Kisah Pedagang Sayur Sepiati Rela Jadi Penari Topeng demi Lunasi Utang
JAKARTA, iNews.id - Toko Diah Cookies tengah ramai pengunjung. Maklum, kala itu Menteri Sosial Tri Rismaharini mengajak jajaran pejabat tinggi madya dan pratama Kementerian Sosial belanja kuliner di industri rumahan yang pernah dibesarkan Mensos saat jadi Wali Kota Surabaya.
Di tengah hiruk pikuk, tiba-tiba Risma keluar dari toko menuju arah jalan. Ternyata, Risma keluar ruangan guna menemui sosok yang menarik perhatiannya, yakni seorang wanita berkostum hijau dan bertopeng.
Wanita itu tengah menari diiringi lagu dari pengeras suara portable yang dibawanya. Ternyata, dirinya tengah menghibur anak-anak di Jalan Ketandan Baru II No.6-A, Kelurahan Genteng, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Anak warga kampung pun turut menari mengikuti alunan musik.
“Sik sik. Kowe ini laopo? Laopo ngene iki (Eh, sebentar. Kamu sedang apa? Ngapain seperti ini?),” kata Mensos Risma dalam keterangannya, Minggu (21/11/2021).
Perlahan, sang Ibu Penari itu menghentikan aksinya. Tangannya ditangkupkan di muka dan badannya membungkuk. Sambil menangis, dia menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Risma.
"Kulo nderek sepuro bu (Saya mohon maaf bu),” jawab si ibu.
Mensos lantas mengajak si ibu duduk di emperan rumah warga, dan berbincang. Dari identitas KTP, nama ibu ini adalah Sepiati, warga Tambak Asri, Surabaya.
“Njajal crito o, ngopo kok kowe ngene iki. Ga onok kerjoan liyani tah," tanya Risma lagi.
Sepiati akhirnya bercerita. Hidupnya tengah dilanda kesulitan ekonomi. Suaminya hanya pengayuh becak dengan pendapatan tidak bisa diandalkan. Sehari-hari, dia berdagang sayur di rumah kontrakannya.
Biaya kontrak Rp750.000 dan biaya hidup sehari-hari dengan satu anak sekolah SMP, lebih tinggi dari penghasilan.
Akhirnya, Sepiati pun terjerat utang sampai Rp5 juta. Maka, siang setelah dagang sayuran selesai, Sepiati mulai mengenakan kostum hijau dan memasang topeng.
Dari kampung ke kampung dirinya berkeliling untuk menari. Berharap mendapatkan pemasukan tambahan guna membayar utangnya.
“Utang kulo kathah bu. Bojo kulo tukang becak. (Utang saya banyak bu. Suami saya pekerjaannya sebagai tukang becak)," jelas Sepiati ke Risma.
Ketika bercerita, air mata Sepiati tampak turun deras menyentuh pipinya. Risma lantas menepuk pundak wanita berusia 47 tahun tersebut. "Wes saiki bukaen. Buka. Wes ra usah nangis. (Sudah sekarang buka topengnya. Enggak usah menangis)," tutur Mensos.
Risma lalu menawari Sepiati pekerjaan yakni menjadi penyapu jalanan. Menurut dia, bekerja sebagai tukang sapu jalan memiliki gaji yang lumayan ketimbang menjadi penari topeng.
Tak hanya ditawari pekerjaan, Risma turut meminta Sepiati pindah ke rumah susun. Biaya yang akan dia keluarkan jauh lebih murah.
"Kowe pindah rumah susun yo. Tak golekno. Timbang ane mbayar pitu seket. Enak pitung puluh ewu thok. Gelem. (Kamu pindah rumah susun ya. Saya Carikan, daripada membayar Rp750.000, lebih baik ke rumah susun hanya membayar Rp70.000),?" ungkapnya.
Untuk mengkoordinasikan pelayanan terhadap Sepiati, Risma kemudian menghubungi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Mensos juga menginstruksikan kepada staf dan jajaran terkait di Kemensos untuk menindaklanjuti kebutuhan Sepiati.
Ditinggalkan Mensos dan rombongan, Sepiati seperti tidak percaya. Dengan terbata-bata, dia mengaku bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Mensos Risma.
"Nggih mboten nginten kepanggih terus dibantu Bu Risma. Matur nuwun Bu Risma. Mugi penjenengan sehat panjang umur. (Tidak mengira bertemu dan dibantu Bu Risma. Terima kasih Bu Risma. Semoga ibu sehat dan panjang usia), " ujar Sepiati.
Editor: Faieq Hidayat