KPK Cecar Bupati Lampung Tengah soal Permintaan Uang hingga Aliran Suap Rektor Unila
JAKARTA, iNews.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Bupati Lampung Tengah, Musa Ahmad terkait kasus dugaan suap Rektor nonaktif Universitas Lampung (Unila), Karomani (KRM). Musa dicecar penyidik perihal tarif harga memuluskan calon mahasiswa untuk masuk Unila hingga aliran uang suap ke Karomani.
Selain Musa, penyidik juga menelisik tarif harga masuk Unila hingga aliran uang dugaan suap Karomani ke saksi lain, di antaranya Bos Tegal Mas Lampung, Thomas Azis Riska; PNS, Jaka Adiwiguna; dua pihak swasta, M Alzier Dhianis Thabrani dan Mahfud Santoso; serta Wiraswasta, Asep Sukohar.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya permintaan uang dari tersangka KRM untuk meluluskan calon mahasiswa baru. Termasuk didalami juga terkait adanya aliran uang tersangka KRM ke beberapa pihak," ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Kamis (24/11/2022).
Sementara itu, tiga saksi mangkir atau tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Ketiganya yaitu, Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), H Muhammad Kadafi; Bupati Lampung Timur, M Dawam Rahardjo; dan Wiraswasta, Sihono.
"Ketiga saksi tidak hadir dan penjadwalan dan pemanggilan ulang segera disampaikan tim penyidik," kata dia.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022. Keempat orang tersebut di antaranya Rektor nonaktif Unila, Karomani (KRM); Wakil Rektor (Warek) 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta, Andi Desfiandi (AD).
Karomani, Heryandi, dan Basri, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan, Andi Desfiandi tersangka pemberi suap.
Dalam perkara ini, Karomani diduga mematok atau memasang tarif Rp100 juta hingga Rp350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Dia diduga telah berhasil mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang ditentukan tersebut.
Adapun uang dugaan suap itu diterima Karomani melalui sejumlah pihak perantara, di antaranya, Heryandi dan M Basri. Salah satu pihak swasta yang menyuap Karomani yakni, Andi Desfiandi.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor: Aditya Pratama