Kisah 4 Rektor yang Jadi Pahlawan Nasional, Nomor 3 Bangun Lab Persenjataan TNI
JAKARTA, iNews.id - Empat rektor perguruan tinggi terkemuka di Indonesia ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Hal itu membuktikan perjuangan kemerdekaan tak selalu turun ke medan perang.
Jasa keempat tokoh ini pun masih dikenal dengan baik oleh masyarakat saat ini. Bahkan ada yang namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit.
Berikut daftar 4 rektor yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional:
1. Mas Sardjito

Prof Dr Mas Sardjito merupakan pendiri dan rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Dia menjabat sebagai Rektor UGM periode 1949-1961. Sardjito ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 18 November 2019.
Selain itu, Sardjito juga pernah menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) pada 1964-1970. Selain itu, dia juga berperan penting dalam lahirnya Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dan Universitas Andalas di Sumatra Barat.
Sardjito lahir di Madiun pada 13 Agustus 1889. Setelah lulus dari Stovia pada 1915, dia menjadi dokter di dinas kesehatan kota di Batavia.
Semasa hidupnya, Sardjito mengabdikan dirinya di dunia kedokteran. Dia juga banyak melakukan penelitian dan meninggalkan karya-karya di bidang kedokteran. Salah satu peninggalannya yang paling terkenal adalah obat batu ginjal yang hingga saat ini banyak digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.
Melalui pengabdiannya kepada Indonesia, Sardjito memperoleh penghargaan “Bintang Gerilya”. Penghargaan tersebut diberikan atas perjuangan gerilyanya dalam rangka membela kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, dia juga mendapatkan dua penghargaan “Bintang Mahaputera” dan “Bintang Kehormatan Keilmuan”. Atas jasanya pula, nama Sardjito diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Abdulkahar Mudzakkir

Prof KH Abdulkahar Mudzakkir merupakan seorang pemikir Islam yang banyak berkontribusi di dunia pendidikan dan politik. Abdulkahar Mudzakkir lahir di Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta pada 16 April 1907. Dia dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 8 November 2019.
Abdulkahar merintis berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta dan menjadi rektor pertamanya, pada 1945-1948. Ketika STI bertransformasi menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) yang berlokasi di Yogyakarta, Kahar juga menjabat sebagai rektor pertama yakni dari tahun 1948-1960. Dia bahkan tercatat sebagai rektor yang paling lama menjabat di UII.
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Abdulkahar Mudzakkir pernah menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Selain itu, dia juga menjadi bagian dari ‘panitia kecil’ yang beranggotakan sembilan orang.
Mereka bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 sebagai acuan dasar negara.
3. Herman Johannes

Prof Dr Ir Herman Johannes atau kerap ditulis Herman Yohannes merupakan seorang cendekiawan dan politikus Indonesia. Tokoh yang lahir di di Rote, NTT pada 28 Mei 1912 ini mendapatkan gelar insinyur dari Technische Hoogeschool (THS) atau Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
Semasa kuliah, dia aktif berorganisasi. Herman Johannes juga kerap menulis karangan ilmiah dan dimuat di majalah De Ingeniur in Nederlandsche Indie.
Kiprah Herman dalam kemerdekaan Indonesia cukup banyak. Salah satunya, dia pernah membangun laboratorium persenjataan bagi TNI. Dia berhasil pula membuat sejumlah bahan peledak untuk perang melawan Belanda, termasuk bom asap dan granat tangan. Saat Yogyakarta diserang oleh Belanda, Herman mendapat tugas dari Letkol Soeharto untuk menghancurkan jembatan-jembatan penghubung Yogya dengan kota-kota lain guna menghalau musuh.
Pada 1961, Herman dikukuhkan sebagai rektor Universitas Gadjah Mada (UGM). Dia menempati posisi tersebut hingga tahun 1966. Setelah itu, dia menjabat Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951). Herman Johannes mendapat gelar pahlawan nasional pada 2009.
4. Arnold Mononutu
Prof Arnold Mononutu merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dan dihargai sebagai putra daerah yang gagah berani sekaligus pejuang nasional. Dia lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 4 Desember 1896 dengan nama Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu.
Arnold pernah mengenyam pendidikan di Stovia, sebelum melanjutkan studi ke Belanda di bidang hukum. Di sana, nasionalismenya tergugah.Ketika pulang ke Tanah Air, Arnold berkiprah dalam pergerakan melawan Belanda.
Perjuangan Arnold Mononutu untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membuat dirinya ditunjuk untuk memegang beberapa jabatan strategis. Dia pernah menjadi Menteri Penerangan Kabinet RIS tahun 1949-1950, Menteri Penerangan Kabinet Sukiman-Suwirjo, dan Menteri Penerangan pada Kabinet Wilopo.
Pada 30 Desember 1949, selaku Menteri Penerangan, Arnold mengukuhkan nama Jakarta sebagai nama baru bagi Kota Batavia. Di dunia pendidikan, Arnold juga berkontribusi besar. Dia diangkat menjadi rektor ke-3 Universitas Hasanuddin pada 1960-1965.
Di masa kepemimpinannya, jumlah fakultas Universitas Hasanuddin bertambah, yang semula hanya tiga menjadi sembilan fakultas. Atas jasa-jasanya, Arnold Mononutu dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah pada 2020.
Editor: Rizal Bomantama