Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ketua DPD Sultan Najamudin Usulkan 9 November Jadi Green Democracy Day
Advertisement . Scroll to see content

Ketua DPD: Tekanan Global Memaksa Indonesia Meratifikasi dan Terikat Perjanjian Internasional

Sabtu, 10 April 2021 - 19:45:00 WIB
Ketua DPD: Tekanan Global Memaksa Indonesia Meratifikasi dan Terikat Perjanjian Internasional
Ketua DPD bersama rombongan saat mengunjungi cagar budaya Fort Marlborough di Kota Bengkulu, Sabtu (10/4/2021). (Foto: Dok. DPD).
Advertisement . Scroll to see content

BENGKULU, iNews.id - Era globalisasi dinilai tidak mungkin dihindari oleh Indonesia. Tekanan global membuat Indonesia terintegrasi ke dalam perjanjian internasional dan menjadi konsekuensi pergaulan internasional. Kondisi ini juga menguji kedaulatan bangsa.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti secara virtual saat menjadi keynote speaker Seminar Hukum Nasional Himpunan Muda Sarjana Hukum Indonesia (HIMSHI) mengenai Konsep dan Aktualisasi Negara Hukum Indonesia, Sabtu (10/4/2021).

Kegiatan tersebut juga diikuti sejumlah tokoh, yaitu Ketua MPR Bambang Soesatyo, Senator DPD Jimly Asshiddiqie, Menko Polhukam Mahfud MD, praktisi dan akademisi hukum, para sarjana hukum yang tergabung dalam HIMSHI, aktivis organisasi hukum, LSM serta perwakilan BEM fakultas hukum.

Pada kesempatan itu dia menyampaikan, kondisi Indonesia saat ini berbeda dengan era Orde Baru. Masa itu, kata dia tekanan globalisasi bertujuan agar Indonesia membuka lebar pintu bagi masuknya kekuatan ekonomi dan politik asing.

"Sedangkan di era reformasi, tekanan globalisasi bertujuan agar Indonesia semakin terintegrasi ke dalam sistem politik, ekonomi, dan budaya global yang berada dalam kendali kekuatan multinasional yang berwatak kapitalis dan neoliberalisme," ucapnya.

Menurutnya, integrasi ini ditandai dengan sejumlah perjanjian internasional sebagai konsekuensi pergaulan internasional. Dia juga menyebut secara teori, the greatest happiness is a greatest number, yang terpenting dari perjanjian internasional atau ratifikasi tersebut, siapa yang diuntungkan. 

"Semua yang kita tandatangani dan ratifikasi dari perjanjian internasional, mengandung konsekuensi untuk memproduksi hukum. Tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, di mana ratifikasi adalah salah satu bentuk pengesahan, yaitu perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional," katanya.

Pengesahan atau ratifikasi perjanjian internasional, lanjut dia dilakukan melalui undang-undang jika berkenaan dengan sejumlah hal, yaitu masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara, perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia, kedaulatan atau hak berdaulat negara, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, pembentukan kaidah hukum baru, dan pinjaman dan atau hibah luar negeri.

"Sedangkan pengesahan atau ratifikasi perjanjian internasional melalui Keppres, dilakukan atas perjanjian yang mensyaratkan adanya pengesahan sebelum memulai berlakunya perjanjian, tetapi memiliki materi yang bersifat prosedural dan memerlukan penerapan dalam waktu singkat, tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangan nasional," ucapnya.

Dia menjelaskan, jenis-jenis perjanjian yang termasuk dalam kategori ini di antaranya perjanjian induk yang menyangkut kerja sama bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, penghindaran pajak berganda dan kerja sama perlindungan penanaman modal serta perjanjian-perjanjian yang bersifat teknis. 

"Jadi dimana letak kedaulatan hukum negara Indonesia yang sudah menandatangani banyak perjanjian internasional yang patut diduga berlatar kebutuhan masyarakat internasional? Seperi WTO, GATT, Free Trade ASEAN, IJEPA dengan Jepang dan masih banyak lainnya," ucapnya.

Padahal di satu sisi, kata dia kewajiban negara dalam proses ratifikasi perjanjian internasional adalah untuk memastikan keselarasan dengan konstitusi dan mentransformasikan ke hukum nasional. 

"Di sinilah tantangan kepada para sarjana hukum dan politisi di parlemen sebagai law maker. Kita dituntut untuk berpikir dan bekerja guna menyempurnaan saat dua konsep itu dipertemukan, yaitu muatan perjanjian internasional dengan norma konstitusi Indonesia yang seharusnya berpihak kepada rakyat," katanya.

Editor: Kurnia Illahi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut