Mantan Ketua KPK: Indonesia Butuh Reformasi Putih
JAKARTA, iNews.id - Selama 20 tahun perjalanan reformasi, bangsa Indonesia ternyata belum terbebas dari persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Padahal, cita-cita utama bergulirnya reformasi di Tanah Air adalah pemberantasan KKN.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Indonesia butuh Reformasi Putih untuk kembali meluruskan tujuan awal gerakan reformasi dalam pemberantasan KKN.
"Indonesia perlu Reformasi Putih yang damai yang didasari semangat kebersamaan dan melibatkan seluruh elemen bangsa. Jangan ada anak bangsa yang ditinggalkan, apalagi dilupakan," kata Abraham Samad melalui siaran tertulisnya, Senin (21/5/2018).
Menurut dia, Reformasi Putih adalah gerakan damai yang melibatkan seluruh elemen bangsa untuk melakukan perubahan secara menyeluruh dengan dijiwai semangat persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.
Gerakan ini diusungnya karena Ketua KPK periode 2011-2015 itu merasa prihatin melihat 20 tahun perjalanan reformasi di Indonesia yang dinilainya belum terbebas dari persoalan korupsi. "Padahal, tujuan utama reformasi 1998 adalah menghancurkan praktek KKN," katanya.
Abraham menilai masih maraknya praktik KKN karena bangsa ini tidak fokus pada tujuan utama reformasi.
"Kita seolah sibuk melakukan perubahan. Tapi kita tidak tahu perubahan itu untuk siapa dan menjawab kebutuhan apa," katanya.
Menurut Abraham, reformasi birokrasi yang saat ini sedang digalakkan hanya dimaknai sebagai remunerasi atau kenaikan gaji tanpa perubahan yang berarti. "Akhirnya, rakyat yang dikorbankan. Kualitas pelayanan publik rendah, pembangunan tidak merata. Di sisi lain ego sektoral semakin tinggi dan menghambat perubahan itu sendiri," kata Abraham.
Seharusnya kepentingan apa pun, termasuk kepentingan pribadi dan golongan tidak boleh mengalahkan kepentingan bangsa. Karena itulah, pegiat antikorupsi ini melontarkan gagasan untuk kembali digelorakannya reformasi.
"Jika ada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara, maka akan menimbulkan konflik kepentingan," ujar Abraham.
Editor: Azhar Azis