kejadian saat pembunuhan berlangsung meski disebut keduanya tidak melihat langsung.

“Pendampingan diperlukan untuk menghilangkan trauma anak. Dan program ini cukup penting agar tidak terjadi pengulangan KDRT dari anak yang melihat orang tuanya menjadi pelaku maupun korban kekerasan dalam rumah tangga. Ini kaitannya dengan inner child,” tutur Selly.

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow

Related News

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut