KPID Jakarta: Seluruh Materi Siaran Wajib Mendapat Persetujuan Hak Siar
JAKARTA, iNews.id – Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta Tri Andri menegaskan bahwa seluruh materi siaran atau program acara wajib memiliki/mendapat persetujuan Hak Siar dari lembaga penyiaran dan industri terkait. Persetujuan diperlukan demi menghindari persoalan yang dapat terjadi.
Penegasan ini disampaikan Tri Andri dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Tata Kelola Materi Siaran terhadap Hak Siar dan Hak Cipta di Lembaga Penyiaran” di Gedung Graha Mental Spiritual Lt 1 Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (26/9/2019). FGD digelar untuk menyikapi kebijakan langit terbuka (open sky policy) yang memunculkan dilema antara Hak Siar dan Hak Cipta.
”Bahwa sebelum melakukan aktivitas penyiarannya agar seluruh materi siaran/mata program acara wajib/telah memiliki atau mendapat persetujuan hak siar (hak menyiarkan) dari lembaga penyiaran dan industri terkait, guna menghindari adanya perselisihan di kemudian hari,” kata Tri Andri dalam keterangan tertulis resmi KPID Jakarta, dikutip Sabtu (28/9/2019).
KPID Jakarta berpandangan, satu di antara faktor penghambat industri penyiaran tumbuh dan berkembang adalah kebijakan sistem langit terbuka. Dengan sistem ini, masyarakat dapat secara bebas mengakses dan menikmati materi siaran dari berbagai lembaga penyiaran secara free melalui antena parabola tanpa adanya mekanisme kontrol/pengawasan dan persoalan materi siaran diikat dengan hak siar oleh lembaga penyiaran dan industri terkait.
Para Komisioner KPID DKI Jakarta di sela-sela FGD.
Padahal, Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebutkan bahwa setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki Hak Siar. Dalam penjelasannya disebutkan Hak Siar adalah hak yang dimiliki lembaga penyiaran (ditengarai memiliki Izin Penyelenggara Penyiaran/IPP) untuk menyiarkan program atau acara yang diperoleh secara sah dari pemilik Hak Cipta atau penciptanya.
Namun di sisi lain, Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Kabel memandang UU 32/2002 Pasal 26 ayat (2) poit b menjelaskan, LPB menyediakan sekurangya 10 persen dari kapasistas kanal saluran untuk menyalurkan program dari Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta (FTA), sehingga dimaknai LPB Kabel bahwa siaran FTA dari lembaga penyiaran swasta dapat diakses secara bebas.
KPID Jakarta menilai dua pasal ini kerap menjadi persoalan dan rawan menimbulkan perselisihan yang menghambat tumbuh dan berkembangnya industri penyiaran dan industri terkait.

Anggota Bidang PS2P KPID Jakarta Bambang Pamungkas memandang dan merasa perlu bahwa persoalan Hak Siar dan Hak Cipta segera diselesaikan. Ini penting karena masih banyak tantangan lain di dunia penyiaran yang harus dihadapi.
”Karena ke depan kita menghadapi tantang lebih berat, yaitu era siaran digital dan rawan terjadi perselisihan dan ujungnya masyarakat yang dirugikan,” kata dia.
Selain dihadiri para Komisioner KPID DKI Jakarta, FGD juga mengundang narasumber terkait antara lain, Koordinator Bidang Kelembagaan KPI Pusat Irsyal Ambiya, Dirjen Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Agung Damarsasongko, dan perwakilan Dirjen PPI Kementerian Komunikasi dan Informatika Charles.
Selain itu, Kasubid Penmas Humas Polda Metro Jaya AKBP I Gede Nyeneng, anggota Dewan Pers Asep Septiawan, perwakilan ATVSI, dan para Akademisi, seperti Nusatyo dan Akuat Supriyanto, serta perwakilan KPI daerah.
Irsyal Ambiya menegaskan, setiap lembaga penyiaran harus mencantumkan hak siarnya secara jelas. Selain itu, program siaran yang memuat potongan gambar yang berasal dari sumber luar wajib menyebutkan asal sumbernya. Karena itu, persoalan Hak Siar dan Hak Cipta materi siaran perlu dilakukan kajian lebih lanjut dan KPI Pusat bersedia menindaklanjutinya.
Sementara itu Dirjen Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Agung Damarsasongko memaparkan tentang hak ekonomi lembaga penyiaran atas karya siaran. Menurut dia, hak ekonomi tersebut salah satunya berupa memberi izin atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran dan penggandaan fiksasi siaran.
Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPID DKI Jakarta Tri Andri Supriadi.
Setiap orang, kata Agung, dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atau konten karya siaran Lembaga Penyiaran. Walaupun lembaga penyiaran memiliki hak ekonomi, tetap juga dibatasi oleh peraturan perundang-udangan lainnya.
Hal senada diungkapkan, Charles perwakilan dari Kominfo. Dia menyebutkan bahwa terkait dengan materi siaran/mata acara perlu memiliki Hak Siar karena terkait adanya Hak Cipta. Anggota Dewan Pers Asep Septiawan menekankan, produk-produk jurnalistik pun memiliki hak siar dan hak cipta.
Akademisi Nursatyo dan Akuat Supriyanto sepakat bahwa Hak Siar harus dikelola dengan baik. KPI, khususnya KPID Jakarta, memiliki kesempatan melakukan atau mengelola Hak Siar dan Hak Cipta sebagai mekanisme kontrol dan tentunya harus dibarengi dengan regulasi yang ada.
FGD tersebut juga menghasilkan beberapa catatan di antaranya, perlu ada tata kelola berkenaan dengan Hak Siar karena di dalamnya ada Hak Cipta. Untuk hak siar materi siaran dari Lembaga Penyiaran Swasta (FTA) saat akan diretribusi ke Lembaga Penyiaran Berlangganan (satelit/kabel) terlebih dahulu perlu mendapatkan persetujuan dari pemiliknya, yaitu Lembaga Penyiaran Swasta dan/atau indutri terkait.
Bila ada persilangan pendapat berkenaan Hak Siar, sebaiknya dilakukan mediasi sebelum ke lembaga hukum dan KPI atau KPID dapat menjadi mediator. Selain itu, diusulkan adanya gugus tugas dimotori oleh KPI Pusat dan melibatkan berbagai stakeholder untuk membahas persoalan Hak Siar dan tata kelolanya.
Editor: Zen Teguh