Kemenhub Diminta Lanjutkan Program BTS Imbas Keterbatasan APBD
PURWOKERTO, iNews.id - Pemerintah daerah (pemda) mendorong Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melanjutkan program buy the service (BTS) atau subsidi angkutan perkotaan. Program tersebut dinilai efektif untuk mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum ketimbang kendaraan pribadi.
Kepala Dinas Perhubungan Banyumas, Agus Suryono menuturkan, peruntukan subsidi BTS banyak dimanfaatkan anak-anak usia sekolah di daerah kabupaten, usia lanjut (lansia), ibu rumah tangga dan masyarakat berpenghasilan rendah.
"Kabupaten seperti Banyumas sangat membutuhkan karena peruntukannya untuk masyarakat yang sangat membutuhkan. Tetapi Sesuai dengan MoU bahwa batasan waktu harus dilakukan handover (layanan BTS ke Pemerintah Daerah) tahun 2026. Jika dialihkan ke pemerintah kabupaten kita harapkan sesuai dengan fiskal APBD sebab tidak mungkin semua kita cover," ujar Agus saat ditemui di Purwokerto dikutip, Selasa (22/7/2025).
Agus menambahkan, saat ini layanan BTS menyasar empat koridor di Banyumas. Total penumpang harian rata-rata di angka 6.000 orang per hari. Sebanyak 2.900 penumpang merupakan pelajar, sedangkan sisanya para pekerja dan masyarakat umum.
Jika Pemkab diwajibkan untuk melakukan handover layanan BTS, kemungkinan Kabupaten Banyumas hanya mampu melayani dua koridor saja. Sehingga, tidak ada pengembangan penyediaan layanan angkutan masal perkotaan karena fiskal daerah hanya cukup untuk melanjutkan yang sudah ada saja.
"Kita masih butuh peran Pemerintah Pusat agar program BTS ini bisa berjalan berkelanjutan secara bertahap," tuturnya.

Agus juga mengatakan saat ini Kabupaten Banyumas, terutama di wilayah pinggiran justru belum banyak mendapatkan layanan transportasi umum. Hal ini justru menghambat akses masyarakat untuk mengakses fasilitas kesehatan, pendidikan yang lebih lengkap di perkotaan.
"Selain itu, masih banyak rute yang belum disasar, terutama di daerah pinggiran. Jaraknya masih 22 kilometer dari pusat kota. Di sana (pusat kota) ada rumah sakit, sekolah, sehingga harapannya masyarakat di pinggiran akan lebih mudah," ucapnya.
Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan telah menyatakan tahun 2026 tidak lagi mengucurkan anggaran untuk memberikan subsidi terhadap angkutan perkotaan seperti BTS. Harapannya, pemerintah daerah diminta untuk mengambil alih untuk melanjutkan layanan tersebut.
Keterbatasan fiskal Pemerintah Daerah dinilai masih menjadi tantangan untuk mengambil alih layanan tersebut. Apalagi jika harus mengembangkan layanan tersebut, seperti menambah rute atau armada, agar menyasar lebih banyak masyarakat menggunakan transportasi umum.
Secara terpisah, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan pembiayaan angkutan umum bukan, tetapi kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, selain sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
"Negara maju, pasti angkutan umumnya bagus. Pemerintah berharap Indonesia Maju dengan mencanangkan Indonesia Emas 2045, sudah semestinya angkutan umum juga harus bagus. Isu global dunia, yakni perubahan cuaca (climate change). Jelas, transportasi umum menjadi penentunya," kata Djoko dalam keterangannya.
Djoko menjelaskan, pada akhir Desember 2024 berita duka datang atas berakhirnya operasi Trans Jogja dan Trans Metro per 31 Desember 2024. Hal ini disebabkan karena subsidi dari Ditjenhubdat sejak 2020 sudah berakhir. Sementara Pemprov Bali dan Pemprov DI Yogyakarta tidak mengambil alih operasi untuk menganggarkan operasional berikutnya.
Menurutnya, pemerintah pusat dapat mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM untuk penyelenggaraan angkutan umum di daerah. Pasalnya, data Kementerian ESDM (2012), menunjukkan 93 persen subsidi BBM dinikmati warga mampu (memiliki kendaraan pribadi). Sementara angkutan barang menikmati 4 persen dan angkutan umum cuma 3 persen.
"Indonesia tengah mengalami krisis transportasi umum. Jumlah angkutan umum semakin tahun semakin berkurang," ujarnya.
Djoko menjelaskan, banyak kota yang sudah tidak memiliki layanan angkutan umum. Terlebih sejak tahun 2005, awal revolusi sepeda motor yang mudah didapat, masyarakat mulai beralih menggunakan sepeda motor ketimbang kendaraan umum. Selain lebih murah, juga lebih efektif dalam bermobilitas.
"Masyarakat yang menggunakan angkutan umum penumpang cenderung menurun. Kondisi angkutan umum perkotaan di banyak kota sudah tidak beroperasi. Dampaknya penggunaan dan impor bahan bakar minyak subsidi dan angka kecelakaan lalu lintas meningkat," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama