KontraS Minta Ombudsman Usut Dugaan Maladministrasi dalam Penembakan 6 Laskar FPI
JAKARTA, iNews.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam peristiwa penembakan oleh polisi yang menyebabkan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Rizieq Shihab tewas. Mereka pun mendorong Ombudsman RI mengusut dugaan maladministrasi dalam peristiwa itu.
Selain itu, KontraS mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis memproses secara terbuka dan adil anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban.
"Meminta Ombudsman RI untuk melakukan investigasi terkait dengan dugaan maladministrasi dalam proses penyelidikan yang menyebabkan tewasnya enam orang tersebut. Kapolri juga harus memastikan tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti di Jakarta, Selasa (8/12/2020).
Menurutnya Propam Polri harus melakukan pemeriksaan dan audit senjata api dan amunisi secara berkala yang digunakan oleh anggota kepolisian yang terlibat dalam proses penguntitan tersebut. Komnas HAM dan Kompolnas juga diminta secara independen harus melakukan pemantauan langsung dan mendalam terhadap peristiwa penembakan ini.
"Komnas HAM dan Kompolnas harus memastikan rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan nantinya akan memiliki tekanan pada proses hukum yang berjalan serta memenuhi hak-hak dari korban penembakan," ujar Fatia.
KontraS menilai insiden tembak mati pengawal Habib Rizieq merupakan pelanggaran prinsip fair trial atau peradilan yang jujur dan adil. Berdasarkan keterangan yang dihimpun KontraS, kepolisian mengakui sedang melakukan penguntitan yang berkaitan dengan proses penyelidikan. Di sisi lain, FPI menyatakan saat itu rombongan Habib Rizieq sedang melakukan perjalanan untuk pengajian rutin keluarga.
Lalu di tengah perjalanan, dari kedua belah pihak menyampaikan keterangan yang berbeda atas tewasnya enam orang tersebut. Kendati demikian, penembakan yang dilakukan terhadap enam orang tidak dapat dibenarkan.
Dalam beberapa kasus hasil pemantauan KontraS, selama tiga bulan terakhir terdapat 29 peristiwa extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum yang mengakibatkan 34 orang tewas. Terkait penggunaan senjata api yang mengakibatkan tewasnya seseorang, KontraS menemukan sejumlah pola, seperti korban diduga melawan aparat, atau korban hendak kabur dari kejaran polisi.
"Seringkali alasan tersebut digunakan tanpa mengusut sebuah peristiwa secara transparan dan akuntabel. Dalam konteks kematian enam orang yang sedang mendampingi Rizieq Shihab, anggota kepolisian sewenang-wenang dalam penggunaan senjata api karena tidak diiringi dengan membuka akses seterang-terangnya dengan memonopoli informasi penyebab peristiwa tersebut," tuturnya.
Fatia menjelaskan, besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri di atas menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap No. 8 Tahun 2009.
Lebih jauh, kesewenang-wenangan penggunaan senjata oleh anggota Polri telah mengabaikan hak masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999.
"Atas peristiwa kematian enam orang tersebut, KontraS mengindikasikan adanya praktik extra judicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut. Penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas. Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh," katanya.
Editor: Rizal Bomantama