Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Usul RUU Penyesuaian Pidana, Pemerintah Mau Bereskan Salah Rujukan Pasal di KUHP Baru
Advertisement . Scroll to see content

Kemkominfo RI Gelar Seminar Sosialisasi KUHP Anti Hoaks KUHP

Senin, 12 Desember 2022 - 18:16:00 WIB
Kemkominfo RI Gelar Seminar Sosialisasi KUHP Anti Hoaks KUHP
Seminar Sosialisasi KUHP "Anti Hoaks KUHP". (Foto: dok TA TV Solo)
Advertisement . Scroll to see content

JAMBI, iNews.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia sukses menggelar seminar hybrid di Balirung Pinang Masak Universitas Jambi pada Rabu (7/12/2022). Dengan tema Sosialisasi KUHP "Anti Hoaks KUHP".

Seminar ini menghadirkan 3 narasumber, yakni Prof Dr Drs Henri Subiakto, SH, MA (Guru besar FISIP Universitas Airlangga), Afdhal Mahatta, (Tenaga Ahli Komisi III DPR RI), dan Dr Elly Sudarti, SH, MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi).

Kegiatan diawali dengan sambutan dari perwakilan Rektor Universitas Jambi Dr Umar, SH, MH dan sambutan dari Direktur IK Polhukam Kemkominfo RI Bambang Gunawan.

Dalam sambutannya, Umar menuturkan tentang isi RKUHP yang baru saja disahkan pada Selasa (6/12/2022). Menurutnya, dalam KUHP terdapat tiga hal. 

“Pertama, pemidanaan dan tujuannya, kalau tujuannya adalah penyelesaian konflik berarti penyelesaiannya harus ada keseimbangan, di sini berarti memperhatikan nilai-nilai hukum adat yang ada di dalamnya. Kata Von Savigny, hukum itu adalah jiwa rakyatnya. Jadi KUHP sekarang ini mengadopsi jiwa-jiwa rakyat hukum adat, ada di antaranya beberapa walaupun tidak semua. Kedua, memisahkan tindakan pidana antara orang dewasa, anak-anak, dan korporasi. Dan yang ketiga, dalam menjatuhkan hukum pidana, hakim ada opsi memaafkan. Ini yang tidak ada selama ini di KUHP,” tuturnya. 

Sedangkan, Direktur IK Polhukam Kemkominfo RI Bambang Gunawan menuturkan, jika proses dalam penyusunan RUU KUHP menjadi KUHP telah melalui proses yang tidak mulus.

“KUHP yang disahkan kemarin telah melalui proses pembahasan yang secara transparan, teliti, dan partisipatif atau demokratis dengan mengakomodir berbagai masukan dan gagasan publik, perjalanan penyusunan RUU KUHP menjadi KUHP tidak selalu terlaksana mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversi,” katanya.

Setelah disahkannya RUU KUHP, banyak informasi yang semu kebenarannya sehingga membuat masyarakat menjadi resah. Apalagi, dengan pasal-pasal yang akan menjadi acuan hukum negara Republik Indonesia.

Para narasumber dalam seminar sosialisasi RKUHP menjelaskan berbagai sudut tentang fakta yang ada. Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Prof Dr Drs Henri Subiakto, SH, MA, sekarang ini Era Post Truth (Pasca Kebenaran), muncul yang namanya kebenaran-kebenaran semu atau False Truth.

Kenapa demikian? Lanjutnya, karena yang mengisi ruang-ruang komunikasi kita, itu boleh dikatakan tidak hanya lembaga-lembaga resmi, atau katakanlah mereka-mereka yang memiliki komitmen untuk selalu menyampaikan kebenaran, tapi semua orang adalah komunikator.

Kebanyakan informasi yang didapat masyarakat umum adalah dari jejaring sosial media atau internet. Namun, tanpa adanya sumber yang jelas, informasi itu tidak bisa dipercaya.

“Belantara informasi yang ada di dunia digital, dunia maya, medsos, itu seringkali diwarnai dengan kebenaran semu atau informasi informasi palsu. Ada 210 juta pengguna internet di Indnesia, tidak semuanya benar,” ujarnya.

Serangkaian proses dari RUU KUHP menjadi KUHP telah berjalan dalam waktu yang lama dan melewati berbagai jenis tantangan, sampai pada akhirnya telah resmi disahkan. Keputusan ini cukup memicu berbagai argumen publik.

Tenaga Ahli Komisi III DPR RI Afdhal Mahatta mengatakan, jika tidak semua hal dalam perundang-undangan diubah.

“Tentu para Founding Fathers kita dalam menyusun tujuan negara, yang kemudian oleh penyusun Undang-Undang Dasar disepakati untuk tidak diubah dalam amandemen konstitusi. Adapun tujuan negara adalah, yang pertama melindungi segenap tumpah darah Indonesia, yang kedua memajukan kesejahteraan umum, yang ketiga mencerdaskan kehidupan bangsa, dan yang terakhir melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial," katanya.

Afdhal Mahatta juga mengatakan, pengesahan ini tentunya sudah mempertimbangkan berbagai risiko yang akan dihadapi pemerintah. Oleh karena itu, pembentuk Undang-Undang Dasar baik DPR maupun presiden, selalu berupaya menciptakan produk peraturan perundang-undangan yang bertujuan sebesar-besarnya terhadap kesejahteraan rakyat.

Tidak akan mungkin DPR dan presiden dalam menyusun suatu undang-undang itu dengan tujuan merugikan masyarakatnya sendiri.

“RUU KUHP itu mencerminkan pergeseran paradigma pemidanaan yang tidak lagi sekadar memberikan efek jera dan pembalasan, tapi juga memberikan rasa keadilan yang memulihkan,” ujar Afdhal.

Sedangkan menurut Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi, Dr Elly Sudarti, SH, MH, KUHP sebelumnya merupakan rancangan oleh kolonial Belanda. Sesuai dengan materi yang disampaikan oleh narasumber dalam seminar Sosialisasi KUHP Kominfo di Balirung Pinang Masak Universitas Jambi ini.

“KUHP Produk kolonial Belanda ini diperuntukkan oleh kita negara jajahan, kita sudah merdeka sejak 1945,” ucap Elly Sudarti.

KUHP sebelumnya telah digunakan sebagai hukum di Indonesia lebih dari 100 tahun, boleh berbangga, Indonesia kini memiliki hukumnya sendiri dan sesuai dengan nilai-nilai yang ada.

“KUHP Zaman Belanda ini dibentuk karena sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh negara Belanda itu. Sedangkan kita memiliki nilainya sendiri, yang tentunya tidak sesuai dengan nilai yang dianut oleh negara Belanda,” tuturnya.

Editor: Anindita Trinoviana

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut