Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Pembiayaan Ekspor Nasional oleh LPEI
JAKARTA, iNews.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019. Dua orang tersangka yaitu PSNM dan DSD.
Dua tersangka termasuk empat orang yang diperiksa Kejagung hari ini, Kamis (13/1/2022).
"Penyidik mengundang empat orang saksi. Dari keempat saksi tersebut tim penyidik Jampidsus menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (13/1/2022).
Tersangka pertama PSNM merupakan mantan relationship manager LPEI tahun 2010- 2014 dan mantan pembiyaaan UMKM 2014-2018.
"Penetapan tersangka itu berdasarkan surat penetapan tersangka Direktur Jampidsus hari ini," tuturnya.
Sementara itu, tersangka DSD merupakan mantan Kepala Divisi Analisa Resiko Bisnis LPEI yang menjabat sejak April 2015 sampai Januari 2019. Keduanya langsung ditahan tim Kejaksaan Agung di Rutan Salemba Cabang Kejagung Jakarta.
Sebelumnya, Kejagung telah terlebih dahulu menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Kelima tersangka tersebut Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana III LPEI periode 2016, Ferry Sjaifullah selaku Kepala Divisi Pembiayaan UKM 2015-2019, dan Josef Agus Susanta selaku Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta tahun 2016.
Kemudian, Johan Darsono selaku Direktur PT Mount Dreams Indonesia, dan Suryono selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia serta PT Borneo Wallet Indonesia.
Kelima tersangka ini merupakan tersangka dari kasus pokok dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019. Berdasarkan laporan LPEI 31 Desember 2019 memperlihatkan, LPEI mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun.
Dalam kasus ini, LPEI memberikan fasilitas pembiayaan kepada delapan grup yang terdiri dari 27 perusahaan. Namun, fasilitas itu diberikan tanpa melihat tata kelola perusahaan dan tidak sesuai dengan kebijakan perkreditan LPEI. Lalu, tak sesuai dengan sistem informasi manajemen risiko.
Perusahaan pertama yang mendapatkan pembiayaan dari LPEI yakni Grup Walet sebesar Rp576 miliar. Grup Walet tersebut terdiri dari tiga perusahaan, yakni CV Mulia Wallet Indonesia yang memperoleh pembiayaan sebesar Rp90 miliar yang diambil alih oleh PT Mulia Walet Indonesia dengan jumlah pembiayaan Rp175 miliar.
Kemudian, PT Jasa Mulia Indonesia memperoleh pembiayaan Rp275 miliar, dan PT Borneo Walet Indonesia mendapat fasilitas pembiayaan Rp125 miliar.
Selain Walet Group, perusahaan lainnya yang mendapat pembiayaan ada Johan Darsono Grup yang terdiri atas 12 perusahaan. Perusahaan tersebut, yakni PT Kemilau Kemas Timur menerima fasilitas pembiayaan Rp200 miliar. CV Abhayagiri menerima fasilitas pembayaran Rp15 miliar. CV Multi Mandala menerima pembiayaan Rp15 miliar.
Lalu, CV Prima Garuda menerima pembiayaan sebesar Rp15 miliar. CV Inti Makmur menerima pembiayaan senilai Rp15 miliar, dan PT Permata Sinita Kemasindo sebesar Rp200 miliar. Selanjutnya, PT Summit Paper Indonesia juga menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp199,6 miliar.
Masih pada Johan Darsono Group, ada PT Elite Paper Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp200 miliar. PT Everbliss Packaging Indonesia menerima pembiayaan Rp200 miliar. PT Mount Dreams Indonesia menerima fasilitas pembiayaan sebesar Rp645 miliar.
Selain itu, PT Gunung Geliat menerima 30 juta dolar AS setara Rp345 miliar (kurs Rp11.500). PT Kertas Basuki Rahmat menerima pembiayaan 45 juta dolar AS atau setara Rp460 miliar (dengan kurs Rp11.500).
Pemberian fasilitas kredit itu, lanjut dia menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,6 triliun. Nilai kerugian negara itu kemungkinan masih bisa bertambah. Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan perhitungan.
Editor: Rizal Bomantama