Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Demo di Kantor Bupati Tulang Bawang, Warga Tuntut Pengembalian Hak Tanah Umbul
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Mahasiswa RI Puasa di Swedia: Masak Sate Maranggi untuk Obati Rindu

Senin, 17 April 2023 - 08:00:00 WIB
Kisah Mahasiswa RI Puasa di Swedia: Masak Sate Maranggi untuk Obati Rindu
Galih Tridarna Poetra, Mahasiswa Indonesia di Swedia (Dok. Pribadi)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Bagi setiap muslim, Ramadan adalah momen yang istimewa. Sebab, di saat itu mereka akan melaksanakan sahur dan buka bersama orang-orang terdekat. Namun, bagaimana rasanya bila jauh dari keluarga dan kampung halaman?

Adalah Galih Tridarna Poetra yang tengah menjalani puasa di tanah rantau. Ia saat ini tengah menjalani pendidikan S2 Applied Biotechnology di Uppsala University, Swedia. Pria yang akrab disapa Galih ini mengaku puasa di Swedia berbeda dengan di Indonesia. Hal ini karena temperatur yang sangat rendah serta jumlah populasi muslim yang minoritas.

“Dinginnya terasa, apalagi pas awal-awal puasa karena musim dinginnya Swedia bisa sampai bulan April. Dari sisi suasana pun berbeda. Di sini sepi karena nggak banyak yang berpuasa. Rasanya seperti lagi puasa sunnah saja," ujar dia saat berbincang dengan iNews.id, baru-baru ini.

suasana bukber di Swedia (Dok pribadi)
suasana bukber di Swedia (Dok pribadi)

Meskipun begitu, kata Galih, pengalaman puasa di Swedia sangatlah seru dan menantang. Baginya, suhu Swedia yang rendah justru menjadi salah satu tantangan dalam melaksanakan puasa karena harus menggunakan pakaian yang sangat tebal.

"Musim dingin di sini pernah mencapai minus 20°C. Awal puasa kemarin suhunya minus 4°C dan kami di sini sudah terbiasa pakai jaket tebal. Haus sih nggak, tapi capek nahan dingin apalagi pakai jaket berlapis. Lebih ke arah sana capeknya," tutur dia sambil tertawa.

Lebih lanjut, pria lulusan S1 IPB ini mengatakan di awal Ramadan, waktu Subuh di Swedia berada di pukul 03.17 kemudian Magrib di pukul 18.16. Namun, nantinya menjelang Idulfitri waktu Magrib akan berada di pukul 20.24 sehingga warga muslim di Kota Uppsala, Swedia harus menahan haus dan lapar hingga 17 jam lamanya.

"Karena saya baru tahun pertama ya di sini. Ada banyak teman-teman di sini yang sudah lebih lama dan pernah merasakan puasa 17,5 jam di puncak musim panas. Setiap harinya kami harus beradaptasi dalam penambahan waktu berpuasa 5 menit ," katanya.

Untuk mengatur jadwal puasa yang padat tersebut, beberapa muslim di Swedia, kata Galih, melakukan penyesuaian memiliki tips pola makan. Sebab, ada beberapa orang yang tidak bisa makan terlalu pagi sehingga hanya makan satu kali sehari di waktu berbuka saja.

Masak Sate Maranggi untuk Obati Rasa Rindu Indonesia

Suasana Ramadan, Buka Bersama di Swedia (Dok pribadi Galih)
Suasana Ramadan, Buka Bersama di Swedia (Dok pribadi Galih)

Rasa rindu terhadap Tanah Air selalu muncul dalam hati Galih, terlebih di momen Ramadan. Menurutnya, ia selalu merindukan kebersamaan dengan keluarga, masakan Indonesia, hingga makanan takjil jelang berbuka.

"Kangen kumpul sama keluarga ya, karena pasti berbeda rasanya ketika merantau, walau saya ada teman-teman senasib seperantauan, Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Uppsala. Kangen suasana Ramadan di Indonesia juga, terutama menu takjil dan makanan Indonesia," ucapnya.

Lantas, untuk mengobati rasa rindu kepada keluarga, Galih mengaku selalu menghubungi keluarga dengan video call. Kemudian, untuk mengatasi kerinduan pada makanan Indonesia, ia mencoba untuk memasak makanan sendiri, salah satunya adalah sate maranggi khas Purwakarta

"Karena saya dari Bogor, terkadang rindu makanan khas Sunda. Jadi saya biasanya buat sate maranggi pakai sambal tomat khas Purwakarta. Kalau membahas harga bumbu-bumbu Indonesia di sini, kami sudah tutup matalah kalau sudah rindu," kisahnya.

Sementara itu, ia dan teman-teman Indonesia di asrama juga beberapa kali memasak makanan Indonesia bersama, misalnya nasi, olahan telur dan daging ayam. Ia pun merasa bersyukur karena daging halal di Swedia mudah didapatkan.Hal itu karena ada banyak penduduk muslim dari Timur Tengah yang bermukim di Swedia. Sehingga, ibadah puasa Ramadhan pada dasarnya bukan hal yang asing lagi oleh para penduduk lokal di sana.

"Di sini orang-orangnya jarang bertanya soal agama orang lain karena rata-rata orangnya tidak ingin mengurusi urusan pribadi orang lain. Di Uppsala cukup banyak penduduk yang beragama Islam, sehingga berpuasa bukan sesuatu yang asing atau aneh bagi warga di sini. Namun di kota pelajar ini banyak juga pendatang dari negara-negara Eropa lainnya, yang tidak biasa berinteraksi dengan muslim. Merekalah yang justru bertanya-tanya tentang cara berpuasa," ucap Galih.

Jadi, bagaimana dengan kisah puasa di daerah kamu, teman iNews.id?

Editor: Puti Aini Yasmin

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut