Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Apel Srawung Agung, Kapolri Ajak Jajaran Kolaborasi dengan Warga Jaga Keteraturan Sosial
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Charlie Chaplin Datang ke Indonesia, Timbulkan Kerumunan hingga Surabaya

Senin, 23 November 2020 - 06:45:00 WIB
Kisah Charlie Chaplin Datang ke Indonesia, Timbulkan Kerumunan hingga Surabaya
Aktor paling berpengaruh di era film bisu, Charlie Chaplin. (Foto: Telegraph).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Siapa tak kenal Charlie Chaplin? Aktor kelahiran Walworth, Inggris itu merupakan bintang film paling berpengaruh di zamannya. Begitu terkenalnya, orang kerap mengidentikkan film bisu dengan Chaplin, begitu pula sebaliknya.

Namun tak banyak tahu pria bernama lengkap Charles Spencer Chaplin itu ternyata pernah mengunjungi Indonesia. Ketika itu RI masih bernama Hindia Belanda (Nederland Indische).

Laporan surat kabar De Indische Courant terbitan 2 April 1932 dan De Locomotief edisi hari sama merekam suasana dan antusiasme masyarakat saat itu untuk menyambut sang superstar.

Artikel koran itu menyebut Spoorwegstation Goebeng Soerabaja (Stasiun Gubeng Surabaya) pada 1 April 1932 penuh sesak oleh kerumunan orang. Ratusan warga menunggu dengan antusias kehadiran Charlie Chaplin dan saudaranya Syd Chaplin di stasiun tersebut. Seperti informasi yang beredar, Chaplin akan menggunakan kereta api menuju Surabaya.

“Ternyata mereka menunggu dengan sia-sia. Chaplin mendadak merubah moda transportasinya. Dia memutuskan untuk naik mobil dari Yogyakarta ke Surabaya,” bunyi laporan surat kabar tersebut yang dirawikan oleh penikmat sejarah lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rino Surya Budisaputra, dikutip Senin (23/11/2020).

Charlie Chaplin (kiri) bersama pasangannya dan calon ibu mertua tiba di Vliegveld Tjililitan (sekarang Bandara Halim Perdanakusuma) pada 1936. (Foto: National Library of Australia).
Charlie Chaplin (kiri) bersama pasangannya dan calon ibu mertua tiba di Vliegveld Tjililitan (sekarang Bandara Halim Perdanakusuma) pada 1936. (Foto: National Library of Australia).

Butuh waktu 6,5 jam bagi Chaplin untuk melaju dari Yogya ke Surabaya dengan menggunakan mobil. Tiba di Kota Pahlawan pada pukul 20.30, dia menginap di Oranje Hotel (kini Hotel Majapahit).

Oranje Hotel yang dibangun oleh Sarkies Brothers saat itu, bahkan sampai kini, merupakan hotel prestisius di Surabaya. Kelak di hotel ini pula perobekan bendera Belanda oleh Arek-Arek Surabaya menjadi pemicu salah satu peperangan heroik anak bangsa melawan kolonial, ‘Pertempuran 10 November 1945’.

Di Indonesia, Chaplin dan saudaranya sempat berkeliling Jawa. Mereka telah menengok Borobudur yang termahsyur. Dalam wawancara dengan media, komika yang juga komposer ini menyebut sesungguhnya lebih senang menikmati perjalanan menggunakan mobil.

Namun mengingat saat itu cuaca tidak memungkinkan, dia pun memilih menumpang KA dari Batavia (Jakarta) sampai Yogyakarta, lalu melanjutkan ke Surabaya.

Di Yogyakarta, Chaplin dan saudaranya mengunjungi kediaman Gouverneur van Djokdjakarta (Gubernur Yogyakarta) Pieter Rudolph Wolter van Gesseler Verschuir. Ketika itu, atas nama Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, Rudolph mengundang Chaplin bersaudara ke Keraton Yogyakarta dalam rangka acara Gerebeg Besar yang akan diadakan pada 17 April.

Namun Chaplin terpaksa menolak undangan tersebut karena jadwal perjalanannya yang padat. Tidak hanya di Jakarta dan Yogya serta Surabaya, dia juga menginjakkan kaki ke Garut hingga Bali.

Menariknya, tak cuma sekali Chaplin datang ke Hindia Belanda. Pada April 1936, dia bersama pasangannya, Paulette Goddard, dan calon ibu mertua, juga menyempatkan mengunjungi acara peresmian gedung baru Oranje Hotel.

Bangunan baru itu bergaya 'art deco' yang fashionable pada masanya. Setelah dari Surabaya dia berangkat menuju Pulau Dewata. Momen kedatangan Chaplin kali ini terarsipkan dalam National Library of Australia.

Dalam perjalanannya menuju Hindia Belanda kali ini, pasangan tersebut bertolak dari Singapore menuju Batavia dengan menggunakan maskapai Australia, Qantas. Diwartakan pula Goddard tertarik dengan kain batik. Mereka sempat memborong barang tersebut di toko-toko milik orang China.

Surat kabar De Indische Courant terbitan 6 April 1936 dan The Queenslander edisi 22 Oktober 1936 juga menuliskan kisah perjalanan Chaplin ini. Disebutkan, setelah menghabiskan seminggu yang tenang dan menyenangkan di Bali, rombongan meninggalkan pulau eksotis tersebut dengan kapal 'Van der Wijk'.

Cerita tentang kapal ini juga tak lekang zaman. Kelak, kapal Van der Wijk pada Oktober 1936 tenggelam di perairan barat Surabaya yang menewaskan 75 orang. Tragedi ini mengilhami lahirnya karya sastra monumental, novel “Tenggelamnya Kapal Van der Wijk” yang ditulis Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih populer dengan sebutan Buya Hamka.

Karya legendaris itu dirilis pada 1938. Novel itu lantas diangkat dalam film layar lebar bertajuk sama pada 2013.

Kembali ke Chaplin. Perjalanan dilanjutkan dari Banjarmasin menuju Jakarta dengan pesawat. Setelah beristirahat semalam, rombongan dijadwalkan meninggalkan Jakarta menuju Singapura transit Palembang. Chaplin dan rombongannya menggunakan maskapai Hindia Belanda, KNILM, sebelum melanjutkan perjalanan kembali menuju Amerika Serikat.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut