Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ali Lubis Minta Raperda Kawasan Tanpa Rokok Ditunda, Selamatkan Ribuan UMKM Jakarta
Advertisement . Scroll to see content

Melihat Kinerja DPRD DKI Periode 2014-2019: Lima Tahun 43 Perda

Minggu, 25 Agustus 2019 - 16:40:00 WIB
Melihat Kinerja DPRD DKI Periode 2014-2019: Lima Tahun 43 Perda
DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 saat berfoto bersama dengan Gubernur DKI Jakarta, Jumat (23/5/2019). (Foto: iNews.id/Wildan Catra Mulia)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dinilai gagal mencapai target pengesahan rancangan peraturan daerah (raperda). Sejak dilantik pada 25 Agustus 2014, para wakil rakyat Ibu Kota ini hanya menyelesaikan 43 peraturan daerah (perda), padahal masa jabatan para legislator tersebut bakal berakhir akhir pekan ini.

Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Sereida Tambunan mengklaim, apa yang dikerjakan pihaknya sudah sesuai dengan kebutuhan Jakarta saat itu. Artinya, dia melihat banyak atau tidaknya perda yang dikerjakan saat ini bukanlah satu ukuran melainkan sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Sereida juga mengatakan banyak peraturan yang tumpang tindih sehingga pihaknya kesulitan merancang rapreda menjadi perda. Belum lagi, naskah akademik raperda yang lambat diserahkan.

"Memang banyak usulan-usulan peraturan daerah tetapi kalau misalkan analisis akademisi-nya juga tidak ada, baru tumbuh kemudian pelengkapan terkait dengan itu kita tidak bisa juga bahas," katanya kepada iNews.id di DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Pada 2015, DPRD dan pemerintah DKI sepakat memasukan 17 raperda ke program pembentukan peraturan daerah (propemperda). Namun, selama satu tahun legislatif Kebon Sirih hanya bisa menetapkan tujuh perda.

Jumlah penetapan raperda menjadi perda pun tak kunjung naik dari tahun ke tahun. Pada 2016, dari 23 raperda hanya berhasil menetapkan enam perda. Jumlah tersebut juga sama pada 2017, yang memasukan 32 raperda, hanya enam yang menjadi perda atau 12,5 persen.

Sedangkan pada 2018, baik eksekutif maupun legislatif memasukan 46 raperda yang masuk dalam propemperda. Namun hanya selesai 11 perda atau hanya 23,9 persen yang diselesaikan. Pada 2019, dari 18 raperda DPRD baru menyelesaikan enam perda.

Sereida mengaku, pembahasan raperda tidak semata-mata langsung diputuskan karena harus mendengarkan pendapat-pendapat seperti masyarakat kemudian tokoh maupun pakar. Pembahasan raperda bisa saja berhenti di tengah jalan jika belum memiliki data yang cukup untuk menjadi peraturan atau payung hukum yang kuat. Terkecuali raperda tersebut merupakan prioritas dan mendesak.

"Kalau misalnya di tengah jalan ternyata ditahan dulu ternyata kita belum punya data yang cukup itu bisa dilakukan tetapi oh ini mendesak tapi kita bisa melakukan seperti BB-NKB daerah-daerah penyangga kita ini kan sudah memutuskan untuk mengikuti 12,5 persen kita masih 10 persen," tuturnya.

Kinerja Rendah

Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhana mengatakan, pihaknya selama ini selalu menyertakan naskah akademik maupun syarat lain untuk memastikan agar pembahasan raperda segera dibahas DPRD. Memang tidak semua raperda perlu menyertakan naskah akademik. Misalnya, raperda APBD, raperda APBD perubahan dan raperda pertanggungjawaban APBD.

"Data mana yang belum dikasih naskah akademik? seinget saya kalau kita menyampaikan, saya sudah berikan lampirkan naskah akademik ataupun penjelasan," katanya.

Sejak 2015 hingga 2019, DPRD hanya mengusulkan 29 raperda. Sedangkan pada periode yang sama pemerintah DKI mengusulkan 106 raperda. Artinya mulai dari perencanaan Prolegda (program legislatif daerah), secara kuantitatif, inisiatif DPRD kalah jauh dibandingkan dengan usulan Pemerintah atau eksekutif.

"Sebagai legislator, inisiatif minim dari DPRD tersebut tak mencerminkan fungsi lembaga legislatif sebagai penanggung jawab pembentukan regulasi, sesuai dengan nama lembaganya: legislatif/legislator," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada iNews.id.

Minimnya prolegda yang diusulkan DPRD, menurut dia, bisa jadi karena kegagalan anggota legislatif mengartikulasikan kebutuhan masyrakat Jakarta. Hal ini menunjukkan kesenjangan relasi antara DPRD dengan konstituennya.

Rendahnya kinerja DPRD dapat juga dilihat dari jumlah usulan yang muncul selama lima tahun masa yakni, 136 raperda. Dari jumlah itu, hanya 40 yang dibahas dan yang berhasil ditetapkan sebagai perda hanya 27 buah.

"Hanya sekitar 20 persen kinerja legislasi DPRD jika dihitung berdasarkan jumlah raperda yang direncanakan dengan hasil yang ditetapkan. Dibandingkan dengan raperda yang dibahas, kinerja legislasi DPRD hanya 29 persen. Semuanya jauh di bawah 50 persen," tuturnya.

Lucius menilai, fakta kinerja DPRD DKI sangat memprihatinkan. Selain berada di Ibu Kota Jakarta, DPRD DKI menjadi etalase bagi legislator daerah lain di Indonesia.

Kinerja DPRD DKI, menurut dia, tidak berbanding lurus dengan pendapatan belanja daerah (APBD) yang jauh di atas rata-rata provinsi lain. Padahal, dengan dukungan dana yang besar, anggota parlemen Kebon Sirih seharusnya lebih produktif menghasilkan perda.

"Sayangnya terbukti tak ada korelasi antara besarnya anggaran dan tingginya kinerja," ujar Luzius.

Dia memastikan, rendahnya kinerja DPRD hampir pasti bukan karena minimnya dukungan atau fasilitas yang disediakan untuk menggenjot capaian legislasi. Namun lebih pada komitmen untuk menjadi wakil rakyat yang bisa diandalkan.

"Komitmen itu begitu rendahnya sehingga DPRD lebih suka menikmati kursinya sebagai pejabat ketimbang bekerja keras melayani aspirasi warga Ibu Kota dalam melahirkan aturan yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat di era yang makin modern ini," tutur Lucius.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta agar anggota DPRD Terpilih 2019-2024 mengambil hikmah dari kinerja para seniornya yang sudah habis masa baktinya. Dia berharap tak ada lagi keterlambatan dalam melayani masyarakat Jakarta.

"Dengan adanya kebaruan harapan ada peningkatan produktifitas. jadi jangan saling menyalahkan," katanya di gedung Polda Metro Jaya, Jumat (23/8/2019).

Dia juga berharap anggota DPRD baru meninjau regulasi kunjungan kerja yang biasa dilakukan para anggota legislatif. Bagaimana harapannya tak ada lagi anggaran yang terbuang sia-sia, tanpa adanya implikasi buruk bagi pelayanan warga Jakarta.

Editor: Djibril Muhammad

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut