KPK Hadiri Sidang Perdana PK Setnov di PN Jakarta Pusat
JAKARTA, iNews.id - Peninjauan Kembali (PK) diajukan terpidana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektroni (e-KTP) Setya Novanto Setnov. PK tersebut diajukan mantan ketua DPR tersebut pada pertengahan bulan ini atau pada dua minggu lalu.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya mendapatkan surat panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait PK mantan ketua umum Partai Golkar tersebut.
"Hari ini Penuntut Umun KPK memenuhi panggilan pengadilan untuk menghadiri persidangan PK yang diajukan oleh Setya Novanto," katanya kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Febri mengungkapkan, agenda sidang perdana PK Setnov adalah pembacaan permohonan PK. "Sidang diagendakan pukul 10.00 WIB pagi ini di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan permohonan PK," ujarnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail membenarkan kliennya mengajukan PK. Maqdir mengungkapkan, PK sudah diajukan mantan ketua DPR itu pada pertengahan Agustus 2019 atau dua minggu lalu. Dia berharap, MA dapat memberikan putusan yang adil untuk kliennya lewat PK.
"Sudah (diajukan) dari dua minggu yang lalu. Tentu kami berharap MA akan memberikan putusan yang terbaik dan adil untuk Pak SN," ucap Maqdir.
Dalam perkara ini, Setya Novanto divonis 15 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan di tingkat pertama atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Selain itu, hakim Pengadilan Tipikor juga mengganjar Setnov membayar uang pengganti sebesar USD7,3 juta yang apabila tidak dibayarkan maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hartanya tidak mencukupi, maka akan diganti pidana 2 tahun penjara.
Atas putusan tersebut, Setya Novanto maupun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding. Berdasarkan aturan PK, Setnov diperbolehkan mengajukan upaya hukum luar biasa yakni PK walaupun tidak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.
Setnov sendiri telah menjalani masa hukuman sekitar satu tahun setelah divonis bersalah karena terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun.
Editor: Djibril Muhammad