Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Puan bakal Tindak Lanjuti Putusan MKD soal Dugaan Pelanggaran Etik Ahmad Sahroni Cs
Advertisement . Scroll to see content

Mayoritas Fraksi di DPR Tak Setuju Undang-Undang MD3 Direvisi

Rabu, 26 Juni 2019 - 03:01:00 WIB
Mayoritas Fraksi di DPR Tak Setuju Undang-Undang MD3 Direvisi
Diskusi Forum Legislasi bertajuk ”MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan, Jalan Tengah atau Jalan Buntu?" di Ruang Pressroom DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019). (Foto: iNews.id/Abdul Rochim).
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id, - Mayoritas fraksi di DPR tidak sepakat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) direvisi. Selain waktu yang dinilai sudah tidak memungkinkan, UU tersebut dinilai sudah cukup proporsional, meski masih ada sejumlah catatan.

Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, dalam UU MD3 disebutkan bahwa pimpinan DPR adalah partai politik pemenang pemilu. Mengacu pada hasil rekapitulasi hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemenang Pemilu 2019 yakni PDIP dengan 128 kursi DPR (22,3 persen).

Kemudian, Partai Golkar dengan 85 kursi (14,8 persen), Partai Gerindra 78 kursi (13,6 persen), Partai NasDem 59 kursi (10,3 persen), PKB 58 kursi (10,1 persen), Partai Demokrat 54 kursi (9,4 persen), PKS 50 kursi (8,7 persen), PAN 44 kursi (7,7 persen), dan PPP 19 kursi (3,3 persen).

”Ketua DPR menjadi hak PDIP, sementara wakil ketua adalah Partai Golkar, Gerindra, NasDem, dan PKB,” ujar anggota Fraksi Gerindra DPR ini dalam Diskusi Forum Legislasi bertajuk ”MD3 Perlu Dipisah? Kursi Pimpinan, Jalan Tengah atau Jalan Buntu?" di Ruang Pressroom DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2019).

Supratman mengatakan, sebelum UU MD3 direvisi terakhir pada Februari 2018 lalu, undang-undang ini sudah dua kali dilakukan revisi. Revisi pertama menyangkut soal penambahan pimpinan alat kelengkapan dewan, kecuali pimpinan DPR. Setelah itu terjadi revisi kedua yang salah satunya akhirnya menempatkan Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto menjadi wakil ketua DPR.

Di sisi lain, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga mendapatkan posisi wakil ketua MPR bersama Partai Gerindra. Sementara pada revisi UU MD3 terakhir, pimpinan DPR tidak akan dipilih lagi dalam satu paket, tetapi langsung di diberikan kepada peraih kursi terbanyak DPR.

Supratman menegaskan, UU MD3 yang ada saat ini dinilai sudah cukup bagus. Jika nantinya dilakukan perubahan dengan memisahkan antara UU DPR, MPR, DPRD secara terpisah maka akahn terlalu banyak duplikasi regulasi.

”Undang-undang yang ada sekarang sudah semakin fair karena menyerahkan kedaulatan rakyat itu tidak boleh diambil alih oleh atau dikooptasi oleh koalisi-koalisi. Jadi kita menghargai suara rakyat bahwa DPR itu didasarkan atas perolehan jumlah kursi,” tuturnya.

Senada dengan Supratman, Anggota Fraksi PDIP DPR Andreas Hugo Pariera mengatakan, pada era kepemimpinan DPR dipegang Marzuki Alie, komposisi Ketua DPR adalah proporsional dengan menempatkan pemenang suara terbanyak sebagai Ketua DPR. Demikian pula pada era kepemimpinan Agung Laksono.

Perubahan hanya terjadi pada 2014 dimana PDIP yang memenangkan pemilu ternyata tidak mendapatkan jatah ketua DPR dan malah jatuh ke tangan Golkar.

”Kalau kita sekarang bicara lagi soal ada wacana perubahan (UU MD3), menurut saya tidak ada relevansinya lagi. Secara substansi tidak perlu ada perubahan,” kata dia.

Editor: Zen Teguh

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut