Ketua Umum PP Muhammadiyah: Puasa Mampu Taklukkan Hawa Nafsu dan Keangkuhan
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan pesan menyambut Ramadan 1445 hijriah/2024 masehi. Puasa menaklukkan diri yang bermahkotakan hawa nafsu serba digdaya, yang oleh Jalaluddin Rumi disebut “ibu dari semua berhala”.
Di mana seseorang dapat menahan makan, minum, dan pemenuhan nafsu biologis adalah penanda menaklukkan segala kuasa diri yang bersifat serbainderawi dan serbadunia. Puasa dapat membebaskan diri dari segala sangkar besi kedigdayaan.
"Maka, jadikan puasa sebagai ruang refleksi tertinggi yang menembus jantung mata hati terdalam. Agar terbentuk karakter insan bertaqwa yang autentik nan rendah hati. Dirinya hanya hamba biasa di bawah Kuasa Tuhan Yang Maha Segala. Semoga dengan berpuasa menjadikan diri setiap insan Muslim siapapun dia, makin rendah hati dan tidak terjangkiti virus angkuh diri," Haedar dalam laman resmi Muhammadiyah, Selasa (12/3/2024).
Dia menyebut bahwa puasa akan menjadi mikraj ruhani tertinggi menuju taqwa bilamana puasanya menurut Imam Al-Ghazali mencapai tingkatan khawas al-khawas, yakni puas khusus bagi orang yang khusus. Itulah puasa tingkat istimewa.
Di mana puasa istimewa yang dimaksud adalah mampu menaklukkan hawa nafsu dan segala keangkuhan diri yang merasa serba digdaya untuk tetap menjadi insan biasa.
"Tuhan melarang manusia angkuh diri atau sombong. Manusia sombong sabda Nabi, cirinya dua yakni merasa diri paling benar dan suka merendahkan orang lain (HR Muslim)," ucapnya.
Mereka yang angkuh atau sombong diri, kata Haedar sering dengan mudah menegasikan orang lain. Dirinyalah pejuang kebenaran sejati. Orang lain termasuk sesama seiman dianggap pengecut, lembek, dan pengkhianat hanya karena berbeda pandangan dan cara dalam perjuangan kehidupan yang tidak sejalan dengan dirinya.
Adapun pihak lain di luar dirinya diposisikan menjual-belikan kebenaran, bahkan kompromi dan membenarkan kemunkaran, karena tidak berkesesuaian dengan pandangannya. Dalil Al-Quran dan Hadis Nabi pun dengan mudah dipakai menstigma pihak lain.
"Tahta, harta, dan kedigdayaan dunia sering menjadikan manusia angkuh diri atau sombong. Orang berilmu pun bisa terjangkiti kesombongan. Dirinya merasa paling benar dan paling tinggi ilmunya, yang lain dianggap bodoh dan rendah. Orang berilmu kadang mudah mengeritik pihak lain dengan keangkuhan keilmuannya," katanya.
Editor: Faieq Hidayat