LSM Buka Posko Pengaduan Korban Listrik Padam Massal, Mulai Beroperasi Selasa
JAKARTA, iNews.id - Masyarakat didesak melakukan gugatan kelompok (class action) usai peristiwa pemadaman listrik massal yang berlangsung Minggu, 5 Agustus 2019 hingga Senin (5/8/2019). Desakan yang disarankan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu, untuk menggugat pemerintah, khususnya Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.
Pengurus harian YLKI, Sularsih menuturkan, beberapa elemen Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kini membuka posko pengaduan masyarakat. Beberapa LSM itu adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
"Untuk proses pengaduan, kami akan buat suatu posko untuk pengaduan konsumen. Jadi dari YLKI, FAKTA, dan LBH Jakarta akan secara bersama membuka posko itu untuk melakukan suatu gugatan, baik itu pribadi atau berkelompok dari konsumen tersebut," tuturnya di Gedung LBH Jakarta, Senin (5/8/2019).
Sularsih menyampaikan, posko pengaduan ini dibuat sebagai bentuk rasa tanggung jawab atas banyaknya kerugian yang dialami masyarakat. Terlebih, PT PLN (Persero) juga tak membuka kanal pengaduan terkait pengaduan dari kerugian masyarakat tersebut.
"Jadi kita membuka posko, membuka kanal yang mana dari PLN dalam hal ini dari pelayanan publik belum membuka kanal itu, kita yang akan membantu masyarakat memfasilitasi itu," ujarnya.
Posko pengaduan itu, kata dia, akan mulai beroperasi pada Selasa, 6 Agustus 2019. Untuk lokasinya akan berpusat di Gedung YLKI dan LBH Jakarta. "Artinya konsumen bisa memilih ke mana tempat yang paling terdekat dari mereka," katanya.
Sebelumnya, sejumlah LSM juga mendesak Obudsman Republik Indonesia (ORI) menginvestigasi dugaan maladministrasi yang dilakukan PT PLN (Persero). Desakan itu disampaikan Manajer Advokasi, Riset, dan Kampanye Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika), Hendrik Rosdinar.
"Karena ini merupakan domain pelayanan publik, kami mendesak Obudsman Republik Indonesia untuk secara proaktif menggunakan kewenangannya untuk melakukan investigasi atas prakarsa mandiri untuk melihat apakah terjadi pelanggaran malaadministrasi dan pelanggaran yang lain yang dilakukan PLN," tuturnya.
Menurut Hendrik, ketika terjadi kondisi kedaruratan, seharusnya PLN langsung dengan sigap memberikan informasi kepada publik tentang potensi berapa lama kondisi itu bakal berlangsung. Tak hanya itu, PLN juga harus cepat memberi tahu daerah mana saja yang potensi terdampak, serta langkah antisipasi apa saja yang harus disiapkan masyarakat.
Selain masalah administrasi, Hendrik berpendapat, PLN telah melanggar Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). "Kita sama-sama tahu bahwa pemberitahuan (PLN) itu sangat terlambat. Itu baru malam. Ada potensi mereka melanggar UU Keterbukaan Publik 2008," ujarnya.
Editor: Djibril Muhammad