Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Hasto Ungkit Pesan Bung Karno: Kita Tak akan Jadi Negara Kuat jika Tidak Kuasai Samudera
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Presiden Soekarno Minta LB Moerdani Jadi Menantunya, Jawabannya Sungguh Tak Terduga

Senin, 26 September 2022 - 07:32:00 WIB
Kisah Presiden Soekarno Minta LB Moerdani Jadi Menantunya, Jawabannya Sungguh Tak Terduga
MayorInfanteri Benny Moerdani dan Presiden Soekarno seusai penyematan Bintang Sakti di halaman Istana Merdeka pada November 1960. (Foto: Repro)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Presiden Soekarno terkesima dengan kecakapan seorang LB Moerdani atau Benny Moerdani. Salah satunya ditunjukkan Mayor Infanteri LB Moerdani saat menerima penghargaan Bintang Sakti pada November 1960.

Penghargaan itu diberikan untuk para tentara yang berjasa dalam operasi Pembebasan Irian Barat (sekarang Papua). Bintang jasa itu disematkan langsung oleh Bung Karno.

“Pengorbananmu tidak kecil, pengorbananmu besar sekali. Engkau boleh dinamakan pahlawan, pahlawan bangsa,” kata Bung Karno seperti dikutip dari buku Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan (1993) usai memberikan penghargaan.

Benny Moerdani lahir 2 Oktober 1932 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ayahnya, Raden Bagus Moerdani Sosrodirdjo merupakan pegawai jawatan kereta api yang sering berpindah-pindah tugas. Ibunya yang bernama Jeanne Roech merupakan perempuan berdarah Eropa kelahiran Magelang yang berprofesi guru taman kanak-kanak.

Di usia yang belum genap empat tahun, Benny kecil dibawa pindah orang tuanya ke Semarang. Kemudian pindah tugas lagi ke Yogyakarta dan lantas menetap di Solo. Di kesatuannya Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus), Benny Moerdani menjabat Komandan Batalyon I RPKAD.

Pada pertengahan tahun 1964, Benny dipanggil untuk menghadap Bung Karno di Istana Negara. Bung Karno ingin tahu duduk persoalan insiden bentrokan antara anggota RPKAD dengan anggota Cakrabirawa atau Tjakrabirawa dari unsur KKO (sekarang Marinir).

Kabar adanya bentrok fisik di lapangan Banteng yang dipicu aksi saling ejek sempat membuat Bung Karno marah. Insiden tersebut bersamaan dengan acara pertemuan para dokter militer di Istana Negara. Pertikaian berakhir damai setelah para pimpinan pasukan yakni Benny Moerdani, Mayor Saminu, dan Komandan Resimen Cakrabirawa Kolonel CPM Moh Sabur bertemu di Markas Garnizun Jakarta.

Di beranda belakang Istana Merdeka, Benny dan Bung Karno bertemu. Dalam pembicaraan itu Benny lebih banyak mendengarkan, sementara Bung Karno bercerita panjang lebar bagaimana di setiap negara harus punya pasukan elite. Yang dimaksud Bung Karno yaitu Cakrabirawa yang berdiri awal Mei 1963.

“Tugas pasukan elite kecuali untuk bisa melindungi negara dari ancaman musuh, yang juga tidak kalah pentingnya harus selalu siap sedia untuk melindungi Kepala Negara,” kata Bung Karno kepadanya.

Benny Moerdani kemudian dibuat tersentak oleh Bung Karno. Dalam percakapan itu Bung Karno tiba-tiba meminta Benny Moerdani untuk menjadi anggota Cakrabirawa. 

“Ben, saya menginginkan kamu menjadi anggota Cakrabirawa,” ucapnya.

Benny kaget dan seketika terdiam. Suasana pun berubah hening. Di pikiran Benny tidak pernah menduga akan mendapat perintah semacam itu. Namun kemudian dengan perlahan dia memberanikan diri menjawab yang itu membuat Bung Karno marah.

Benny Moerdani yang sepanjang karir militernya digembleng untuk menjadi pasukan komando mengatakan dirinya ingin menjadi tentara yang betul-betul tentara. Bagi Benny Moerdani, tugas yang dijalankan Cakrabirawa bukan tugas seorang anggota militer profesional.

“Lho, apa kau pikir Cakrabirawa bukan tentara,” teriak Bung Karno dengan nada marah.

Benny Moerdani buru-buru menjelaskan dengan dalih dirinya ingin menjadi komandan brigade terlebih dahulu. Doa sengaja mengemukakan alasan teknis agar Bung Karno berhenti memaksakan keinginannya.

Cara Benny Moerdani berkelit terbukti manjur. Bung Karno kemudian mengalihkan pembicaraan dengan tema lain. Bung Karno berbicara tentang urusan keluarganya, anak-anaknya termasuk keinginan menikahkan anaknya dengan anggota militer seperti Benny Moerdani.

“Saya sebetulnya ingin anakku kawin dengan seorang pahlawan. Ya seperti engkau ini,” kata Bung Karno dengan suara perlahan.

Benny Moerdani tahu, keinginan Bung Karno untuk menjadikan dirinya sebagai menantu dilandasi niat yang baik. Namun dia tidak bisa memenuhi hal itu karena sudah memiliki pilihan sendiri. Mengingat Bung Karno merupakan Kepala Negara sekaligus orang tua yang tengah merindukan datangnya menantu, Benny Moerdani berhati-hati dalam menolak.

Dia berusaha keras memilih kata-kata penolakan yang tidak menyinggung perasaan. Bung Karno pun bisa menerima alasannya. Dengan perasaan lega, Benny Moerdani kemudian bisa meninggalkan halaman Istana Kepresidenan tanpa diberatkan beban.

Pada pemerintahan Presiden Soeharto, karier militer Jenderal Benny Moerdani berada di puncak. Dia diangkat menjadi Panglima ABRI selama lima tahun (28 Maret 1983 – 27 Februari 1988). Dia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Pada 29 Agustus 2004 Benny Moerdani yang mengalami stroke dan infeksi paru-paru meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Jenderal Benny Moerdani yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meninggalkan seorang istri, satu putri, dan lima cucu.

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut